Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau masyarakat di kawasan Jalan Ken Dedes, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Provinsi Bali, meningkatkan kewaspadaannya usai terjadi gerakan tanah yang menyebabkan lima orang meninggal dunia Senin (20/1/2025) pukul 07.00 Wita.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, imbauan itu karena diperkirakan daerah tersebut masih sangat rawan terjadi gerakan tanah dan curah hujan yang masih tinggi maka sebagai langkah antisipasi potensi longsoran susulan.
Baca Juga
"Masyarakat agar mengutamakan keselamatan dan tidak berkumpul di area bencana gerakan tanah karena masih memungkinkan terjadi longsoran susulan.Masyarakat terdampak bencana segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman," terang Wafid dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Rabu (22/1/2025).
Advertisement
Wafid mengatakan rumah yang rusak berat dan berada di area longsoran disarankan saat ini dikosongkan. Akibat gerakan tanah tersebut dilaporkan lima rumah tertimbun material longsor dan tiga orang terluka.
Wafid menyebutkan mendatang, pengembangan pemukiman jangan dilakukan di bawah longsoran atau sekitar tebing curam atau terjal.
"Bencana gerakan tanah yang terjadi diperkirakan berupa longsoran. Longsoran pada tebing belakang rumah warga menunjukan terjadinya tipe longsoran cepat berupa longsoran translasi," ungkap Wafid.
Wafid menerangkan rekomedasi penanggulangan longsor dengan melakukan perkuatan lereng atau penambatan tanah dengan pondasi yang menembus batuan dasar.
Serta menurunkan geometri lereng pada daerah yang sudah longsor dan daerah yang berpotensi longsor.
"Tujuannya pada material longsoran ini untuk mengurangi pergerakan material longsor dan menambah gaya penahan agar tidak terjadi longsor," sebut Wafid.
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah pada Bulan Januari 2025 di Kota Denpasar, Provinsi Bali (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-PVMBG), lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah rendah.
Pada zona kerentanan gerakan tanah rendah adalah wilayah yang mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah lebih dari 5-10 persen dari total populasi yang ada.
"Pada zona ini yaitu gerakan tanah rendah, yang dapat diartikan bahwa gerakan tanah dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir atau lereng curam, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan," lanjut Wafid.
Wafid menuturkan gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali jika dipicu oleh curah hujan tinggi dan atau gempa bumi.
Gerakan tanah dapat terjadi dari lereng landai dikisaran 3-9 derajat sampai lereng curam lebiih dari 36 derajat dan tergantung pada kondisi geologi setempat.
"Penyebab terjadinya gerakan tanah diperkirakan karena hujan dengan intensitas tinggi yang turun sebelum kejadian gerakan tanah. Kemiringan lereng yang curam di sekitar lokasi gerakan tanah. Sifat tanah pelapukan vulkanik yang sarang dan mudah luruh dan pembangunan tembok penahan yang tidak sesuai kaidah teknis," sebut Wafid.
Agar kejadian yang samam tidak terulang, Wafid meminta seluruh kelompok masyarakat tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kestabilan lereng, seperti pemotongan lereng yang tidak sesuai kaidah geologi teknik, dan tidak melakukan penebangan pohon-pohon besar dengan sembarangan.
Sealin itu disarankan membuat dinding penahan lereng hingga ke batuan dasar. Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat diperlukan untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah.
"Masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah)," jelas Wafid.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Denpasar (M.M. Purbo-Hadiwidjojo, dkk., Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, 1998), batuan penyusun di daerah bencana di lokasi bencana termasuk kedalam satuan Batuan Gunungapi Kelurahan Buyan Bratan dan Batur (Qpbb).
Satuan ini terdiri dari tuf dan lahar. Tidak terdapat struktur geologi berupa sesar, lipatan, maupun kelurusan di sekitar lokasi gerakan tanah.
4 Langkah Antisipasi Potensi Tanah Longsor
Dicuplik dari kanal Regional, Liputan6, memasuki musim penghujan menyebabkan adanya potensi terjadinya bencana tanah longsor akibat kemiringan tanah yang cukup curam dan terjal di beberapa titik daerah di Indonesia.
Tanah longsor sendiri merupakan fenomena perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Secara sederhana, longsor dapat terjadi jika terdapat air dengan volume yang besar meresap ke dalam tanah, sehingga berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Berangkat dari pengertian diatas, maka fenomena bencana tanah longsor rawan terjadi di musim hujan seperti saat ini.
Untuk itu, masyarakat bersama-sama dengan pemerintah dapat segera melakukan langkah antisipasi guna mengurangi risiko terjadinya tanah longsor, seperti :
1. Menghindari pembangunan pemukiman di daerah di bawah lereng yang rawan terjadi tanah longsor.
2. Mengurangi tingkat keterjangan lereng dengan pengolahan lahan terasering di kawasan lereng.
3. Penanaman pohon yang mempunyai perakaran yang dalam dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat diantaranya diseling-selingi tanaman pendek yang bisa menjaga drainase air.
4. Menjaga drainase lereng yang baik untuk menghindarkan air mengalir dari dalam lereng keluar lereng.
Dengan adanya langkah preventif yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat, diharapkan mampu meminimalisasi terjadinya potensi tanah longsor dan kerugian materil maupun korban jiwa.
Apabila terdapat anggota keluarga maupun tetangga sekitar yang sakit dan mengalami luka akibat longsor yang melanda, segera lakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan yang baik dan tepat.
Advertisement