BEI Suspensi Saham Bank Danamon dan Nusantara Parahyangan

BEI hentikan sementara perdagangan (suspensi) saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP).

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Jan 2019, 13:15 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2019, 13:15 WIB
Awal 2019 IHSG
Layar monitor pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (2/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan saham 2019 menguat 10,4 poin atau 0,16% ke 6.204. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP) pada Senin (21/1/2019).

Mengutip keterbukaan informasi BEI, suspensi saham dilakukan kepada dua emiten bank tersebut seiring permohonan penghentian sementara perdagangan saham BDMN dan BBNP pada 18 Januari 2019.

Selain itu, P.H Kepala Divisi Penilaian Perusahaan I Rina Hadriyani menyebutkan, supsensi dilakukan untuk menjaga perdagangan yang wajar, teratur dan efisien, bursa memutuskan menghentikan sementara perdagangan efek PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP) di seluruh pasar sejak sesi I perdagangan Senin 21 Januari 2019.

"Bursa meminta kepada para pemangku kepentingan untuk memperhatikan setiap keterbukaan informasi yang disampaikan Perseroan," ujar Rina.

Pada perdagangan saham Jumat, 18 Januari 2019, saham BDMN merosot 1,18 persen ke posisi 8.350 per saham. Saham Bank Danamon Indonesia sempat berada di level tertinggi 8.450 dan terendah 8.325 per saham.

Total volume perdagangan 6.653.100 saham dengan nilai transaksi Rp 55,7 miliar. Total frekuensi perdagangan saham 843 kali.

Sedangkan saham BBNP berada di posisi Rp 2.200 per saham pada perdagangan saham Jumat pekan lalu.

 

Bank Danamon Cetak Untung Rp 3 Triliun

Bank Danamon
Ilustrasi Bank Danamon (Foto: Istimewa)

Sebelumnya, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) mencatatkan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 3,038 triliun pada kuartal III 2018, atau naik tipis dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 3,034 triliun.

"Laba bersih setelah pajak, Bank Danamon di sembilan pertama tahun 2018 berada pada posisi stabil dibandingkan dengan setahun sebelumnya," kata Direktur Bank Danamon, Satinder Ahluwalia di kantornya, Rabu 24 Oktober 2018.

Laba bersih tersebut ditopang oleh peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 2 persen dari Rp 10,581 triliun menjadi Rp 10,825 triliun. Namun sayangnya, pendapatan non bunga atau Non Interest Income (NII) turun 7 persen dari Rp 2,607 triliun menjadi Rp 2,435 triliun.

Sementara itu, pertumbuhan Giro dan tabungan (keduanya disingkat CASA) naik 3 persen menjadi Rp 49,1 triliun. Sedangkan rasio CASA membaik menjadi 49,1 persen dari 47,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya karena peningkatan rekening tabungan yang bersifat granular.

"Deposito tercatat turun 3 persen menjadi Rp 60,9 triliun dimana Bank Danamon melakukan pelepasan dana mahal. Struktur pendanaan yang lebih baik ini menghasilkan biaya dana (cost of fund) yang lebih rendah serta membangun fondasi yang baik untuk pertumbuhan ke depannya," ujarnya.

Rasio kecukupan modal Bank Danamon (capital adequacy ratio atau CAR) tetap menjadi salah satu yang terbaik di antara bank-bank dikelompoknya.

"CAR konsolidasian berada pada posisi 22,3 persen sementara CAR bank only tercatat sebesar 23,1 persen," ujarnya.

Pendapatan biaya atau fee income (tidak termasuk credit related fee) Bank Danamon tercatat pada Rp 935 miliar atau tumbuh sebesar 13 persen secara setahunan. Pertumbuhan ini didukung oleh kontribusi net underwriting profit Adira insurance yang tumbuh 25 persen menjadi Rp 447 miliar. Sementara fee Income Bancassurance tumbuh 11 persen menjadi Rp 266 miliar.

Direktur Keuangan Bank Danamon, Satinder Ahluwalia memaparkan sampai dengan kuartal ketiga tahun 2018, total portofolio kredit dan Trade Finance Bank Danamon tumbuh 6 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 126,9 triliun menjadi Rp 134,3 triliun.

"Dalam hal pembiayaan kendaraan bermotor, Adira Finance membukukan pertumbuhan pembiayaan sebesar 12 persen secara setahunan menjadi Rp 49,7 triliun pada akhir bulan September 2018," kata dia.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan double digit ini didorong oleh pembiayaan baru yang tumbuh 14,8 persen untuk roda dua dan 22 persen untuk roda empat dari tahun sebelumnya. Hal ini kontras dengan kondisi pada periode yang sama tahun 2017 dimana pembiayaan baru untuk kendaraan roda dua turun 16 persen dan roda empat stagnan.

Dalam kesempatan serupa, Direktur Utama Adira Finance, Hafid Hadeli mengungkapkan kredit kendaraan bermotor tahun ini tumbuh pesat.

"Secara industri ada peningkatan dari tahun lalu dimana kendaraan roda dua meningkat 9 persen dan kendaraan roda 4 meningkat 7 persen relatif lebih baik dari tahun lalu," ujar Hafid.

Selain peningkatan industri, terjadi juga peningkatan di pemasaran. "Namun Adira pun selain dari kenaikan industrinya sendiri kita pun mengalami kenaikan di market share. Itu yang menyebabkan kenaikan di pembiayaan kami," tutupnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya