Liputan6.com, Bengkulu Pertukaran wilayah Buengkulu dengan Singapura dalam perjanjian Traktat London pada tahun 1824 menjadi sejarah penting bagi Provinsi Bengkulu yang tercatat sebagai satu-satunya wilayah yang dikuasasi Inggris di Pulau Sumatra jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Peringatan 200 tahun Traktat London menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan sejarah Bengkulu. Peristiwa tersebut memiliki makna penting untuk mendongkrak semangat dalam pembangunan daerah.
Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu menggelar kegiatan "Pre-Event" Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) tahun 2024 dengan memanfaatkan momentum 200 tahun Traktat London dalam dialog History Talk dan Afternoon Tea 200 Tahun Traktat London dengan tema "Menyusuri Sejarah, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya Bengkulu" di pelataran dalam Benteng Marlborough, Minggu (5/5/2024).
Advertisement
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan, Titik sejarah seperti ini yang harus selalu dibangun. Sejarah masa lalu menjadi bukti sesuatu yang besar untuk pembangunan Bengkulu dan Indonesia ke depan dari sisi ekonomi.Kegiatan ini juga membangkitkan semangat kebersamaan untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai sejarah.
Advertisement
"Bengkulu sebagai Bumi Rafflesia memiliki makna sangat dalam bagaimana Bengkulu pernah dipimpin Gubernur Jendral Inggri Sir Thomas Stamford Raffles," ungkap Rohidin.
Baca Juga
Kita semua mengetahui bahwa Inggris pernah tinggal di Bengkulu, membangun kerja sama perdagangan rempah dengan bendera East India Company (EIC). Saat itu pintu utama logistik kawasan Sumatera ada di Bengkulu. Titik sejarah ini yang harus dibangun. Terutama membentuk kapitalisasi ekonomi di era sekarang dan akan datang. Sehingga kebijakan pembangunan infrastruktur secara nasional. harus memposisikan Bengkulu sebagai wilayah strategis.
Seperti diketahui, Traktat London atau Perjanjian London sendiri merupakan perjanjian antara Kerajaan Britania Raya (Inggris) dan Belanda tentang tukar-menukar wilayah.
Perjanjian tersebut dibuat di London pada tanggal 17 Maret 1824. Bertujuan untuk mengatasi konflik yang bermunculan akibat pemberlakuan Perjanjian Inggris- Belanda 1814.
Dalam perjanjian tersebut Belanda menyerahkan Malaka dan Semenanjung Melayu termasuk Penang dan Singapura yang merupakan sebuah pulau kecil tidak bertuan saat itu, kepada Inggris.
Sebaliknya, Inggris menyerahkan kantor dagang miliknya yaitu Benteng Marlborough di Bencoolen (Bengkulu) dan seluruh kepemilikannya di pulau Sumatera kepada Belanda.
Pertukaran kekuasaan ini juga termasuk dalam Kepulauan Karimun, Batam, dan pulau-pulau lain yang terletak sebelah selatan dari Selat Singapura.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu Darjana menjelaskan, peringatan 200 tahun Traktat London ini diinisiasi Bank Indonesia merupakan bagian dari Road to Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2024. Tidak hanya sebagai perayaan sejarah, tetapi juga menjadi ajang edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya ekonomi keuangan digital serta potensi pariwisata Bengkulu.
Traktat Landon juga dianggap membawa pengaruh digitalisasi keuangan. Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu bersama Museum Bank Indonesia juga menggelar pameran koleksi uang dari sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.
Koleksi uang kertas dan logam berusia ratusan tahun ini sebagai bahan edukasi terhadap setiap pengunjung pameran uang, khususnya generasi muda. Termasuk Oang produksi khusus yang dicetak pemerintah kerajaan Inggris sebagai alat pertukaran resmi untuk wilayah yang dikuasainya.
Dijelaskan Darjana, dalam pameran ini pihaknya menampilkan koleksi uang yang berkaitan dengan Bengkulu yang disebut ORIDA, atau Oeang Republik Indonesia Daerah. Ada pula mata uang Inggris saat berkuasa di Bengkulu, dan mata uang yang pernah beredar di Bengkulu.
"200 tahun Traktat London menjadi momentum memacu kunjungan wisata ke Bengkulu," imbuh Darjana.
Â
Ini Isi Perjanjian Traktat London 17 Maret 1824
Belanda menyerahkan semua dari perusahaan/bangunan yang telah didirikan pada wilayah India dan hak yang berkaitan dengan mereka. Belanda menyerahkan kota dan benteng dari Melaka dan setuju untuk tidak membuka kantor perwakilan di semenanjung Melayu atau membuat perjanjian dengan penguasanya.Belanda menarik mundur oposisinya dari kependudukan pulau Singapura oleh Britania.Britania meminta untuk diberikan akses perdagangan dengan kepulauan Maluku, terutama dengan Ambon, Banda dan Ternate.
Britania menyerahkan pabriknya di Bengkulu (Fort Marlborough) dan seluruh kepemilikannya pada pulau Sumatra kepada Belanda dan tidak akan mendirikan kantor perwakilan di pulau Sumatra atau membuat perjanjian dengan penguasanya.
Britania menarik mundur oposisinya dari pendudukan pulau Biliton oleh Belanda.Britania setuju untuk tidak mendirikan kantor perwakilan pada kepulauan Karimun atau pada pulau-pulau Batam, Bintan, Lingga, atau pulau-pulau lain yang terletak sebelah selatan dari Selat Singapura atau membuat perjanjian dengan penguasa-penguasa daerah.
Semua serah terima dari kepemilikan dan bangunan yang didirikan terjadi pada tanggal 1 Maret 1825. Hal ini di luar dari jumlah yang harus dibayarkan oleh Belanda sebesar 100.000 poundsterling sebelum akhir tahun 1825. Perjanjian ini disahkan pada tanggal 30 April 1824 oleh Britania dan tanggal 2 Juni 1824 oleh pihak Belanda.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Inggris-Belanda 1814 ini maka Kepulauan Hindia terbagi atas pengaruh dua kekuasaan tersebut, maka status Singapura, Malaka dan kawasan utara, termasuk Pulau Pinang, menjadi hak milik Inggris telah dikukuhkan. Sedangkan kawasan di sebelah selatan berada di bawah pengaruh Belanda. Pada tahun 1826, Singapura bersama-sama dengan Pulau Pinang dan Melaka digabungkan di bawah satu pemerintahan yaitu Pemerintahan Negeri-Negeri Selat.
Â
Advertisement