Objek Sungai dalam Pameran dan Lokakarya Kamera Lubang Jarum di Bandung

Acara pameran di galeri Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi ini menampilkan foto-foto hitam-putih Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung hasil kamera lubang jarum.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mei 2023, 19:31 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2023, 19:31 WIB
Pameran Lubang Jarum
Pameran Door To The River di galeri Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi yang menampilkan foto-foto hitam-putih Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung hasil kamera lubang jarum. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Bandung - Mengambil tajuk Door To The River sebagai tema program, Bandung Photography Triennale menggelar lokakarya dan pameran yang berlangsung pada 13-31 Mei 2023. Acara pameran di galeri Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi ini menampilkan foto-foto hitam-putih Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung hasil kamera lubang jarum.

"Selain menyangkut lokus yang menjadi subyek lokakarya, Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung juga sekaligus pada wilayah interpretatifnya. Sungai yang selalu dikaitkan dengan sumber penghidupan, juga kerap kali digunakan sebagai penghubung dua dunia yang berbeda antara prediktif-non-prediktif, epemeral-eternal, profan-sakral, terbatas-tak terbatas, dan sebagainya," kata kurator pameran Henrycus Napitsunargo, Jumat (18/5/2023).

Menurut Henrycus, kemajuan teknologi pada perangkat fotografi secara tidak sadar semakin membuat berjarak dengan subyek di sekeliling kita. Singkatnya, tanpa disadari teknologi fotografi telah menghasut kita untuk mengeksploitasi bahkan mengintimidasi subyek yang ditemukan.

"Ada semacam kesan bahwa; alih-alih memilih untuk membangun relasi etis dengan dunia sekitarnya, yang terjadi malah lumpuhnya kepekaan atas segala dampaknya terhadap subyek dalam bidikan piranti fotografi. Hal ini menyebabkan praktik eksploitasi cenderung dominan dibanding eksplorasi," ujarnya.

Adapun para peserta pameran yang berjumlah 15 orang, merupakan hasil seleksi panitia dari pendaftaran terbuka. Mereka yang lolos antara lain, Ahmad F Rizky, Alfisa Fadlika, Anggoro Anwar, Annisa Rachimi Rizka, Ari Haryana, Audia Damayanti dan Chandra Mirtamiharja. Kemudian I Gede Ryandhana Putra, M. Naufal, Muhammad Fadli Fitriyan, Rachel Ulina, Rifky Yoga Prasetya, Septi Maulina, Willi, dan Yoshara Eltyar.

Henrycus menjelaskan, karya-karya dalam pameran ini sebenarnya adalah hasil dari lokakarya yang dilakukan oleh partisipan terseleksi selama kurang lebih satu bulan. Bentukan yang disajikan bukanlah sebuah proses yang sudah selesai, namun berupa sketsa visual yang kelak akan dilanjutkan.

"Intensi dari lokakarya ini sebenarnya adalah sebuah proses eksperimen yang memaksa setiap partisipan untuk keluar dari zona nyaman fotografi yang menjauh dari keakuratan prediksi, komposisi, dan artikulasi visual," ujarnya.

Dengan menggunakan sebuah kamera lubang jarum sederhana yang dirakit sendiri dan tanpa jendela bidik, mereka didorong untuk membangun relasi dengan subyek secara lebih intens tanpa intervensi teknologi fotografi hari ini.

"Ada semacam pergeseran secara psikologis dalam prosesnya. Pada akhirnya nilai keinstanan yang direduksi oleh anatomi kamera lubang jarum kemudian menuntut intuisi dan imajinasi guna membangun kesadaran bahwa citra fotografis utuh hanya tersimpan pada memori otak kita," ujar Henrycus 

Dia mengatakan, citraan fotografi yang muncul dari kamera lubang jarum ini hanyalah sebuah abstraksi dari memori fotografis setiap individu. Selain penggunaan kamera lubang jarum sederhana, para partisipan juga dilibatkan dengan proses reaksi kimia pada pita plastik berlapis perak peka cahaya yang kemudian diproses untuk mendapatkan citraan fotografi melalui teknik dasar kamar gelap.

"Dalam hal lokakarya ini setidaknya beberapa aspek memang harus ‘dieliminasi’ terlebih dahulu untuk mendapatkan sebuah kesadaran apakah sebuah citraan fotografis itu penting atau tidak untuk dihadirkan ke dunia ini," kata Henrycus.

"Aspek instan, logika akurasi, dan kepastian prediksi menjadi hal yang harus dieliminasi terlebih dahulu. Dengan demikian intuisi, imajinasi, yang memunculkan tegangan sampai kejutan menjadi bagian dari proses sebagai upaya mengembalikan hakikat manusia sebagai pemilik “rasa” sebagai bilik pemisah dan pembeda dengan kecerdasan mesin," ujar Henrycus menambahkan.

Akhirnya, program ini bukanlah sebuah aksi heroik perihal re-humanisasi, namun hanya sebuah eksperimen kecil bagaimana membangun kesadaran dampak dari sepak terjang citraan fotografi sebagai alat “sihir” yang masih ampuh hingga hari ini.

"Anggap saja eksperimen kecil bisa menjadi embrio lahirnya para alkemis baru di era kontemporer ini," ujar Henrycus.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya