Bentrok Warga Vs Polisi di Pulau Rempang, Sejumlah Elemen Masyarakat Kutuk Tindakan Represif Aparat

Ribuan personel polisi diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran di Pulau Rempang, meski masih mendapat penolakan warga.

oleh Ajang NurdinAhmad Apriyono diperbarui 07 Sep 2023, 13:26 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2023, 13:25 WIB
bentrok Rempang
Seorang warga diamankan aparat saat bentrokan antara warga dan polisi pecah di Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023). (Liputan6.com/ Ajang Nurdin)

 

Liputan6.com, Batam - Sebanyak 1.000 personel kepolisian diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran di Pulau Rempang, meski masih mendapat penolakan dari warga, Kamis (7/9/2023). Akibatnya bentrokan antara aparat dan warga tak mampu dihindari. Ribuan warga menolak pengukuran tersebut, karena akan menggusur pemukiman mereka, yang bakal dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata.

Menurut pantauan di lapangan, ada 6 orang warga yang diamankan pihak kepolisian, sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka. Sementara anak-anak sekolah dipulangkan lebih awal untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.

Atas terjadinya bentrokan di Pulau Rempang itu, sejumlah elemen masyarakat yang terdiri dari WALHI Nasional, YLBHI, PBHI, KIARA, WALHI Riau, LBH Pekanbaru, Indonesia for Global Justice (IGJ), dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), mengecam tindakan represif aparat terhadap warga Pulau Rempang.

"Tindakan BP Batam beserta instansi lainnya yang melakukan pengukuran dan pematokan secara paksa di atas tanah warga merupakan tindakan sewenang-wenang, tindakan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia," tulis rilis resmi yang dikeluarkan Walhi Nasional, Kamis (7/9/2023).

Berikut 5 poin tuntutan gabungan elemen masyarakat terhadap peristiwa bentrokan aparat dan warga Pulau Rempang:

 

  1. BP Batam dan Kapolda Kepulauan Riau beserta jajarannya harus bertanggung jawab secara hukum atas jatuhnya korban pelanggaran HAM pada proses pemasangan patok dan pengukuran tanah di Pulau Rempang-Galang
  2. Kapolda Kepulauan Riau untuk segera menarik personel kepolisian dari Pulau Rempang, membebaskan masa aksi dan menghukum personil yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap warga
  3. Presiden RI, DPR RI dan Kapolri untuk segera mengambil sikap memerintahkan BP Batam dan Kapolda Kepri agar segera menghentikan proses pemasangan patok demi menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak
  4. Komnas HAM RI untuk segera mengambil sikap dan bertindak dengan mendesak Kapolri dan Kapolda Kepri agar menarik pasukan di Pulau Rempang-Galang
  5. Komnas HAM untuk mengusut tuntas adanya pelanggaran HAM dalam peristiwa ini.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kata BP Batam

Sementara itu, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kepulauan Riau berkomitmen menyediakan lahan untuk warga Rempang yang direlokasi untuk pengembangan Kawasan Rempang Eco City.

"Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja," kata Kepala Badan BP Batam Muhammad Rudi dalam keterangan di Batam, Rabu.

Ia menjelaskan jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara serta biaya hidup yang juga akan ditanggung setiap bulan.

Adapun biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp1.034.636 per orang dalam setiap kartu keluarga (KK).

"Biaya hidup tersebut termasuk biaya air, listrik, dan kebutuhan lainnya," ujar dia.

Sementara, untuk masyarakat yang memilih untuk tinggal di tempat saudara atau di luar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp1 juta per bulan.

"Jadi itu akan kami berikan sampai hunian baru selesai dibangun," kata Rudi.

Lebih lanjut ia menjelaskan hunian baru yang disiapkan itu berupa rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah maksimal 500 m2.

Hunian tersebut berada di Dapur 3 Si Jantung yang sangat menguntungkan untuk melaut dan menyandarkan kapal.

Lokasi hunian baru tersebut akan diberi nama "Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City" dan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.

"Di Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City itu akan tersedia berbagai fasilitas pendidikan lengkap dari tingkat SD, SMP hingga SMA, pusat layanan kesehatan, olahraga dan sosial," kata Rudi.

Selanjutnya tersedia fasilitas ibadah seperti masjid dan gereja, fasilitas tempat pemakaman umum yang tertata dan fasilitas dermaga untuk kapal-kapal nelayan dan trans hub.

Pembangunan hunian baru itu, akan dijalankan selama 12 bulan setelah pematangan lahan dan ditargetkan hunian tahap satu akan selesai pada Agustus 2024.

"Intinya kami akan semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik kepada bapak dan ibu masyarakat Rempang Galang," kata Rudi.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya