Liputan6.com, Yogyakarta - Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X menyatakan dalam penelitian di DIY penting adannya transfer pengetahuan. Wagub mengatakan hal ini saat membahas penelitian dan sosialisasi yang dilakukan Ralph J. Lelle dari Staf Ginekologi Onkologi Muenster University Hospital Jerman terkait kanker mulut rahim atau serviks di Kulon Progo.
“Mengenai kanker serviks, kita ini punya budaya malu, apalagi pada perempuan. Dan saya harap, kedepannya apapun agenda yang akan dilakukan anda di DIY, saya harapkan harus ada transfer pengetahuan, baik bagi masyarakat umum maupun masyarakat akademik,” ungkap Sri Paduka di Gedhong Pare Anom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta Rabu (15/11/2023).
Terkait sosialisasi kanker serviks ini Wagub mengucapkan terima kasih kepada Lelle. Kolaborasi penelitian yang sudah dilakukan ini sri Paduka berharap dapat berkelanjutan dan mampu mencegah kanker serviks oleh masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
“Saya cukup senang sekarang ada acara deteksi dini yang tinggal memeriksa urin. Tentu nantinya teknologi baru ini tidak membuat malu, bisa dilakukan sendiri, tanpa harus datang ke puskesmas dan bertemu orang. Dan terkait penelitian semacam ini, pada prinsipnya Pemda DIY siap mendukung dengan harapan hasilnya nanti bisa memiliki multiplier effect,” imbuh Sri Paduka.
Lelle menyatakan, rasa malu menjadi masalah utama dalam pelaksanaan penelitian ini karena telah menjadi budaya masyarakat Indonesia pada umumnya. Lelle pun berencana melakukan penelitian lanjutan di daerah lain di DIY yang diperkirakan memiliki peluang penderita kanker serviks lebih tinggi.
“Rencananya, kami akan memilih Bantul untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, kami juga ada program pelatihan bagi dokter-dokter kandungan dari DIY untuk tahu lebih jauh tentang kanker serviks. Pelatihan akan dilakukan langsung di Jerman selama empat minggu,” imbuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembayun Setyaningastutie mengatakan, Pemda DIY terus berupaya menurunkan angka penderita kanker serviks dan kanker payudara sehingga penting transfer pengetahuan dari penelitian ini. Ia berharap dengan adanya penelitian kolaborasi bersama akademisi dari Jerman ini dapat saling mengisi dengan program-program yang tengah dan akan dijalankan Pemda DIY.
“Kami pun berharap hasil penelitian yang telah dilakukan di Kulon Progo bisa dikomparasikan dengan yang di daerah lain. Karena wilayah Kulon Progo itu di daerah pinggir, kami harap penelitian selanjutnya bisa di daerah kota. Kalau berencana di Bantul, mungkin bisa di daerah yang berdekatan dengan Kota Yogyakarta,” imbuhnya.
Supriyatiningsih Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY pendamping penelitian Lelle mengatakan, penelitian yang dilakukan di Kulon Progo melibatkan 21 puskesmas dengan 2.100 sampel. Selain melakukan deteksi dini kepada 2.100 perempuan, penelitian ini juga dilakukan dengan pengisian kuesioner.
“Hasil dari pengisian kuesioner menunjukkan, pngetahuan masyarakat tentang kanker serviks cukup rendah. Tetapi penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru sangat baik, di mana deteksi dini kanker yang kami lakukan ada dua cara yakni dengan model swab dan pengecekan urin,” imbuhnya.
Menurutnya salah satu transfer pengetahuan dari hasil penelitian di DIY soal angka kejadian kanker serviks di Kulon Progo ternyata cukup rendah. Namun demikian, bagi pasien yang didapati mengidap kanker serviks usai screening dapat dirujuk ke rumah sakit.
“Namun ada problem, di mana mereka yang terdeteksi positif, sangat sulit untuk digiring mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut. Dan inilah yang kami sampaikan pula kepada pihak Pemda DIY untuk mendapat perhatian kita semua,” jelasnya.