Liputan6.com, Solo - Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi atau adat pernikahan yang unik dan berbeda, termasuk di Solo. Tradisi ini juga meliputi busana yang dikenakan oleh pasangan pengantin.
Mengutip dari surakarta.go.id, dalam upacara pernikahan adat Solo memiliki ciri khas pakaian tersendiri. Tradisi ini disebut dengan adat pernikahan Gaya Surakarta.
Advertisement
Perkembangan busana pernikahan Gaya Surakarta mendapat pengaruh dari budaya keraton. Pada 1921 atau ketika Raja Hamengku Buwono VIII berkuasa, budaya tersebut menembus keluar tembok keraton dan mulai diikuti oleh masyarakat sekitar hingga kini.
Advertisement
Baca Juga
Busana pengantin Gaya Surakarta dibagi dalam dua jenis, yaitu busana adat gaya Solo Putri dan gaya Solo Basahan. Keduanya tentu memiliki ciri khas yang menjadi pembeda.
Busana pengantin Gaya Solo Putri memiliki ragam kebaya kutu baru dan kin. Untuk pengantin pria, gaya pakaian ini tampil memukau dengan jas sikepan dan kain.
Adapun dalam busana pengantin Gaya Solo Basahan, pengantin mengenakan dodot atau kampuh. Itu adalah kain panjang yang dibentuk menyerupai pakaian dengan bantuan jarum dan tali.
Pada bagian bahu pakaian pengantin wanita dibuat terbuka, seperti kemben. Untuk pengantin pria dibuat terbuka pada bagian perut ke atas.
Tak hanya secara tampilan, busana pernikahan adat Solo juga wajib dilengkapi dengan berbagai atribut atau aksesori. Pada atribut busana pernikahan pria ada blangkon yang berfungsi sebagai penutup kepala.
Blangkon dibentuk dari lilitan kain batik hingga memiliki bentuk mirip seperti topi. Namun bukan sembarang penutup kepala, blangkon dalam masyarakat Jawa memiliki makna filosofis berupa pengharapan dan nilai-nilai hidup.
Selain blangkon, ada juga beskap. Beskap adalah atasan busana sejenis jas, tetapi tidak berkerah lipat. Terdapat kancing yang dikaitkan dengan aksen menyamping.
Sementara itu, untuk busana pernikahan wanita menggunakan atasan yang disebut kebaya. Warna kebaya yang digunakan umumnya adalah yang berwarna gelap dengan bahan beludru.
Namun, masuknya budaya modern melahirkan banyak inovasi pada busana pengantin Gaya Surakarta. Hal itu juga terkait model dan warna kebaya yang saat ini lebih beragam.
Adapun kedua mempelai pengantin akan mengenakan kain batik yang sama. Umumnya, mereka akan mengenakan batik dengan motif sido mulyo, sido asih, dan sido mukti.
Tak sekadar dililitkan, kain batik itu dikenakan dengan bagian depan yang dibuat wiru atau lipatan-lipatan. Jumlah wiru biasanya ganjil, misalnya 9, 11, maupun 13.
Wiru merupakan akronim dari wiwiren aja nganti kleru. Filosofinya adalah agar menciptakan suasana yang harmonis bagi mempelai.
Saat ini, tradisi pernikahan dan budaya ini masih terus diterapkan dalam upacara adat pernikahan di Solo. Busana pernikahan adat Solo yang unik menambah keindahan dalam sakralnya upacara pernikahan.
Penulis: Resla