Orang Utan Kalimantan, Spesies Kunci Jaga Ekosistem Hutan

Orang utan memiliki peran sentral dalam menyebarluaskan benih di hutan, terutama melalui buah-buahan yang dikonsumsinya. Biji-biji yang disebar orang utan akan tumbuh menjadi pohon, sehingga nantinya dapat menyerap karbondioksida dan mengatur tata kelola air untuk manusia.

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 20 Jun 2024, 19:41 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2024, 18:48 WIB
Wamen LHK
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong membuka kegiatan seminar secara simbolis di acara Sebangau’s Biodiversity Fest 2024. Foto: Yayasan Borneo Nature Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Mandat penting yang diemban Taman Nasional Sebangau salah satunya adalah menjaga populasi orang utan Kalimantan (Pongo pygmaes wurmbii). Primata ini menjadi spesies kunci yang memiliki peran penting, dalam menjaga ekosistem hutan hujan tropis khususnya regenerasi hutan.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong menyebut, jika populasi orangutan di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah mengalami peningkatan. Dari total 6.080 ekor di tahun 2015, diperkiraan bertambah menjadi 8.600 ekor di tahun 2023.

"Artinya ada perkembangan positif orang utan di Taman Nasional Sebangau. Ini kabar yang sangat menggembirakan," ungkap Alue Dohong, saat acara Sebangau’s Biodiversity Fest 2024, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (20/06/2024).

Alue Dohong mengatakan, orang utan memiliki peran sentral dalam menyebarluaskan benih di hutan, terutama melalui buah-buahan yang dikonsumsinya. Biji-biji yang disebar orang utan akan tumbuh menjadi pohon, sehingga nantinya dapat menyerap karbondioksida dan mengatur tata kelola air untuk manusia.

Ia juga menyebut, orang utan sebagai flagship species atau spesies payung karena membantu melindungi spesies lainnya yang bergantung pada ekositem hutan. Apalagi orang utan memiliki daya jelajah yang sangat luas dan mampu hidup mencapai usia 50 tahun.

"Meningkatnya populasi orang utan di Taman Nasional Sebangau, salah satunya faktornya adalah terjaganya ekosistem dengan baik. Ini mengindikasikan kondisi alam yang baik untuk perkembangbiakan orang utan," tambahnya.

Pria berdarah Dayak ini juga menyinggung terkait revisi Undang-undang No. 5 TAHUN 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE). Menurutnya, jika revisi undang-undang tersebut telah setujui, maka akan mempermudah kinerja jajarannya dalam mengakomodir pengelolaan KSDHAE di Indonesia, termasuk orang utan liar.

Sekedar informasi, Sebangau’s Biodiversity Fest 2024 merupakan ajang unjuk mengajak masyarakat menjaga keanekaragaman hayati di Taman Nasional Sebangau. Acara tersebut terselenggara berkat kerja sama Balai Taman Nasional Sebangau dengan Yayasan Borneo Nature Indonesia.

Acara yang berlangsung selama 2 hari ini, sejak 19-20 Juni 2024 menampilkan berbagai pameran, seperti produk pemberdayaan masyarakat, fotografi, lukisan dan seminar terkait orang utan. Hal tersebut juga menjadi momentum untuk memberikan ruang diskusi ilmiah terhadap keanekaragaman hayati khususnya orang utan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya