Liputan6.com, Cirebon Salah satu warisan seni dan budaya Cirebon yang masih eksis hingga saat ini adalah kerajinan kain batik. Kawasan Desa Trusmi menjadi salah satu sentra produksi dan eksistensi batik Cirebon.
Goresan canting berisi malam tak sekadar menjadi hiasan menarit dan estetik di atas kain. Batik Peranakan menjadi salah satu produk seni budaya yang lahir dari kawasan Desa Trusmi Kabupaten Cirebon.
Uniknya, batik peranakan Cirebon ini dibuat oleh warga Cirebon yang merupakan peranakan Tionghoa. Salah satu pelaku bisnis batik peranakan Cirebon, Indrawati atau akrab disapa Yang Giok mengatakan, batik peranakan merupakan produk hasil dari aktivitas masyarakat tempo dulu.
Advertisement
Baca Juga
"Batik peranakan dan trusmi sama saja hanya karena kita dari peranakan tionghoa jadi membuat satu kekhususan batik peranakan. Waktu itu ya yang membatik orang Tionghoa yakni ayah saya," kata Giok di kediamannya Jalan Kanoman Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon, Rabu (21/8/2024).
Giok mengaku saat itu sang ayah menjadi salah satu warga peranakan Tionghoa yang mendapat izin membuat batik keraton dari Keraton Kasepuhan Cirebon. Seperti motif wadasan, sunyaragian, batik sawat penganten hingga sawat romo.
Di sela membuat batik keratonan, sang ayah membuat lagi batik yang terinspirasi dari perkawainan China dan Sunan Gunung Jati. Ia menyebutkan, batik peranakan Cirebon tidak jauh dari asal usulnya yakni wadasan atau mega mendung.
"Yang membedakan di batik peranakan ada motif boneka Tionghoa, ada piring China, karena perkawinan putri China dengan Gunung Jati membawa perubahan, membawa piring keramik sehingga jadi mewarnai. Ide itu datang dari perkawinan Sunan Gunung Jati dengan Putri Ong Tien. Kita orang Tionghoa ya orang peranakan," ujar Giok.
Batik Ekslusif
Ia mengatakan, hingga saat ini batik peranakan Cirebon masih eksis dan sudah diturunkan ke generasi berikutnya. Keluarganya juga masih aktif memproduksi dan menjual batik peranakan.
Giok mengatakan, produksi batik peranakan milik keluarganya sudah terlampau banyak. Bahkan, dalam prosesnya, ia tidak menyediakan display produk batik peranakan.
"Untuk satu batik tulis yang kasar prosesnya 2 sampai 3 bulan, yang halus bisa sampai 8 bulan sampai satu tahun karena detil dan full batik tulis. Kalau kita banyak pakai katun, sutera tidak terlalu membudaya karena selain bahan mahal, kemudian membuat motif tidak sehalus seperti katun," ujarnya.
Giok mengaku, pada perjalanannya, batik peranakan yang dibuat sifatnya ekslusif. Bahkan, Giok menyebutkan selalu menjual batik kepada pembeli yang benar-benar suka atau sangat mengerti batik dan cinta kepada seni.
Menurutnya, batik tulis tidak murah jika dalam proses pembuatannya benar-benar sangat ekslusif. Harga batik peranakan Cirebon yang dibuatnya mulai dari Rp 1,5 juta per kain ukuran 2x25 untuk sarung, untuk kain panjang 2,5 meter berbeda harga.
"Ada 10 sampai 15 orang perajin tulis kerja dirumah karena kadang perajin ada yang mau. Karena kalau tulis itu berbarengan dengan emosi perajinnya, tergantung suasana hati, kalau mau membatik ya dibuat kalau suasana hati tidak baik ya tak membuat dan kami tidak bisa melarang," ujar Giok.
Advertisement