Liputan6.com, Kendal - Pengembangan budidaya air tawar menjadi langkah strategis untuk mencapai ketahanan pangan, meningkatkan kesehatan, mengatasi pengangguran, serta mendukung kesejahteraan dan pembangunan daerah. Di Desa Karangsari, Kecamatan Kota Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan petambak. Hal ini didukung oleh keberadaan sungai dengan aliran air asin atau payau yang ideal untuk budidaya perikanan.
Salah satu pemilik tambak, Marsudi, memiliki empat jenis kolam, yaitu kolam bundar berdiameter 8 meter dengan kapasitas 50 m³, kolam limbah, kolam tandon, dan kolam tanah untuk budidaya berukuran 2 x 500 m². Dalam menjalankan usahanya, Marsudi memilih sistem budidaya super intensif. Kolam bundar dijadikan pilot project untuk metode ini, mengingat nilai ekonominya yang lebih tinggi dibandingkan komoditas lain seperti bandeng, lele, atau ikan air tawar lainnya.
Namun, Marsudi mengakui adanya kendala dalam sistem pemantauan kualitas air tambak yang masih dilakukan secara manual. Proses ini membutuhkan banyak tenaga kerja, yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional. “Kami memerlukan teknologi terjangkau yang dapat mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja sekaligus meningkatkan efisiensi,” ungkapnya.
Advertisement
Baca Juga
Untuk menjawab tantangan ini, Tim Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dipimpin oleh Trio Adiono, mengimplementasikan teknologi Water Quality Monitoring. Program ini didanai melalui skema Pendanaan PM Top-Down ITB, yang bertujuan memberikan solusi praktis atas permasalahan di daerah dengan melibatkan dosen berkompeten dalam bidang terkait.
Teknologi Water Quality Monitoring dirancang untuk memudahkan pembudidaya memantau kualitas air secara real-time dari mana saja. Alat ini dilengkapi dengan sensor untuk mengukur berbagai parameter, seperti pH, DO (Dissolved Oxygen), TDS (Total Dissolved Solid), kelembapan udara, suhu udara, dan suhu air. Selain itu, perangkat ini memiliki pelampung dan panel surya di bagian atas, sehingga dapat beroperasi secara mandiri menggunakan energi matahari.
Pada 31 Juli 2024, instalasi alat ini dilakukan di tambak udang vaname milik Marsudi di Betahmalang, Desa Karangsari. Proses instalasi dilakukan oleh Tim ITB yang terdiri dari Feiza Alfi, Imran Abdurrahman, dan Sandi Pamungkas.
Penggunaan alat ini diharapkan dapat memantau kualitas air secara akurat, sehingga pembudidaya dapat mengambil tindakan preventif lebih dini apabila terjadi perubahan parameter. Dengan demikian, produktivitas budidaya udang dapat dioptimalkan, sekaligus menekan biaya operasional.
“Harapan kami, inovasi ini dapat membantu pembudidaya meningkatkan hasil panen sekaligus menjaga kelangsungan budidaya yang ramah lingkungan,” tutup Prof. Trio.