Pengamat: Influencer Saham Bikin Ramai tapi Analisis Jadi Bias

Praktisi pasar modal Ellen May bahkan mengaku cukup senang dengan ada influencer karena industri saham jadi ramai.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Jan 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2021, 09:00 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Pada hari ini, IHSG melemah pada penutupan sesi pertama menyusul perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya fenomena influencer saham beberapa waktu terakhir cukup meresahkan pelaku pasar modal. Lantaran, tak sedikit pengikut dari influencer tersebut terpengaruh untuk terjun dalam pasar modal tanpa pertimbangan yang matang dengan iming-iming imbal hasil yang besar.

Di sisi lain, tak dapat dipungkiri fenomena ini mendorong minat masyarakat untuk berinvestasi saham makin membludak. Praktisi dan pengamat pasar modal Ellen May bahkan mengaku cukup senang karena industri saham jadi ramai. 

"Kehadiran influencer saham membuat kita sangat happy sekali. Industri saham jadi super ramai,” kata Ellen dalam diskusi virtual, ditulis Kamis, (28/1/2021).

Namun, di saat yang bersamaan ia khawatir fenomena influencer saham ini bisa menimbulkan bias dalam analisis saham.

Merujuk pada praktek endorsement, influencer umumnya akan dibayar untuk mempromosikan produk, dalam hal ini saham. Seperti umumnya promosi, influencer akan menyampaikan hal-hal yang baik dari produk dimaksud.

"Itu akan membuat analisis itu menjadi bias. Nah analisis yang bagus itu adalah analisis obyektif, dimana kita independen,” ujar Ellen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Khawatir Terjadi Bubble Stock

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ellen khawatir jika nantinya terjadi gelembung saham alias stock bubble di pasar saham. Stock bubble sendiri adalah situasi ketika harga saham tertentu mengalami kenaikan nilai.

"Kekhawatiaran kita adalah takutnya terjadi bubble di pasar saham. Penambahan jumlah investor banyak, tetapi jangan sampai nanti yang kecewa jauh lebih banyak. Sampai memakai dana panas," ujar dia.

Seperti diketahui, menyusul fenomena influencer saham, muncul fenomena penggunaan ‘uang panas’ untuk investasi.

Uang panas tersebut antara lain berasal dari utang pinjaman online (pinjol) hingga gadai surat berharga. Hal ini tak lain karena iming-iming imbal hasil yang besar, sehingga diharapkan bisa ‘balik modal’ di kemudian hari.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya