Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung lesu selama sepekan. Saham-saham unggulan kembali melemah membebani IHSG.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (12/8/2017), IHSG melemah 0,19 persen dari posisi 5.777 pada 4 Agustus 2017 menjadi 5.766 pada 11 Agustus 2017. Pelemahan IHSG tersebut didorong saham-saham unggulan yang tertekan terutama saham masuk indeks L45. Saham unggulan itu turun 0,36 persen secara mingguan. Sementara itu, saham berkapitalisasi kecil dan menengah cenderung bertahan.
Di pasar surat utang cenderung mendatar. Ini ditunjukkan dari imbal hasil surat berharga pemerintah bertenor 10 tahun mendatar di kisaran 6,9 persen selama empat minggu. Secara mingguan, investor asing melakukan aksi jual sekitar US$ 53 juta di pasar saham, sedangkan sebaliknya di pasar obligasi. Tercatat aksi beli investor asing mencapai US$ 375 juta.
Advertisement
Baca Juga
Lalu sentimen apa saja yang pengaruhi IHSG? Dari eksternal, krisis Korea Utara mempengaruhi laju bursa saham global. Ketegangan Korea Utara dan Amerika Serikat (AS) membuat pelaku pasar khawatir. Korea Utara menyatakan Guam menjadi wilayah berpotensi yang menjadi target serangan.
Meski demikian, ketegangan Amerika Serikat dan Korea Utara tidak menjadi kunci utama. Ini ditunjukkan dari pergerakan sejumlah aset investasi. Dari pasar saham cenderung melemah selama sebulan sebelum ketegangan Korea Utara dan Amerika Serikat. Harga minyak cenderung naik dengan penguatan lima persen dalam enam minggu. Selain itu, harga emas juga reli. Namun, mata uang bergerak variasi dengan kecenderungan stabil.
Data ekonomi AS juga menunjukkan hal positif. Ini dilihat dari data tenaga kerja di sektor non pertanian tumbuh 209 ribu dari perkiraan 180 ribu. Tingkat pengangguran susut menjadi 4,3 persen.
Sedangkan dari dalam negeri, lelang obligasi atau surat utang sempat melonjak menjadi Rp 58,6 triliun. Ini memungkinkan Kementerian Keuangan untuk mengumpulkan dana Rp 22,5 triliun. Permintaan kuat dalam lelang berpotensi pemerintah menurunkan kupon bunga menjadi 7,5 persen dari 8,25 persen.
Kemudian apa yang dicermati selanjutnya? Ekonom memperkirakan suku bunga bakal naik pada 2018-2019. Ini sebagai respons atas langkah bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk mengurangi neraca dan menaikkan suku bunga.
Meski demikian, ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan bank sentral antara lain inflasi tercatat ke level terendah dalam enam tahun pada Lebaran. Volatilitas rupiah juga rendah didukung cadangan devisa kuat. Ditambah neraca transaksi berjalan yang kuat dan sehat dan bisa diimbangi dengan investasi langsung.
Sedangkan dari Amerika Serikat diperkirakan, suku bunga surat berharga AS masih tetap rendah. Ini dilihat dari inflasi kembali turun dari level target dua persen. Selain itu, kemungkinan kenaikan suku bunga pada September dan Desember turun menjadi kurang dari 50 persen.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: