Menguak Tradisi Jamasan Tosan Aji

Penciptaan tosan aji merupakan proses unik dan pengejawantahan ilmu pengetahuan sangkan paraning dumadi. Sebagai analogi, proses terciptanya jabang bayi adalah peristiwa peleburan dua unsur (kedua unsur ragawi, kedua unsur jiwani) pada saat saresmi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Jul 2024, 20:51 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2024, 18:18 WIB
Jamasan Tosan Aji
Jamasan Tosan Aji

Liputan6.com, Yogyakarta - Taman Sesaji adalah ruang tradisi yang eksis dengan kegiatan-kegiatan tradisi yang melibatkan sesaji didalamnya. Kali ini, Taman sesaji yang digerakkan oleh Ki Hangno Hartono dan Eko Hand merespons tradisi jamasan tosan aji dengan menggandeng seorang praktisi tosan aji Ki Tedjo Murtopo.

Selain sebagai pelestari dan pemerhati, Ki Tedjo juga menekuni seni tempa tosan aji, yang pada masa lalu disebut empu jamasan tosan aji yang berkaitan dengan tradisi sesaji.

Penciptaan tosan aji merupakan proses unik dan pengejawantahan ilmu pengetahuan sangkan paraning dumadi. Sebagai analogi, proses terciptanya jabang bayi adalah peristiwa peleburan dua unsur (kedua unsur ragawi, kedua unsur jiwani) pada saat saresmi.

Demikian juga dengan tosan aji yang terjadi akibat peleburan antar material yang digunakan. Tanpa adanya peleburan (dalam titik didih yang berbeda) antar material bilah-bilah tosan aji yang diinginkan tidak akan terjadi.

Kemudian pada saat bilah tosan aji sudah jadi, maka sang empu memberikan narasi kepada pemesannya bahwa tosan aji tersebut adalah paparan  dari refleksi kehidupan dari sang pemesan itu sendiri. Bilah tosan aji adalah media untuk mengenali diri dan asal-usul (sangkan paran) dan juga penegas pemahaman bahwa tosan Aji adalah "rewang” kanggo leladi kamulyaning manungsa. Suatu konsep tegas tosan aji adalah perangkat atau piranti sebagai alat bantu manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup menuju sangkan urip.

Eksoteri dan isoteri melekat pada tosan aji dan tidak bisa dipisahkan. Hal ini juga yang mendasari tosan aji juga tidak bisa dipisahkan dari sesaji.

Sesaji adalah rumusan pengetahuan sebagi bentuk atau wujud atau simbol pemuliaan manusia manusia kepada Sang Maha Hidup juga merupakan bentuk atau wujud atau simbol kesepakatan antara manusia dengan alam semesta dan entitas hidup lainya.

Dalam tradisi sesaji yang berkaitan dengan tosan aji mengenal adanya sesaji yang mengacu pada hari baik untuk melakukan sesaji. Dalam tosan aji dan juga mengenal adanya sesaji yang mengacu pada tayuh.

Menurut Eko Hand, sesaji yang mengacu pada tayuh ini bisa dimaknai sebagai refleksi interaksi manusia dengan tosan aji secara pribadi sehingga manusia mendapatkan informasi terkait tradisi sesaji dan tata cara lainnya. Informasi yang dimaksud meliputi, nama empu pembuat tosan aji tersebut, penamaan tosan aji, pemesan, maksud, tujuan, dan kegunaan, serta kata kunci berupa mantra untuk pemanfaatan daya tosan aji tersebut secara maksimal.

“Ada dua alasan kenapa dilakukan jamasan tosan aji,” ujarnya.

Pertama, karena mengacu pada tradisi periodik yang disebut hari tumpak landep, yaitu hari tumpak kasih (Sabtu Kliwon) yang berada di Wuku Landep.

Hari ini dimaknai sebagai hari landep (tajam) maka disepakati bahwa hari tumpak kasih yang jatuh pada Wuku Landep untuk melakukan pembersihan pusaka (tosan aji) agar pusaka kembali suci, setajam kondisi awal dan tetap bertuah bahkan lebih kuat lagi tuahnya. Dengan isitilah lain dipasupati kembali.

Dengan mengacu pada versi ini sesajinya berupa bubur sangkan paran, bubur sengkala, tumpeng putih, ingkung, lauknya ikan asin dan terasi merah, sedah (sirih), kelapa puyuh muda dan buah-buahan.

Pada era Mataram Sultan Agung terjadi pergeseran periodik dari acuan wuku setiap 210 hari sekali ke acuan sasi (bulan) dalam tarik kalender jawa 355 hari sekali pada Jumat Kliwon bulan Suro sesajinya, Tradisi ini masih tetap berlangsung dengan mengacu pada Jumat Kliwon untuk Keraton Yogyakarta dan malem Selasa Kliwon untuk Keraton Pakualaman.

Faktor yang kedua, jamasan dilakukan dengan alasan situasional, yaitu karena pusaka berkarat, terkena noda atau terkena darah karena dipakai untuk menikam atau alasan lainnya.

“Sesaji  untuk jamasan hari ini yang sering saya temui antara lain ingkung, tumpeng robyong dan kembang setaman,” ucapnya.  

Sementara Ki Hangno Hartono menyampaikan, jamasan tosan aji adalah peristiwa budaya yang unik sangat membahagiakan. Jika dimaknai pada kondisi sosial hari ini memang peryataan Ki Hangno Hartono ini benar adanya, karena peristiwa ini menjadi tradisi yang sudah jarang dilakukan oleh kebanyakan orang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya