Liputan6.com, Banyumas - Nopia merupakan makanan khas Banyumas Raya yang meliputi Kota Purwokerto, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Banjarnegara.Nopia merupakan makanan berbentuk seperti telur dari tepung terigu.
Bentuknya yang menyerupai telur membuat makanan ini sering dijuluki telur gajah hingga ndhog gludhug atau telur halilintar. Kue tradisional ini berangkat dari kultur China di Banyumas.
Pada 1880, nopia pertama kali dikenal luas oleh publik di semua kalangan. Nopia ditujukan untuk semua kelas masyarakat tanpa terkecuali.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Awalnya, nopia memiliki rasa bawang merah di bagian dalamnya. Seiring berjalannya waktu, nopia mulai memiliki banyak cita rasa, mulai dari cokelat hingga durian.
Kue ini terbuat dari adonan bahan tepung terigu yang di dalamnya diisi dengan gula merah. Kemudian, adonan tersebut dipanggang dengan tungku khusus yang terbuat dari tanah liat (gerabah gentong).
Proses pemanggangan umumnya memakan waktu 15 menit. Adapun sumber api untuk memanggang biasanya berasal dari kayu bakar pelepah pohon kelapa. Proses ini dimaksudkan agar tercipta produk kue yang kulitnya memiliki tekstur keras, tetapi tetap renyah.
Adapun desa di Kabupaten Banyumas yang menjadi sentra nopia adalah Desa Pekunden, Sudagaran, dan Kalisube. Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas, populer sebagai cikal bakal kampung nopia dan menjadi sentra kue nopia dan mino.
Mayoritas penduduknya merupakan para perajin nopia yang sudah menekuni pembuatan makanan tersebut secara turun-temurun dari moyangnya. Kini, nopia telah menjadi komoditas kue yang menjadi bagian dari wisata kuliner.
Harga nopia pun bervariasi, bergantung dari besar-kecilnya kemasan. Salah satunya ada yang dibanderol harga Rp24 ribu berisi 10 biji nopia. Nopia juga sangat cocok dijadikan oleh-oleh karena mudah dibawa dan tahan lama.
Penulis: Resla Aknaita Chak