Liputan6.com, Jakarta - Meningkatnya investor di pasar modal tak terlepas dari maraknya influencer saham di media sosial. Menarik perhatian masyarakat, tak sedikit dari mereka akhirnya mencoba investasi saham.
Lalu bagaimana dampak influencer di media sosial bagi investor saham?
Pengamat Pasar Modal dan Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menegaskan dampak positif bisa saja terjadi karena banyak publik figur yang berbagi pengalamannya di pasar modal.
Advertisement
"Sebenarnya itu enggak ada masalah, positif positif saja selama meningkatkan jumlah investor. Karena begini, orang rekomendasikan suatu saham, dia enggak melanggar aturan. Karena kalau saya melarang orang merekomendasikan saham, saya melarang orang bicara," ujar dia kepada Liputan6.com.
Baca Juga
Meski demikian, Hans menegaskan, investor sebaiknya lebih cermat memahami emiten yang akan diinvestasikan. Jangan hanya terpaku pada saran influencer semata.
"Sekarang baik lagi ke investornya, kita harus memahami niat orang. Ada orang yang niatnya baik, ada yang jahat. Ada yang enggak ketahuan niatnya. Jadi tidak semua influencer itu baik atau jahat kita enggak tahu," ujarnya.
Investor bisa saja mengalami kerugian apabila hanya sekadar ikut-ikutan dan tak memahami dengan jelas fundamental dari perusahaan yang akan diinvestasikan.
"Kalau enggak baik gini, dia suruh pada beli padahal dia jual, dia suruh jual padahal dia beli, ini kembali lagi investor retail harus pintar, sehingga tidak terpengaruh," tuturnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Investor Ritel Saham AS Curi Perhatian, Bagaimana Indonesia?
Mengalami pertumbuhan saat masa pandemi, saham menjadi salah satu tepat investasi yang banyak dipilih masyarakat secara global, tak terkecuali di Indonesia.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor baru yang tercipta sepanjang 2020 tumbuh 53,47 persen dari total jumlah investor pada 2019.
Jumlah investor saham telah mencapai 1.695.268 single investor identification (SID) pada akhir 2020. Terdapat pertumbuhan sebanyak 590.658 SID jika dibandingkan dengan total jumlah investor saham pada akhir 2019 yang mencapai 1.104.610 SID.
Investor baru tersebut pun didominasi oleh generasi milenial dengan rentang usia 18-30 tahun yang mencapai 411.480 SID atau 70 persen dari total investor baru 2020.
Pengamat Pasar Modal dan Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menyebut, pertumbuhan investor pada 2020 meningkat hingga 53 persen. Oleh karena itu pengaruh investor ritel di Indonesia saat ini cukup besar.
"Besar, dari bulan November, Oktober, transaksi ritel naik terus, tahun lalu investor ritel di tahun 2020 naik 53 persen. Tahun ini jumlah investor kita mungkin sudah 4 jutaan. Dan transaksi pasar sudah cukup banyak di dominasi oleh retail," kata Hans kepada Liputan6.com, Rabu, 3 Februari 2021.
Meski demikian, Ia menyebut, investor ritel yang ada saat ini bersikap labil dan lebih kepada pengaruh lingkungan serta media sosial.
"Tapi ritel itu, labil, cepat terombang ambing, kalau lagi panik dia jual jual semua, kalau optimis beli beli semua," ujar dia.
Hans juga memberikan imbauan agar investor selalu mempelajari terlebih dahulu saham yang hendak dibeli agar tak mengalami kerugian. Jangan sampai membeli saham hanya karena ingin ikut-ikutan orang lain.
"Mereka harus mengetahui dengan persis alasan mereka membeli saham itu, jadi memahami fundamental perusahaan, mengetahui prospek perusahaan ke depan apa, sehingga mereka yakin saham yang dibeli perusahaannnya bagus," tuturnya.
Investor yang hanya ikut-ikutan dan tak memahami secara benar kinerja pasar modal, bisa saja mengalami kerugian. Â
"Ikut ikutan potensinya menderita kerugian. Jadi saham bisa naik kencang, tapi saat pasarnya goyang, orang khawatir orang jual semua jatuh, jadi sebagian besar nasabah rugi," tuturnya.
Advertisement