Liputan6.com, Jakarta - Dampak viralnya video penganiayaan yang diduga dilakukan anggota TNI Yonif 408/Suhbrastha kepada sejumlah relawan Calon Presiden dan Wakil Presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Boyolali, Sabtu, (30/12/2023) mengundang tanggapan dari pemerhati hukum Andrea H Poeloengan.
Dia berpendapat, kasus hukum di Boyolali harus dilihat secara proposional. Sebab, selain terjadi kasus penganiayaan yang dilakukan oleh oknum TNI, terdapat juga sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh korban penganiyaan.
Advertisement
"Saya pikir ini perlu proposional juga, jadi mereka yang melanggar lalu lintas perlu dihukum,"ungkap Andrea, Jumat (5/1/2023).
Advertisement
Baca Juga
Andrea juga menilai apa yang dilakukan oknum prajurit raider merupakan bentuk spontanitas. Apalagi berdasarkan penjelasan KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, para korban berulang-ulang kali melintas di depan markas Yonif Raider 408/SBH Boyolali dengan menggunakan knalpot brong atau bising.
"Dalam Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ), setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan," tambah Andrea.
Mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini juga meminta aparat kepolisian untuk aktif mengumpulkan alat bukti atas dugaan pelanggaran lainnya oleh pengendara motor tersebut. Sebab menurutnya, penegakan hukum harus berjalan untuk memberikan kepastian, bahwa hukum berlaku untuk semua dan memberikan manfaat bagi ketertiban.
"Selain masyarakat dan saksi juga bicara, penegak hukum (polisi) dalam hal ini bekerja sama dengan jaksa untuk melihat apakah adanya dugaan pelanggaran Pasal 492 KUHP Ayat 1," ujar Andrea.
Andrea juga menambahkan, jika pelanggaran berat berasal dari pelanggaran kecil yang dibiarkan maka setiap pembiaran akan memiliki konsekuensi terjadinya hal yang bersifat yang lebih besar lagi. Oleh karena itu ia berpandangan, penegakan hukum harus proposional.
Â