Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha meminta pemerintah mengambil sikap terhadap aturan dan kriteria yang diterapkan The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) yang diperkenalkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beberapa waktu lalu.
Owner PT Mopoli Raya Group, Sabri Basyah mengatakan, aturan dalam IPOP malah memberikan dampak buruk terhadap iklim investasi dan menghancurkan kehidupan petani kelapa sawit Indonesia.
Dia menjelaskan, saat ini banyak perusahaan kelapa sawit skala sedang dan kecil yang kesulitan memasarkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kepada lima perusahaan besar yang telah menandatangani IPOP. Perusahaan tersebut dinilai tidak menerapkan praktik budidaya berkelanjutan sebagaimana kriteria yang ditetapkan dalam IPOP.
Salah satu dampak adanya IPOP, menurut Sabri, pihaknya tidak bisa lagi menjual CPO ke grup usaha Wilmar sejak tiga bulan lalu.
"Ketika itu kami membuka lahan di daerah Langsa, Aceh Timur. Pembukaan lahan ini dianggap melanggar kriteria IPOP, sehingga Wilmar yang selama ini menjadi mitra bisnis kami, tak mau lagi membeli CPO kami. Padahal CPO yang kami jual ke Wilmar tersebut bukan dari lahan di Langsa, karena lahan tersebut memang belum berproduksi," ujarnya di Jakarta, Jumat (4/9/2015).
Dia menjelaskan, saat melakukan pembukaan lahan sawit, pihaknya telah mengikuti semua aturan yang berlaku di Indonesia, sehingga tidak perlu adanya kekhawatiran dari perusahaan sawit skala besar.
"Tidak ada satupun peraturan pemerintah yang kami langgar, tapi kenapa kami dinilai melanggar aturan IPOP," tegas dia.
Sabri bahkan menuding ada pihak asing di balik keberadaan IPOP dengan agenda agar tidak ada lagi ekspansi atau perluasan lahan kelapa sawit (zero growth palm oil) di Indonesia.
"Namun membungkus hal tersebut dengan zero deforestation yang kriterianya yang tidak mungkin diikuti oleh pelaku usaha di Indonesia," tandas dia.
Sekedar informasian, saat ini ada lima perusahaan sawit skala besar yang menandatangani IPOP seperti Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri, dan Asian Agri.
Beberapa aspek atau kriteria yang diterapkan dalam IPOP antara lain pertama, melarang ekspansi kebun sawit (no deforestasi). Kedua, melarang kebun sawit di lahan gambut (no peatland). Ketiga, melarang kebun sawit menggunakan lahan berkarbon tinggi atau high carbon stock (no HCS). Dan keempat melarang menampung tandan buah segar (TBS) dan CPO dari kebun sawit hasil deforestasi, lahan gambut dan HCS.
Kelima perusahaan sawit tersebut sebenarnya merupakan menampung hampir 90 persen seluruh TBS dan CPO Indonesia, termasuk di dalamnya TBS dari 4,5 juta sawit rakyat. Dengan prinsip IPOP yang mencakup seluruh mata rantai perusahaan dan bersifat dapat ditelusuri.
"Ini berarti, kendati penandatanganan IPOP dilakukan oleh lima perusahaan itu, tetapi telah menyeret seluruh industri minyak sawit Indonesia ke dalam pasungan IPOP tersebut," tandas Sabri. (Dny/Ndw)
Aturan Ini Bikin Perusahaan Sawit Kecil Tak Bisa Jual CPO
Saat ini banyak perusahaan kelapa sawit skala sedang dan kecil yang kesulitan memasarkan CPO.
Diperbarui 04 Sep 2015, 20:13 WIBDiterbitkan 04 Sep 2015, 20:13 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Zodiak Temperamental, Siapa Saja yang Mudah Marah?
Resep Opor Ayam Lebaran, Hidangan Istimewa untuk Momen Spesial
4.971 KK di Bojong Kulur Terdampak Banjir Luapan Sungai Cikeas dan Cileungsi
Tak Banyak yang Tahu! Ini 10 Fakta Menarik Nagita Slavina, Termasuk Kuliah di UI
Top 3 Berita Hari Ini: Menu Sahur di Rumah Raffi Ahmad Jadi Sorotan, Warganet Sebut Tetap Merakyat
Liverpool Siapkan Suksesor Salah, Cari dari Sesama Klub Liga Inggris
Pemkab Pesawaran Tak Mampu Biayai PSU Pilkada Rp17 Miliar, Lalu?
Arti Zakat Menurut Bahasa: Tak Sekedar Kewajiban Umat Islam
Yoriko Angeline Perankan Latifah di Santri Pilihan Bunda 2, Begini Karakternya
Buah Nanas Manis dan Segar, Tapi Benarkah Bisa Menaikkan Gula Darah?
Nikita Mirzani Dicecar 109 Pertanyaan Sebelum Ditahan Polisi, Apa Saja yang Digali?
Apa yang Harus Dilakukan Saat dan Setelah Banjir? Panduan Siaga Bencana