Liputan6.com, Pontianak - Tenun corak insang merupakan kain tenun tradisional masyarakat Melayu di Kota Pontianak. Kain ini telah dikenal sejak masa Kesultanan Kadriah.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, pada 1771, yakni pada masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie, masyarakat setempat sudah mulai mengenal kain ini. Hingga sekarang, kain tenun corak insang masih menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki masyarakat Pontianak.
Awalnya, corak insang hanya digunakan oleh para kaum bangsawan di Istana Kadriah. Pasalnya, kain ini memang berfungsi sebagai penunjuk identitas status sosial bagi keluarga atau kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.
Advertisement
Baca Juga
Kain ini juga menjadi penunjuk identitas sosial dalam pertemuan antar-kerajaan sekaligus sebagai tolok ukur keterampilan anak pingit atau anak gadis pada masa lampau. Pada masa tersebut, penggunaan tenun corak insang juga berfungsi sebagai barang persembahan atau cindera mata kepada raja, terutama pada hari keputraan (ulang tahun).
Pada ritual pernikahan, kain ini berfungsi sebagai barang hantaran atau pengiring pengantin dan antar sirih pinang. Selain itu, kain ini biasanya juga digunakan sebagai pelengkap kain telok belangga yang dikenakan kaum laki-laki, sedangkan bagi kaum perempuan digunakan sebagai baju kurung.
Kain ini menggambarkan peradaban masyarakat Pontianak yang saat itu bermukim di sepanjang Sungai Kapuas. Kain tenun corak insang merupakan cerminan kehidupan masyarakat Pontianak yang hampir selalu berhubungan dengan Sungai Kapuas.
Kain tenun corak insang memiliki filosofi berupa simbol nafas, hidup, dan bergerak. Tenun Pontianak ini juga diidentikkan sebagai ungkapan rasa cinta kepada alam dan lingkungan.
(Resla Aknaita Chak)