Gembira Tanpa Gadget, Bocah-Bocah Kudus Tertawa Riang saat Dolanan Tempo Dulu

Anak-anak dengan arahan sejumlah relawan pegiat budaya lokal Kudus, bermain egrang, egrang bathok, estafet kayu, dakon, lompat tali, dino boi dan lainnya secara bergantian

oleh Tim Regional diperbarui 22 Jan 2025, 18:30 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 18:30 WIB
Wajah wajah gembira anak-anak saat bermain bersama di Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus. (Liputan6.com/Arief Pramono)
Wajah wajah gembira anak-anak saat bermain bersama di Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus. (Liputan6.com/Arief Pramono)... Selengkapnya

Liputan6.com, Kudus - Sorak sorai penuh kegembiraan mewarnai wajah belasan anak-anak, saat bermain bersama di Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus Jawa Tengah.

Anak-anak perempuan dan laki-laki yang berasal dari sejumlah desa yang berada di lereng Pegunungan Muria Kudus ini, bukanlah tengah asyik main bareng game online di gadget mereka. Namun mereka memainkan bermacam-macam permainan tradisional.

Meski berada di bawah cuaca mendung Selasa sore (21/1/2025), kondisi tersebut tak mengurangi kegembiraan mereka. Anak-anak dengan arahan sejumlah relawan pegiat budaya lokal Kudus, bermain egrang, egrang bathok, estafet kayu, dakon, lompat tali, dino boi dan lainnya secara bergantian.

Agenda bermain bersama ini dilaksanakan, setidaknya untuk mengedukasi anak-anak supaya bisa sejenak melupakan dari ketergantungan gadget dan media social yang dampaknya luar biasa. Sejumlah relawan pun tampak bersabar mengenalkan satu persatu jenis permainan tradisional yang masih dianggap barang aneh bagi anak-anak.

Anak-anak diajak mengeksplorasi berbagai permainan tradisional tempo dulu yang kini sudah jarang ditemukan. Upaya kecil yang dilakukan Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan Kudus ini, bertujuan mensosialisasikan kampanye darurat gadget melalui kegiatan permainan tradisional.

Kegiatan bermain bersama yang diinisiasi para relawan di kampung budaya setempat, sejalan dengan rencana Pemerintah menyiapkan aturan baru pembatasan usia anak bermedia sosial. Regulasi ini dirancang untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk akibat penggunaan media sosial yang tidak sesuai dengan usianya.

Dalam rancangan itu, terdapat pengelompokan usia anak mulai dari 3 tahun hingga 17 tahun. Setiap kelompok usia memiliki batasan konten dan akses media sosial yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan mereka.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Wacana Pembatasan Usia Pengguna Medsos

Upaya merawat budaya dan kesenian local Kota Kudus, mengantarkan nama Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan dikenal di level nasional. (Liputan6.com/Arief Pramono)
Upaya merawat budaya dan kesenian local Kota Kudus, mengantarkan nama Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan dikenal di level nasional. (Liputan6.com/Arief Pramono)... Selengkapnya

Wacana pembatasan usia dalam penggunaan media social, mencuat saat Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat bersama Menteri Komunikasi dan Digital (Menkodigi) Meutya Hafid pada pertengahan Januari Senin 2025 lalu. Pertemuan itu membahas strategi pemerintah melindungi anak-anak di ruang-ruang digital.

“Saat ini anak-anak banyak yang terpapar gadget dan teknologi. Nah dalam bermain bersama yang rutin kami gelar setiap Selasa dan Jumat, sebagai upaya kecil kami menyelamatkan anak-anak dari dampak negatif gadget,” ujar Freeda Jaharotun Nafisah selaku penggagas kegiatan kepada Liputan6.com.

Ida menyadari bahwa permainan tradisional perlu dikenalkan kepada anak-anak, agar keberadaan salah satu kearifan local tersebut tidak punah. Selain itu, permainan tradisional juga mempunyai banyak manfaat positif bagi tumbuh kembang anak dan lingkungan sosialnya.

"Sekarang ini banyak anak-anak kecanduan HP. Jika kondisi itu tidak segera dibatasi, maka dampak negatif kepada mereka dikhawatirkan muncul dari kecanduan HP,” tukas Ida sapaan akrabnya.

Ia menyebut bahwa anak-anak yang kecanduan gadget, mereka lebih mudah marah dan tantrum. Karena itu, melalui aksi bermain bersama ini supaya anak-anak bisa membangun hubungan sosial dengan teman dan keluarga dengan lebih baik.

Ungkapan senada juga dilontarkan Ika Lutfiati Putri, salah satu pendamping kegiatan bermain bersama di Kampung Budaya Piji Wetan ini. Remaja putri berusia 20 tahun ini juga sepakat, jika permainan tradisional harus dilestarikan dan dikenalkan kepada anak-anak.

“Tentunya langkah tersebut juga untuk mengurangi ketergantungan mereka untuk bermain media sosial dan gadget. Sebab berdampak pada kesehatan mata, kondisi mental serta tingkat emosional anak-," terang Ika.

Sementara itu, kegembiraan serupa juga diungkapkan Bella Salsabila. Bocah yang duduk di Kelas IV SD ini, rela datang jauh-jauh dari Desa Dersalam untuk membaur bermain bersama belasan anakp-anak lainnya.

Pelajar putri SDN Dersalam ini diantar kedua orang tuanya ke Kampung Budaya Piji Wetan. Meski masih asing dengan sejumlah permainan tradisional itu, Bella mengaku sangat senang dengan keseruan bermain bersama sambil berolahraga.

"Sangat seru sih, aku bisa lebih mengenal permainan tradisional sambil berolahraga, sehingga tidak cuma rebahan dan bermain gadget di rumah," kata Bella.

 

Historia Lahirnya Kampung Budaya Piji Wetan

Wajah wajah gembira anak-anak saat bermain bersama di Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus. (Liputan6.com/Arief Pramono)
Wajah wajah gembira anak-anak saat bermain bersama di Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus. (Liputan6.com/Arief Pramono)... Selengkapnya

Keberadaan Kampung Budaya Piji Wetan kini memang tengah populer di Kota Kudus. Kampung yang berada di Desa Lau ini dikenal masyarakat sebagai kampung budaya. Sejak tahun 2015 silam, kampung ini konsisten menggelar berbagai kegiatan yang mengangkat budaya lokal desa.

Upaya merawat budaya dan kesenian local Kota Kretek, mengantarkan nama Komunitas Kampung Piji Wetan dikenal di level nasional. Pada tahun 2020, komunitas ini berhasil menyabet juara 2 nasional dalam lomba "Cerita Budaya Desaku". Lomba tersebut diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada pertengahan tahun 2020.

Di kampung ini, masyarakat tidak hanya menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi juga terus menghidupkan seni, tradisi, dan nilai-nilai luhur khususnya ajaran dari Raden Umar Said, atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Muria.

Kampung Budaya Piji Wetan seolah mengajak siapa pun yang datang untuk kembali pada akar budaya. Masyarakat Piji Wetan pun percaya bahwa seni bukan sekadar hiburan saja. Namun salah satu cara untuk mengenalkan identitas dan kebanggaan pada generasi muda.

Bukan hanya seni pertunjukan, desa setempat juga terkenal dengan seni rupa dan aktivitas budaya lain. Seperti pembuatan batik tulis dan pembuatan berbagai kerajinan berbahan bambu. Kehadiran kampung budaya ini tak terlepas dari peran Ahmad Zaeni, sebagai salah satu inisiatornya.

Awal mula Kampung Budaya Piji Wetan dari guyonan atau candaan kecil Ahmad Zaeni. Namun candaan tersebut berkembang menjadi sebuah kenyataan hingga saat ini. Di kampung budaya ini mengajarkan cara hidup harmonis dan mengarungi zaman tanpa terjebak arus negatif.

(Arief Pramono)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya