Liputan6.com, Sukabumi - Di tengah fenomena kasus ibu mengorbankan anaknya dampak berbagai faktor, lain cerita dengan seorang ibu asal Sukabumi ini. Waqiah (54) dedikasikan hidupnya untuk merawat sang putra Abdurrahman (17) yang divonis mengalami cerebral palsy (lumpuh otak) sejak usia 5 bulan.
Remaja yang akrab disapa Abay ini, hanya bisa terbaring di atas kasur sejak didiagnosa cerebral palsy. Segala kebutuhannya dilakukan oleh sang ibu. Saat menceritakan kondisi anaknya, Waqiah memutar kembali memori saat melahirkan putra bungsunya tersebut. Usai melahirkan, Waqiah mengalami pendarahan hebat dan kejang-kejang (eklamsia) hingga tak sadarkan diri.Â
"Qadarallah kalau periksa ke dokter, ke bidan, sehat pas lahir. Tiba-tiba dicek rumah sakit dibawa oleh bidan desa, diagnosa ibu eklamsi lahir nggak sadarkan diri, ibu masuk ICU selama dua hari. Qadarullah ibu sehat, Abay disimpan di inkubator lima hari," kata Waqiah di kediamannya, Kampung Lemah Dulur Desa Margaluyu Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi, Jumat (5/6/2024).
Advertisement
Baca Juga
Sejak lahir sampai usia lima bulan, Abay tidak menunjukkan gejala apapun. Baru setelah itu, dokter mendiagnosis Abay mengidap cerebral palsy, atau mengalami lumpuh otak.
"Usia 5 bulan udah ketahuan (cerebral palsy), pokoknya anak ibu total gak bisa apa-apa. Nyampe 2 tahun kemudian dari bidan desa diinformasikan ke desa bahwa harus dibawa ke rumah sakit, dibawa ke bunut (RSUD R Syamsudin SH) anak ini harus terapi kata dokter anak," ujarnya.
Setelah anaknya didiagnosa mengidap cerebral palsy, dengan tabah, sehari-hari Waqiah tak lepas dari mengasuh anaknya. Tak terasa, kini Waqiah telah merawat Abay yang menginjak usia 17 tahun.
Kesehariannya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dalam mengasuh Abay membuka mata banyak pihak tentang arti syukur dan ikhlas. Waqiah tidak mengeluh dengan kehidupan yang dilakoninya.
Justru, dia mensyukuri setiap aktivitasnya menjadi ibu kandung dari Abay. Dia fokus mengurus Abay di rumah, sedangkan suaminya menjadi tulang punggung keluarga menjadi petani.
Pada 2021 silam, anak bungsunya itu sempat dioperasi karena mengalami gangguan usus. Pasca menjalani proses kolostomi atau operasi usus besar tersebut, kini Abay harus menggunakan kantong kolostomi tiap kali hendak buang air besar (BAB).Â
Biaya pengobatan medis Abay selama ini ditanggung menggunakan BPJS Kesehatan. Abay juga kerap menjalani rawat jalan ke RSUD R Syamsudin SH.
Usai operasi tersebut, Waqiah kursus selama tujuh bulan kepada salah satu dokter di daerah Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi. Dia belajar cara membersihkan kolostomi agar tetap steril.
"Ususnya di luar, kan BAB lewat belakang ya sekarang udah di sini itu yang jadi itu beli kantong (kolostomi) terus. Kalau dulu BAB di pampers," ujarnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Biaya Ratusan Ribu Setiap Harinya untuk Keperluan Abay
Dia mengungkapkan, untuk keperluan Abay sehari-hari dibutuhkan biaya mencapai Rp250 ribu per harinya. Kebutuhan anaknya itu mengandalkan dari nafkah sang suami yang bekerja sebagai petani dan dari kakak Abay.
Kondisi Abay saat ini hanya bisa terbaring di atas kasur karena tidak bisa bergerak sejak mengalami lumpuh otak (cerebral palsy). Untuk makan, orang tuanya harus menyuntikkan makanan yang sudah dihaluskan melalui selang nasogastric tube atau sonde.
"Susu sekarang mah ganti aja sama yang biasa, kolostomi, pampers sehari 4 kadang 5. Ibu tidak ingin menengadahkan tangan, tapi selalu ada saja yang ikhlas membantu, mungkin hikmahnya di situ," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Desa Margaluyu Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi, Utep Sudarja mengatakan, selama ini pihaknya selalu memfasilitasi warganya tersebut ketika hendak rawat jalan atau medical check up ke RSUD R Syamsudin SH, Sukabumi.
"Kalau dari desa menangani secara medis nggak, cuman desa memfasilitasi segala fasilitas yang dibutuhkan keluarga pasien salah satunya seperti transportasi ambulans ataupun pengurusan lain tentang administrasi pasien itu sendiri," ujar Utep.
Selama ini menurutnya pemerintah desa selalu memantau kondisi Abdurahman (Abay) dan memfasilitasi tiap kali membutuhkan bantuan. Pihaknya juga akan melaporkan kondisi warganya tersebut ke Pemerintah Daerah.
"Kalau dengan pemerintah daerah belum (komunikasi) tapi dengan faskes setempat selalu dikomunikasikan dan pihak puskesmas juga hampir setiap bulan ataupun setiap misalkan ada keluhan dari pasien selalu datang mengontrol datang ke rumah pasien," sambung dia.
Advertisement