Liputan6.com, Gorontalo - Akibat tangkapan ikan yang mulai menipis di perairan Teluk Tomini, Gorontalo, sebagai warga Kabupaten Bone Bolango mulai beralih profesi dengan membudidayakan udang vaname.
Budi daya udang vaname di itu dibuktikan oleh warga Desa Tolotio, Kecamatan Bonepantai. Terbukti per triwulan atau dalam jangka waktu 3 bulan saja hasil produksi mereka mencapai 2 ton.
Advertisement
Baca Juga
Awalnya salah satu warga membudidayakan 175 ribu ekor bibit udang vaname menggunakan wadah terpal. Diperkirakan hasil panen tersebut diperkirakan mencapai 2 ton.
Jika dihitung harga pasar yang berada di Rp70 ribu per kilogram atau harga bersihnya Rp50ribu per kilogram. Hasil budi daya udang vaname tersebut bisa mencapai 100 juta rupiah setiap kali panen.
Bupati Bone Bolango, Hamim Pou meminta kepada masyarakat agar ulet, telaten dan sabar dalam membudidayakan udang vaname. Mereka diminta tidak selalu berharap bantuan dari pemerintah daerah.
“Kenyataannya hari ini ada beberapa tambak yang kami bangun disini tidak beroperasi, karena masyarakat hanya menunggu bantuan dari pemerintah untuk beli bibit, pelet, hingga aliran listrik, padahal pemerintah sudah memfasilitasi sejak awal,” kata Hamim.
Untuk mengatasi ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah daerah, Hamim pun mengajak masyarakat untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat. Kredit itu ditawari oleh dunia perbankan yang nominalnya bisa mencapai 500 juta rupiah dengan bunga yang di angka 6 persen.
“Jika masyarakat memanfaatkan ini dengan meminjam misalnya 100 juta rupiah, dalam setahun yang dikembalikan hanya 106 juta rupiah," jelasnya.
"Kita bisa hitung manfaatnya untuk masyarakat yang begitu besar dan tidak menyusahkan ketimbang harus menunggu bantuan dari pemerintah,” imbuhnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Terbentur Aturan
Selain minimnya populasi ikan, nelayan juga terbentur dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No 18 tahun 2021 tentang penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia dan laut lepas, serta penataan penangkapan ikan.
Permen tersebut dinilai tidak memihak kepada nelayan. Sebab, dalam permen tersebut mengatur zona tangkapan nelayan yang tidak bisa lebih dari 12 mil dengan bobot kapal 30 gross ton (GT).
"Kalau dilihat, peraturan ini hanya melihat laut yang ada di Pulau Jawa. Sementara nelayan di Gorontalo hanya mengandalkan teluk Tomini yang tidak begitu luas dan tidak begitu banyak populasi ikan," kata Sarlis Mantu, seorang nelayan.
"Belum lagi jarak yang dibolehkan kurang lebih hanya 12 mil bagi kapal yang berkapasitas 30 GT dari zona yang ditentukan," tuturnya lagi.
Mereka saat ini dibuat bingung, pasalnya kapal yang mereka gunakan adalah bantuan dari pemerintah, namun dilarang beroperasi di atas 12 mil. Kalau begitu mengapa perahu bantuan itu diberikan ke nelayan?
"Kami bingung dengan pemerintah, mereka kasih kapal dengan kapasitas 32 GT, setelah kedapatan melaut lewat dari 12 mil, sekembalinya kami di dari melaut dikenakan sanksi," ungkapnya.
“Kapal yang mereka berikan sudah menggunakan satelit, jadi mereka bisa pantau jarak kami. Kalau begini caranya, mendingan kapal bantuan itu kami bakar saja dari pada tidak berguna,” tegasnya.
Advertisement