Mengenal Body Dysmorphic Disorder yang Dialami Megan Fox

Belum lama, terungkap artis Megan Fox tengah berjuang dengan Body Dysmorphic Disorder (BDD). Ia mengatakan bahwa tidak pernah mencintai tubuhnya. Lantas apa sebenarnya BDD ini? 

oleh Yanuar H diperbarui 16 Jun 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2023, 12:00 WIB
Mengenal Body Dysmorphia, Gangguan Mental yang Bikin Megan Fox Insecure dengan Tubuhnya
Ketahui body dysmorphia, gangguan mental yang dialami Megan Fox. (unsplash/anthony tran).

Liputan6.com, Yogyakarta - Psikolog UGM, Aisha Sekar Lazuardini Rachmanie menjelaskan gangguan dismorfik tubuh atau Body Dysmorphic Disorder (BDD) merupakan salah satu masalah yang ditandai oleh kekhawatiran yang berlebihan terhadap kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam penampilan fisik individu.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM- 5) yang menjadi panduan diagnostik utama para profesional kesehatan mental, seseorang yang mengalami masalah ini memiliki persepsi yang terdistorsi terhadap penampilan mereka sendiri, meskipun mungkin tidak ada ketidaksempurnaan yang signifikan atau terlihat oleh orang lain.

"Individu dengan BDD biasanya sangat terobsesi dengan sedikit detail penampilan mereka, seperti bentuk wajah, ukuran hidung, bentuk tubuh, atau bagian tubuh lainnya. Mereka mungkin sering memeriksa penampilan mereka di cermin atau mencoba menyembunyikan 'kekurangan' mereka dengan cara tertentu, seperti mengena kan banyak makeup atau pakaian tertutup," papar Dosen Fakultas Psikologi UGM ini.

Aisha mengatakan BDD berbeda dari kekhawatiran umum tentang penampilan tubuh. Individu dengan BDD cenderung memiliki pikiran yang persisten dan mengganggu terhadap diri mereka yang menyebabkan penderitaan signifikan dan dapat mmempengaruhi perilaku dan fungsi individu dan kemungkinan BDD diwariskan secara genetik.

"BDD juga cenderung terjadi di usia remaja dan dewasa, terutama pada perempuan," ucapnya.

Selain riwayat keluarga, ada beberapa faktor yang dapat memicu kerentanan tersebut yaitu pengalaman traumatis seperti pelecehan fisik atau verbal terkait penampilan. Lalu, faktor lingkungan dengan adanya tekanan budaya.

"Faktor-faktor tersebut dapat berkontribusi terhadap perkembangan BDD," terangnya.

Aisha menyampaikan terdapat beberapa tanda yang mengarah pada BDD, salah satunya preokupasi yang berlebihan terhadap penampilan fisik pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti wajah, kulit, rambut, hidung, ukuran tubuh, atau bagian tubuh lainnya. Gejala lainnya adalah persepsi yang terdistorsi terhadap penampilan, cenderung melihat diri jauh lebih buruk daripada apa yang sebenarnya terlihat oleh orang lain.

"Terlalu terobsesi untuk menggunakan makeup berlebihan demi menutupi sesuatu yang dirasa kurang walaupun mungkin tidak ada. Mengenakan pakaian yang menutupi bagian tubuh tertentu, atau mencoba prosedur kosmetik yang berulang kali," imbuhnya.

Aisha menjelaskan BDD dapat berdampak signifikan pada individu yang mengalaminya. Penderita Body Dysmorphic Disorder rentan mengalami gejala depresi, kecemasan, atau stres yang tinggi. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, mengikuti aktivitas sosial, atau melakukan aktivitas sehari-hari karena kecemasan yang berkaitan dengan penampilan.

"Mereka mungkin menghindari situasi sosial, merasa terisolasi, atau mengalami kesulitan dalam merasa nyaman dengan diri mereka sendiri," terangnya.

Aisha mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan self diagnose. Jika mengalami gejala-gejala yang mengarah kepada BDD, ia menyarankan untuk tidak segan mencari bantuan profesional. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menekan atau mencegah munculnya BDD.

"Pertama, pendidikan dan pemahaman. Belajar tentang BDD dan memahami gejala serta faktor risiko yang terkait dapat membantu untuk mengenali tanda-tanda awal dan mencari bantuan jika diperlukan."

Kedua, mempertahankan pola pikir yang sehat. Berlatih melakukan penghargaan diri, menerima diri sendiri, dan menghargai keunikan dan keindahan yang ada pada setiap individu.

"Ketiga, membangun kepercayaan diri. Bangun kepercayaan diri dan fokus pada kemampuan, bakat, serta kualitas positif lainnya yang dimiliki, bukan hanya penampilan fisik," dia menambahkan.

Keempat, memelihara gaya hidup sehat. Kelima, mencari dukungan sosial mulai dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu mengatasi stres dan menjaga kesehatan mental. Keenam, menghindari pembanding sosial yang berlebihan.

"Ingatlah bahwa gambar yang di perlihatkan di media sosial seringkali tidak merefleksikan realitas yang sebenarnya," tegasnya.

Aisha menambahkan ada beberapa hal yang perlu dihindari agar tidak memicu munculnya Body Dysmorphic Disorder. Pertama, kekhawatiran berlebihan terkait penampilan fisik.

Kedua, memeriksa cermin secara berlebihan. Batasi waktu yang dihabiskan di depan cermin dan hindari pemeriksaan yang berlebihan terhadap penampilan fisik. Ketiga, membatasi paparan terhadap gambar dan konten yang memicu ketidakpuasan terhadap penampilan.

"Jangan ragu untuk mencari bantuan. Jika mengalami gejala yang mengganggu atau memiliki kekhawatiran tentang penampilan yang berlebihan, segera cari bantuan profesional dari psikolog atau psikiater yang terlatih dalam bidang tersebut," dia menandaskan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya