80 Petugas Pencatatan Stok Karbon Mangrove Jalani Pelatihan di Yogyakarta

Indonesia masih kesulitan bagaimana mencatat stok karbon mangrove di Indonesia padahal Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2e menjadi 398 juta ton CO2e pada tahun 2030.

oleh Yanuar H diperbarui 29 Nov 2024, 23:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2024, 23:00 WIB
PLN Nusantara Tanam 5.000 Mangrove di Ecomarine Muara Angke
Tanaman mangrove ini juga telah berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 3.800 Ton CO2 per tahun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kawasan hutan mangrove memiliki potensi yang besar untuk mengurangi emisi karbon yang diproduksi di Indonesia. Sehingga UGM melatih 80 orang peneliti dan petugas pencatatan serapan karbon mangrove yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

“Nah mangrove ini memiliki potensi untuk menyimpan karbon jadi sebagai karbon sink. Di pohonnya dan juga di tanahnya, di bawahnya. Di tanahnya itu justru lebih banyak. Sekitar 70-80 persen penyerapan karbon itu justru di tanahnya,” kata Dosen Fakultas Geografi UGM Muhammad Kamal, di sela-sela Pelatihan Ecosystem-Based Approach (Eba) untuk Konservasi Mangrove dan Pemetaan Stok Karbon Permukaan Mangrove untuk Mendukung Program Indonesia’s Folu Net Sink 2030 di Yogyakarta, Rabu 20 November 2024.

Kamal menjelaskan mangrove memiliki kemampuan dalam menyimpan karbon baik di pohon mangrove itu sendiri atau di tanah tempatnya tumbuh. Sehingga menjadikan mangrove sangat berpotensi besar dalam mengurangi emisi karbon yang diproduksi di Indonesia.

Menurutnya Indonesia memiliki sumber daya mangrove yang cukup besar maka perlu menjaga sehingga kelestarian mangrove itu. "Keberadaan hutan mangrove ini potensial meningkatkan serapan karbon sehingga Indonesia memiliki peran cukup signifikan dalam mitigasi perubahan iklim dan pemanasan global."

Kamal mengatakan saat ini penguasaan pencatatan soal pemetaan stok karbon yang dihasilkan oleh mangrove ini belum cukup baik. Karena memerlukan keahlian dan keterampilan sendiri dalam melakukan pencatatan dan pemetaan stok karbon mangrove. “Kita memberikan pelatihan kemampuan untuk mengestimasi, menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam pohon mangrove,” kata Kamal.

Menurutnya, para peserta pelatihan yang terdiri dari 80 orang yang berasal dari berbagai instansi ini dapat membawa keahlian yang sudah dikuasai kembali ke daerah asal mereka dan menggunakannya untuk menghitung jumlah carbon sink yang diserap oleh mangrove di daerah masing-masing, supaya jumlah emisi karbon yang berkurang karena adanya mangrove di berbagai daerah di Indonesia dapat diketahui.

Danang Sri Hadmoko, Dekan Fakultas Geografi UGM mengatakan kegiatan pelatihan ini tidak hanya terbatas dari teori dan praktik saja, tetapi juga peningkatan SDM dan pengembangan talenta para peserta. Menurutnya, pelatihan ini merupakan salah satu usaha strategis bagi Indonesia dalam hal pengelolaan lingkungan. “Kata kunci pelatihan ini adalah sustainable land management. Semua vegetasi dapat hidup apabila landscape terjaga,” ujar Danang.

Kepala Pusdiklat KLHK RI, Kusdamayanti, menyebut pentingnya pelatihan pencatatan dan pemetaan stok karbon mangrove ini untuk meningkatkan kualitas SDM. Keberagaman peserta pelatihan akan membawa keuntungan karena peserta datang dari berbagai daerah. “Harapannya, para peserta dapat mengaplikasikan materi yang telah dipelajari di daerah masing- masing,” ucapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya