Pertimbangan IPCC Absen dari Tender Pelabuhan Patimban

Plt Direktur Utama PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC), Arif Isnawan mengatakan, perseroan memiliki beberapa pertimbangan absen terlibat dalam operasional Pelabuhan Patimban.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Mar 2021, 19:06 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2021, 19:06 WIB
Pelabuhan Patimban resmi beroperasi dan langsung melayani kegiatan ekspor perdana produk otomotif sebanyak 140 unit kendaraan. (Foto: Kemenhub)
Pelabuhan Patimban resmi beroperasi dan langsung melayani kegiatan ekspor perdana produk otomotif sebanyak 140 unit kendaraan. (Foto: Kemenhub)

Liputan6.com, Jakarta - PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IKT/IPCC) angkat suara mengenai absen terlibat dalam operasional Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat.

Plt Direktur Utama PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC), Arif Isnawan mengatakan, perseroan memiliki beberapa pertimbangan dalam keputusan tersebut.

“Kemarin IKT tidak ikut tender karena tender satu paket sama terminal peti kemas. Kemudian harus menyediakan dana sekitar Rp 16 triliun karena porsi terbesarnya ada di terminal peti kemasan,” ujar dia dalam Indonesia Investment Education, Selasa (16/3/2021).

Pada saat yang bersamaan, Arif menuturkan, Pelindo II juga sedang mengembangkan New Priok Container Terminal (NPCT) I dan II di Kalibaru. Arif mengaku, pihaknya lebih ingin menjadikan Pelabuhan Patimban sebagai komplementer atau pelengkap dari IKT. Hal ini mempertimbangkan sejumlah keunggulan yang dimiliki IKT.

Antara lain dari sisi lokasi. Menurut Arif banyak perusahaan mobil yang sebagian besar berada di Cikarang, lebih dekat dengan Tanjung Priok dibandingkan Patimban.

Dari sisi akses, Pelabuhan Patimban memang belum memiliki jalan tol. Arif mengungkapkan, industri perdagangan mobil ini terbilang cukup unik. 

"Industri perdagangan mobil ini sangat unik karena mereka menerapkan standar, mobil keluar dari pabrik sampai dengan tujuannya itu tidak boleh ada cacat sedikitpun. Oleh karena itu risiko itu sangat mereka perhitungkan. Terus terang kami juga sudah sounding kepada beberapa automaker tentang Patimban ini,” ujar Arif.

Kemudian dari sisi laut, kapal yang hendak bersandar harus dijemput oleh pandu pada jarak sekitar 24 mil laut atau 47 kilometer. Menurut Arif, jarak ini sangat jauh dibandingkan dengan Pelabuhan Tanjung Priok.

Dari sisi konsumen, Arif mendapati kebanyakan konsumen barang-barang impor berada di kota-kota besar di Jabodetabek. "Sehingga hampir tidak mungkin mobil impor itu dibongkar di Patimban. Oleh karena itu, IKT masih sangat optimis,” kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kementerian PUPR Bangun Tol dari Cipali Menuju Pelabuhan Patimban

Kementerian PUPR melaksanakan pembangunan jalan akses ke Pelabuhan Patimban sepanjang 8,2 km. (Dok Kementerian PUPR)
Kementerian PUPR melaksanakan pembangunan jalan akses ke Pelabuhan Patimban sepanjang 8,2 km. (Dok Kementerian PUPR)

Sebelumnya, Pemerintah akan membangun jalan tol dari Cikopo Palimanan (Cipali) menuju Pelabuhan Patimban yang ada di Subang, Jawa Barat. Pembangunan jalan tol ini untuk mempermudah akses menuju pelabuhan internasional tersebut.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian mengungkapkan, nantinya pintu masuk menuju Pelabuhan Patimban melalui ruas tol anyar ini berada di KM 89.

"Trase itu mulai dari KM 89 di Cipali, kemudian nanti exit di dua titik. Jadi di ujungnya ada junction," tuturnya dalam acara Publik Expose Pelabuhan Patimban : Wajah Modern Pelabuhan di Indonesia, Kamis, 7 Januari 2021.

Hedy menambahkan, ruas tol ini nantinya memiliki panjang lintasan hingga 37,05 km dengan nilai investasi sekitar Rp 7 triliun atau tepatnya Rp 6,94 triliun. Adapun target penyelesaian pembangunan paling lambat 2024.

"Rencananya kita akan bangun jalan tol di sini, panjangnya kira-kira 37,05 km. Investasi total sekitar Rp 7 triliun. Harapannya 2023 ini selesai, paling lambat 2024," ucapnya.

Kemudian dalam paparan materi, Hedy menyebut, nilai investasi sebesar Rp 6,94 triliun akan digunakan untuk pembiayaan konstruksi sebesar Rp 5,07 triliun. Kendati demikian, dia tidak merinci lebih lanjut terkait penggunaan sisa anggaran yang ada.

Sementara untuk tarif awal operasional dipatok sebesar Rp 1.700 per km. Sedangkan total kecepatan rata-rata kendaraan dipatok maksimal 100 km per jam.

Pembangunan jalan tol ini sendiri akan diprakarsai konsorsium yang terdiri dari badan usaha jalan tol swasta dan BUMN.

Diantaranya PT Jasa Marga dengan komposisi 55 persen, PT Surya Semesta Internusa dengan komposisi 25 persen, PT Daya Mulia Turangga dengan komposisi 10 persen, dan PT Jasa Sarana dengan komposisi sebesar 10 persen.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya