Liputan6.com, Jakarta - Jakarta kerap mencatat Indeks Kualitas Udara (AQI) yang buruk, termasuk beberapa hari belakangan ini. Situasi itu membuat sejumlah pelari asing peserta BTN Jakarta International Marathon 2024 sempat pertanyakan kondisi polusi udara Jakarta.
Lalu apa tanggapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang kondisi tersebut? Menurut Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro, kualitas udara di Jakarta memang termasuk buruk belakangan ini tapi masih termasuk sedang seperti di hari ini, Kamis (20/6/2024).
Baca Juga
Hal itu mengacu pada pantauan atau Monitoring Kualitas Udara di Jabodetabek dari Indeks Standar Pencemaran Udara(ISPU). Sebagian besar wlayah Jakarta di hari ini berwarna biru yang termasuk kategorri Sedang.
Advertisement
Itu berarti tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika. Sedangkan di daerah Cimanggis dan Bekasi termasuk dalam warna Kuning yang berarti Tidak Sehat. Di kategori ini, tingkat kualitas udara bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
"Kondisi kualitas udara di Jabodetabek termasuk dinamis, terutama di Jakarta. Kalau ada hujan itu bisa membersihkan udara di atmosfer itu sehingga udaranya bagus. Begitu juga di Jakarta yang sementara ini masih masuk kategori Sedang," terang Sigit saat ditemui di kantor KLHK, Kamis (20/6/2024).
"Jadi (sambil menunjuk wilayah Jakarta Pusat yang jadi lokasi BTN Jakarta International Marathon 2024), di sini masih termasuk kategori warna biru, itu untuk hari ini. Situasinya masih bisa berubah tapi sejauh ini masih cukup terkendali," sambungnya.
Pengaruh Hujan Terhadap Kualitas Udara
Di sisi lain, kualitas udara Jakarta pada Rabu, 19 Juni 2024 pagi menjadi yang terburuk ketiga di dunia. Penilaian ini berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir.
Berdasarkan pantauan pada pukul 05.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 177 dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2.5, yang berarti masuk kategori tidak sehat. Meski begitu, menurut Sigit Reliantoro kondisi udara saat ini tidak separah pada 2023.
"Sebetulnya kita belum separah di waktu tahun 2023, karena sekarang masih ada hujan di beberapa minggu. Karena ada hujan, jadi itu bisa membersihkan udara di atmosfer itu sehingga udaranya bagus, misalnya di hari kemarin ya, habis hujan, kelihatan udaranya mulai pulih," terang Sigit.
Sigit menambahkan, sebenarnya pola perburukan kualitas udara pada Juni, Juli dan Agustus sudah menjadi pola tahunan sejak 1998. Namun, seiring perkembangan zaman, kondisinya berubah karena adanya fenomena perubahan iklim hingga berbagai faktor lainnya seperti industri dan transportasi.
Sementara menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani, ada beberapa faktor penyebab pencemaran udara di wilayah Jabodetabek. Salah satu faktor utamanya adalah emisi kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah tersebut.
"Sumber pencemaran itu banyak dari kendaraan bermotor, emisi kendaraan bermotor, baik kendaraan pribadi, niaga, baik itu motor maupun kendaraan roda empat. Ini yang pertama," ungkapnya.
Advertisement
Memonitor Kualitas Udara di Jabodetabek
Selain itu, kegiatan usaha industri juga menjadi salah satu faktor pencemaran udara di wilayah Jabodetabek. Salah satu yang dimaksud kegiatan usaha itu adalah operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pabrik semen, peleburan logam, juga kegiatan lain yang menggunakan energi dari batubara.
Tak hanya itu, ia menyebutkan, pencemaran udara juga diakibatkan adanya pembakaran terbuka yang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan, kegiatan konstruksi yang dilakukan juga ikut berkontribusi terhadap pencemaran udara.
"Konstruksi itu membuka lahan luas kemudian kalau mereka tidak mengelola, mengendalikan debu-debunya maka akan lepas dan jadi polusi,” katanya.Rasio mengingatkan semua pihak untuk ikut menjaga kondisi lingkungan masing-masing agar tidak mencemari lingkungan. Mulai dari tidak melakukan pembakaran di ruang terbuka, mengendalikan debu dari kegiatan konstruksi, dan lainnya.
Saat ini KLHK terus memonitor kualitas udara di wilayah Jabodetabek melalui alat pemantau kualitas udara (Air Quality Monitoring System-AQMS) yang tersebar di 15 titik. Hasil pemantauan kualitas udara tersebut menjadi alat pengambil keputusan termasuk untuk mendukung upaya penegakan hukum.
Pihaknya juga melakukan pemantauan terhadap perusahaan yang memiliki potensi menjadi penyebab pencemar udara. Dalam catatan KLHK, ada 987 industri menengah dan besar yang memiliki akun untuk pelaporan dalam program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (Proper). Dari jumlah tersebut, ada sebanyak 573 perusahaan yang telah dibina dan diawasi melalui mekanisme proper.
Rute Jakarta International Marathon 2024
Sementara itu, BTN Jakarta International Marathon (JAKIM) 2024 eisi perdana akan berlangsung akhir pekan ini, Minggu, 23 Juni 2024. Terkait penanggulangan polusi udara, yang sebenarnya membuat olahraga luar ruang jadi kurang ideal, Race Director BTN Jakarta International Marathon Satrio Guardian menyebut bahwa itu merupakan tanggung jawab bersama.
"Pertanyaan itu (seputar AQI) muncul tahun kemarin," katanya di weekly press briefing Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang berlangsung hybrid, Rabu, 19 Juni 2024. "Tahun ini, pertanyaan (terkait polusi udara Jakarta) mulai berkurang."
Pihaknya mengaku terus memantau AQI di Jakarta. "Minggu ini cukup kondusif, karena beberapa waktu juga sempat hujan," menurut Satrio.Risiko polusi udara, ia menambahkan tidak memengaruhi minat pelari, baik dalam maupun luar negeri.
Disebutkan bahwa di antara 15 ribu peserta JAKIM 2024, 200 di antaranya adalah pelari asing dari 32 negara. Satrio menjelaskan, ada tiga kategori di event olahraga tersebut, yakni 10k, half marathon, dan full marathon. "(Rutenya dimulai dari) silang barat laut, di depan Monas, lalu belok ke arah Gunung Sahari. Para pelari nantinya akan melewati Masjid Istiqlal dan Lapangan Banteng, kemudian menuju Veteran dan Vetean III."
Satrio menambahkan, para pelari akan melewati bagian depan Istana Negara dan menuju Bundaran HI. "Terus bergerak ke arah Rasuna Said dan Mampang Prapatan, sampai akhirnya bisa finish di dalam Gelora Bung Karno (GBK)," kata dia.
Advertisement