Potensi Pemicu Rendahnya Keterlibatan Disabilitas Musi Banyuasin di Pemilu 2024 (2)

Tenaga Ahli Madya Kedeputian 5 Kantor Staf Presiden Bidang HAM Penyandang Disabilitas Sunarman Sukamto menyoroti potensi pemicu rendahnya keterlibatan disabilitas di Pemilu 2024, terutama di Musi Banyuasin.

oleh Nefri Inge diperbarui 19 Jan 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2024, 16:00 WIB
Potensi Pemicu Rendahnya Keterlibatan Disabilitas Musi Banyuasin di Pemilu 2024 (2)
Muhammad Ali (38) salah satu penyandang disabilitas ganda yang baru tahun 2023 terdata sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Musi Banyuasin Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Rendahnya partisipan penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di beberapa periode, memicu tingginya angka golongan putih (golput) dalam pesta rakyat.

Dalam berita sebelumnya, rendahnya keterlibatan penyandang disabilitas di Musi Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) sebelumnya dikarenakan banyak faktor.

Organisasi yang menaungi para penyandang disabilitas di Sumsel pun angkat suara. Seperti Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Musi Banyuasin dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumsel.

Bahkan, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismahartini membenarkan jika banyak kekurangan dalam ketersediaan sapras dalam Pemilu untuk penyandang disabilitas di Indonesia.

Tenaga Ahli Madya Kedeputian 5 Kantor Staf Presiden Bidang HAM Penyandang Disabilitas Sunarman Sukamto berujar, di Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel sendiri, Sunarman melihat sudah cukup baik kesadaran dari komunitas PPDI Muba, untuk menyuarakan hak-hak disabilitas untuk menggunakan hak pilih di Pemilu 2024 mendatang.

Namun perlu dorongan dari pihak lain, agar memastikan penyandang disabilitas mendapatkanhak pilihnya di Pemilu 2024. Seperti mengerahkan volunter mahasiswa, karang tarunan atau siapa pun yang bisa memperkuat persiapan Pemilu 2024 di H-7 hingga hari H.

Termasuk para jurnalis juga, yang punya peran penting untuk menyuarakan agar penyelenggara Pemilu 2024 betul-betul konsisten dan taat, termasuk untuk penyandang disabilitas. Data partisipan disabilitas di Sumsel, termasuk di Musi Banyuasin memang belum lengkap terverifikasi oleh Kantor Staf Kepresidenan.

Aduan terkait sulitnya penyandang disabilitas mendapatkan haknya sebagai pemilih di Pemilu, terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan masih cukup masif terjadi di daerah-daerah pedesaan dan terpelosok.

Dari data yang dimiliki di berbagai kabupaten/kota di Indonesia, partisipasi pemilih disabilitas rendah, hanya di kisaran 30-40 persen. Angka tersebut dinilainya cukup rendah dan membuat penyandang disabilitas masuk dalam kategori golput.

“Disabilitas tidak dengan sadar ingin golput, tapi akhirnya terpaksa golput. Karena aksesibilitas dan alat bantu seperti kertas suara, alat bantu mobilitas ke tempat TPS, TPS tidak tersedia. KPPS itu tidak taat melaksanakan aturan peraturan KPU untuk memastikan tempat TPS yang mudah diakses penyandang disabilitas,” ucapnya kepada Liputan6.comsaat ditulis Kamis (18/1/2024).

Salah satu faktor pemicu rendahnya partisipan disabilitas, karena tingkat kepatuhan Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) rendah dan penyelenggaran KPU harus dimonitor bersama.

Pemilu Surakarta

Potensi Pemicu Rendahnya Keterlibatan Disabilitas Musi Banyuasin di Pemilu 2024 (2)
Tingkat partisipan pemilih penyandang disabilitas dalam Pemilu 2019 tingkat Kota Surakarta, dari data KPU Kota Surakarta Jawa Tengah (Jateng) (Dok. KPU Surakarta / Nefri Inge)

Dia mencontohkan kasus rendahnya partisipan pemilih penyandang disabilitas dalam Pemilu 2019 tingkat Kota Surakarta, dari data KPU Kota Surakarta Jawa Tengah (Jateng).

Dari jumlah disabilitas yang terdaftar dalam DPT, DPTb dan DPK sebanyak 1.087-1.088 orang, partisipan Pemilu 2019 hanya berada di angka kurang dari 50 persen. Paling sedikit partisipannya saat pemilihan DPRD Jateng sebesar 46,69 persen.

Sama halnya dengan Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) 2020 di Kota Surakarta Jateng. Di mana, partisipannya hanya berada di angka 56,09 persen. Padahal jumlah pemilih disabilitas sebanyak 993 orang, tetapi hanya 557 orang yang menggunakan hak pilihnya.

<p>Tingkat partisipan disabilitas saat Pemilihan Wali Kota (Pilwako) di Kota Surakarta Tahun 2020 (Dok. Humas KPU Surakarta / Nefri Inge)</p>

Menurutnya, Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) mempunyai tugas penting untuk mengawasi persiapan dan jalannya Pemilu 2024 nanti. Dari kunjungannya ke beberapa KPU dan Bawaslu untuk persiapan Pemilu 2024, akan memaksimalkan peraturan dan pelaksanaannya.

KPU juga berjanji memastikan rapat koordinasi (rakor) berjenjang, mulai dari Bimtek PPK, PPS, KPPS dan lainnya, sehingga dipastikan kepatuhan melaksanakan pemilu yang berjalan lancar. Baik aplikasi dan simulasi seperti kertas suara, sampai kemudahan akses penyandang disabilitaske TPS.

“Saat disabilitas advokasi, minta yang lebih datar tapi tidak digubris karena jumlah pemilih disabilitas hanya sedikit. Akhirnya mereka tidak melakukan pemungutan suara, karena ketidaktaatan KPPS,” ujarnya.

 

Partisipan Disabilitas

Potensi Pemicu Rendahnya Keterlibatan Disabilitas Musi Banyuasin di Pemilu 2024 (2)
Sekretaris KPU Musi Banyuasin Dedi Irawan menunjukkan surat suara berhuruf braille bagi penyandang disabilitas yang sudah tersedia (Liputan6.com / Nefri Inge)

Sunarman Sukamto berkata, penyandang disabilitas sebenarnya ingin menjadi bagian dari pesta demokrasi, baik sebagai pemilih, penyelenggara atau pun peserta Pemilu seperti jadi caleg. Namun memang kesempatan belum terbuka lebar untuk para penyandang disabilitas, meskipun ada 1-2 orang yang dilibatkan.

Dia berharap Bawaslu se-Indonesia bisa memaksimalkan, mulai dari pengawasan tingkat kecamatan, kelurahan hingga ke pedesaan. Lalu memaksimalkan partisipan dari komunitas penyandang disabilitas.

Memang saat ini TPS belum ditentukan, KPPS juga belum dibentuk, sehingga berapa TPS yang bisa melayani pemilih penyandang disabilitas belum bisa dipastikan. Namun, informasi Kantor Staf Presiden sudah berkomunikasi dengan KPUD di Indonesia, terkait data TPS yang menunjang pemilih disabilitas.

Hingga saat ini, data pemilih penyandang disabilitas se-Indonesia masih terus dikumpulkan. Termasuk partisipan disabilitas di Pemilu sebelumnya. Jumlah pemilih disabilitas ada yang stagnan, ada juga yang naik dua kali lipat.

Saat ditanyakan perihal petugas yang paham bahasa isyarat, diakuinya memang tidak ada pedoman teknis tentang disabilitas, tetapi hanya arahan secara lisan saja.

“Tapi kalau dipahami peraturan KPU, sudah cukup jelas. Hanya aturan teknisnya, petugas KPPS tidak ada buku pedoman atau panduan (bahasa isyarat). Apalagi TPS digelar di lokasi yang sama, sehingga terjadilah (kurangnya sapras disabilitas) secara terus menerus,” ucapnya.

Timnya sudah memastikan ke sisi penyelenggara KPU, agar terus melakukan pemantauan dari H-7 Pemilu 2024, baik KPPS dan TPS. Terutama TPS mana yang memfasilitasi disabilitas, baik sapras, akses dan petugas KPPS yang bisa melayani pemilih disabilitas.

Kertas Suara Braille

Potensi Pemicu Rendahnya Keterlibatan Disabilitas Musi Banyuasin di Pemilu 2024 (2)
Surat suara berhuruf braille bagi penyandang disabilitas yang sudah tersedia (Liputan6.com / Nefri Inge)

“Pembentukan KPPS harus mendapatkan bimtek, TPS mana saja yang bisa diakses disabilitas. Sebaiknya harus melibatkan teman-teman penyandang disabilitas, jika ada pertanyaan bisa menjawab. Karena mungkin petugas KPPS tidak semuanya paham atau baru bertugas. Jadi penting mengajak penyandang disabilitas,” katanya.

Memang tidak ada lembaga khusus untuk monitoring penyediaan sapras untuk disabilitas diTPS-TPS, hanya berpatokan pada PKPU, bawaslu dan komunitas penyandang disabilitas.

Sosialisasi penggunaan kertas suara untuk penyandang tunanetra juga menjadi hal yang penting juga. Apalagi di Pemilu sebelumnya, ada huruf braille yang salah penulisannya sehingga berpengaruh pada pencoblosan yang dilakukan tunanetra.

Keterlibatan keluarga untuk mendampingi pemilih disabilitas sangat penting. Namun petugas KPPS juga bisa membantu pemilih disabilitas mencoblos, namun dengan menandatangani surat kesepakatan tidak akan intervensi atau membocorkan siapa yang dipilih oleh pemilih disabilitas.

Diakuinya, masih rendahnya partisipan pemilih disabilitas yang berasal dari pedesaan. Apalagi letak geografisnya agak susah, termasuk tantangan distribusi sapras ke TPS-TPS. Yang sudah cukup baik perkembangannya ada di perkotaan atau di pinggir kota.

Lalu adanya potensi intervensi ke penyandang disabilitas dari pihak lain, untuk mendulang suara kemenangan di Pemilu. Untuk itu, pentingnya KPU mengedukasi politik, sehingga pemilih disabilitas bisa memilih sesuai dengan keputusannya, bukan berdasarkan apa yang didapatkan dari oknum tertentu.

“Kalau penyandang disabilitas memilih berdasarkan apa yang didapatkan, teman-teman tidak akan jadi bagian dari pembangunan Pemilu. Pemilih kritis harus mampu mengatasi kepentingannya, kenapa harus memilih sosok-sosok tersebut. Komitmen apa yang dilakukan dalam berkontribusi dalam semua bidang,” ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya