Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan sejumlah rekomendasi terkait gerakan tanah atau tanah longsor terjadi di Dusun Margamulya RT. 01, 02 RW. 003 dan RT 05/01, Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat (Jabar), pada tanggal 31 Januari 2025 lalu pasca hujan deras dengan intensitas tinggi dan berdurasi relatif lama.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan hasil tanggap darurat pemeriksaan gerakan tanah oleh tim Badan Geologi di Kabupaten Tasikmalaya pada 11 Februari 2025 telah diperiksa dua lokasi.
Baca Juga
"Pemeriksaan meliputi lokasi kejadian gerakan tanah atau tanah longsor di Dusun Margamulya dan tempat calon relokasi bencana di Dusun Sukahurip, Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya," ujar Wafid dalam keterangan tertulis Bandung, Jumat (7/3/3035).
Advertisement
Wafid mengatakan hasil pemeriksaan di lapangan bahwa lokasi longsor berdasarkan kuat tekan, karakteristik fisik tanah dan batuan, dan sifat fisik lainnya, tanah dan batuan pada area ini memiliki daya dukung yang cukup baik untuk konstruksi ringan hingga sedang (low-risk buildings) sebagaimana diperlukan bagi pembangunan hunian tetap.
Sedangkan untuk calon lahan relokasi yang berada di Dusun Sukahurip RT 01/RW 07, Blok Geser, Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya dapat digunakan seluas 1,4 Ha sebagai hunian tetap.
"Calon lahan relokasi diperuntukan bagi pembangunan hunian tetap bagi Warga Margamulya yang terlanda gerakan tanah beserta pembangunan fasilitas umumnya dengan mengikuti beberapa teknis rekomendasi teknis," kata Wafid.
Wafid menjelaskan pembangunan pemukiman harus memperhatikan kesesuaian jumlah unit bangunan yang akan dibangun sekitar 92 bangunan) dengan luas lahan yang tersedia.
Untuk penataan kawasan relokasi tersebut agar dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi dan pedoman teknis terutama desain kontruksi yang diberikan oleh institusi yang berwenang.
"Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, menyampaikan potret potensi bencana geologi, dalam hal ini bencana gerakan tanah. Perihal perijinan pembangunan sepenuhnya wewenang pemerintah daerah," ucap Wafid.
Aturan Penderian Pemukiman
Wafid menegaskan PVMBG Badan Geologi sangat merekomendasikan dalam pembangunan menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan mengikuti aturan yang berlaku.
Wafid menuturkan dalam melakukan penataan lereng melalui proses rekayasa teknis yang baik sesuai dokumen yang telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh kaidah geologi teknik.
"Pemotongan atau pengupasan lereng agar memperhatikan pemodelan dan kaidah-kaidah kestabilan lereng dan aturan yang berlaku," sebut Wafid.
Wafid menambhakan bangunan agar dibangun pada daerah yang datar atau perlandaian tanah atau berjenjang dengan kemiringan lereng kurang dari lima derajat.
Sedangkan tipe bangunan yang baik adalah dengan konstruksi ringan untuk mengurangi pembebanan pada tanah. Pendirian bangunan harus di tanah asli bukan diatas hasil pemadatan atau urugan dengan pondasi tapak dengan kedalaman mencapai batuan dasar atau keras. "Untuk mendapatkan daya dukung pondasi yang memadai, beban bangunan harus disesuaikan dengan nilai kuat tekan tanah hasil uji tanah," ungkap Wafid.
Wafid mengingatkan sebelum masuk pada tahap konstruksi sebaiknya melakukan penyelidikan tanah rinci terkait kekuatan tanah pondasi baik pada posisi tanah asli maupun di tanah timbunan serta kaitannya dengan guncangan gempa.
Analisis perkuatan lereng sepanjang batas lahan calon huntap sebaiknya dilakukan untuk memastikan kestabilannya.
"Penataan drainase atau sistem aliran air permukaan dan buangan air limbah dengan saluran yang kedap air dan tahan longsor serta diberikan dinding penahan atau tanggul, serta penetapan garis sempadan dengan lembah yang curam," sebut Wafid. Wafid menyebutkan agar menghindari pembuatan lahan basah berupa kolam dan lahan pertanian basah di sekitar pembangunan baru. Agar serapan air sempurna disarankan menanam dan memelihara tanaman keras berakar kuat dan dalam serta tidak diperbolehkan menebang pohon yang besar.
"Berdasarkan Permen ATR Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan Bab II tentang pemenuhan asas keberlanjutan dengan memperhatikan kemampuan tanah khususnya pada poin 3, penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung harus memperhatikan keterbatasan daya dukung, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan," terang Wafid.
Selain itu dalam aturan yang sama disebutkan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada daerah dengan lereng 15 – 40 persen, harus dilakukan dengan rekayasa teknis mekanik dan vegetatif yang sesuai untuk mencegah terjadinya erosi, aliran permukaan (run off), dan longsor.
Wafid menambahkan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada daerah dengan lereng lebih dari 40 persen, dibatasi hanya untuk kegiatan yang berfungsi lindung.
"Perlunya koordinasi dan kolaborasi antara instansi terkait dalam persiapan pembanguan lahan relokasi atau hunian tetap (huntap) untuk korban terdampak gerakan tanah di Desa Cikondang, Kabupaten Tasikmalaya," tukas Wafid.
Advertisement
Dampak Tanah Longsor
Tanah longsor di Dusun Margamulya RT. 008 RW. 002, Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, terdapat dua tipe yaitu berupa rayapan/nendatan (tipe lambat) yang dicirikan adanya retakan dan amblasan pada tanah dan bangunan, dan tipe longsoran (tipe cepat) yang terjadi pada kaki longsoran pada kemiringan yang curam.
Beberapa longsoran lama juga teridentifikasi terjadi pada tebing/lereng yang memiliki kemiringan lereng terjal seperti di jalan, pemukiman, dan ladang milik warga.
"Hasil analisis pemeriksaan dilapangan, amblasan dan retakan merusak beberapa bagian rumah dan tanah kebun/ladang, dan ditandai dengan adanya gawir/mahkota longsoran membentuk pola tapal kuda," jelas Wafid.
Ada tiga pola pergerakan tanah terbentuk di Dusun Margamulya. Zona pergerakan tanah pertama dengan luasan 4,72 Ha mengarah ke arah timurlaut-timur (N 70-90 derajat) dengan mahkota sepanjang lebih dari 120 meter dengan tinggi gawir 3,3 meter dan terus berkembang.
Kerusakan bangunan terparah terdapat pada jalur retakan pada mahkota dan sayap longsoran yang menyebabkan kerusakan pada kontruksi rumah dan jalan desa.
"Pada pemukiman yang rusak terdapat retakan dengan panjang masing-masing sekitar 5 – 10 meter dengan lebar retakan 5-10 cm, amblasan dengan kedalaman 5 – 80 cm," terang Wafid.
Sementara pemukiman yang berada di tengah area zona pergerakan saat ini masih belum terganggu, tetapi karena berada di zona pergerakan akan dapat mengalami kerusakan jika terus terjadi amblasan pada mahkotanya atau tidak ada langkah mitigasi struktural.
Arah mahkota/gawir longsor ke dua dengan luas 0,9 Ha, mengarah ke timur N 90 95 derajat. Tidak ada pemukiman pada area ini, hanya terjadi longsoran berdimensi kecil pada tebing di kaki longsoran dan terlihat kenaikan tanah/lumpur atau sembulan tanah (bulging) pada kolam ikan yang terdapat pada zona kaki longsoran.
"Pada zona pergerakan ke tiga seluas 0,16 Ha, berada pada batas desa dengan Desa Cijulang. Arah pergerakan masih sama ke timur, dan dampaknya telah muncul retakan dekat dengan tower telekomunikasi (BTS)," lanjut Wafid.
Selain itu beberapa bentukan-bentukan longsoran lama dan gawir juga nampak pada hasil analisis foto udara, mengindikasikan adanya jalur/bidang lemah sepanjang lembah punggungan.
Dampak gerakan tanah berdasarkan pengamatan langsung dan analisis foto udara terdapat sekitar 26 unit bangunan kerusakan, sekitar 66 unit bangunan terancam, 1 Tower Komunikasi terancam.
"Serta kerusakan pada akses jalan desa, kebun, ladang dan kolam ikan akibat pergerakan tanah tipe lambat (nendatan/amblasan)." ungkap Wafid.
Penyebab Terjadinya Tanah Longsor Secara umum faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di daerah pemeriksaan antara lain adalah batuan penyusun berupa breksi vulkanik yang teralterasi dan terdeformasi. Tanah pelapukan yang bersifat poros, mudah jenuh, dan berada di atas batuan yang lebih kedap air. Indikasi adanya struktur geologi pada kelurusan punggungan dan lembah sungai.
"Kemiringan lereng yang curam, dapat mengakibatkan tanah mudah bergerak. Batas antara satuan batuan yang mengalami pelapukan dengan breksi vulkanik merupakan bidang gelincir gerakan tanah," tutur Wafid
Adanya penggunaan lahan basah (genangan air) pada kaki lereng menyebabkan tertahan atau naiknya muka air tanah pada lereng.
Ditambah sistem drainase dan pembuangan air permukaan yang tidak terkelola dengan baik, menyebabkan air permukaan dari pembuangan permukiman dan air hujan tidak terkendali pada lereng yang longsor.
"Curah hujan tinggi dengan durasi yang cukup lama dan atau getaran dapat sebagai pemicu gerakan tanah," tukas Wafid.
