Kata Analis Soal Dampak Lumpuhnya Terusan Suez

Kapal kontainer Ever Given sepanjang 400 meter telah terjebak di terusan Suez sejak Selasa, 23 Maret 2021.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mar 2021, 10:41 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2021, 10:40 WIB
Kontainer di Kanal Suez
Sebuah kapal kontainer raksasa dengan panjang empat lapangan sepak bola terjepit di Terusan Suez Mesir. Foto: AFP

Liputan6.com, Jakarta - Analis mengatakan, kapal kontainer yang macet di Terusan Suez telah memblokir aliran barang akan menambah ketegangan pada rantai pasokan global yang sudah meregang dengan pulihnya aktivitas ekonomi dan pasokan kontainer pengiriman yang ketat.

Kapal kontainer Ever Given sepanjang 400 meter telah terjebak di kanal Suez sejak Selasa, 23 Maret 2021 sehingga menghentikan lalu lintas kapal kontainer yang mengangkut barang, suku cadang dan peralatan melalui jalur laut terpendek antara Eropa dan Asia.

Sebelumnya pemblokiran terjadi karena pengiriman telah terganggu oleh pandemi COVID-19 dan lonjakan permintaan barang. Upaya sedang dilakukan untuk membebaskan kapal meski para ahli mengingatkan prosesnya mungkin memakan waktu berminggu-minggu.

Sekitar 30 persen lalu lintas peti kemas global melewati kanal setiap tahun. Analis Moody’s Investor Service, rute perdagangan yang terputus dapat mempengaruhi sekitar 10-15 persen distribusi peti kemas dunia, sementara penyumbatan tetap ada.

"Permintaan konsumen dan industri yang sangat tinggi, kekurangan kapasitas peti kemas global dan rendahnya keandalan layanan dari perusahaan pelayaran peti kemas global, telah membuat rantai pasokan sangat rentan bahkan terhadap guncangan eksternal kecil,” tulis dalam sebuah catatan dikutip dari hellenicshippingnews.com, ditulis Sabtu (27/3/2021).

“Dalam konteks itu, waktu ini sangat buruk,”

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kapasitas Penuh di Jalur Perdagangan Asia-Eropa

Kapal kontainer raksasa terdampar di Terusan Suez Mesir. Foto: AFP
Kapal kontainer raksasa terdampar di Terusan Suez Mesir. Foto: AFP

Konsultan HIS Markit, Greg Knowler menuturkan, pemanfaatan kapal telah mencapai kapasitas penuh di jalur perdagangan Asia-Eropa karena permintaan tinggi dari importir Eropa. Di sisi lain terminal Eropa mengalami kekurangan tenaga kerja karena pandemi COVID-19.

China mengambil alih Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama Eropa pada 2020, menekankan hubungan penting Asia dengan industri dan konsumen di Eropa yang juga merupakan tujuan utama ekspor China di luar Asia.

Knowler menambahkan, penundaan pengembalian kontainer kosong ke eksportir Asia akan semakin memperburuk kekurangan kontainer saat ini. Terusan Suez juga merupakan rute pilihan bagi importir AS untuk barang-barang manufaktur seperti alas kaki, pakaian dari Asia Tenggara dan India.

Kapal sekarang berpotensi mengambil rute yang lebih panjang di sekitar Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Hal itu menambahkan sekitar 7-10 hari untuk perjalanan sehingga akan menaikkan biaya.

"Akibatnya industri manufaktur dan sektor otomotif Eropa termasuk pemasok mobil akan terpukul paling parah,” tulis Moody’s Investors Service.


Berdampak Jangka Pendek

Kapal Induk AL-AS USS America melintasi di Terusan Suez (Wikimedia Commons)
Kapal Induk AL-AS USS America melintasi di Terusan Suez (Wikimedia Commons)

Analis menyebutkan, sektor otomotif mengoperasikan rantai pasokan sesuai waktunya yang berarti tidak menimbun suku cadang dan memiliki persediaan yang cukup untuk waktu yang singkat dan sumber komponen dari pabrikan Asia.

"Bahkan jika situasinya dapat diselesaikan dengan cepat, kemacetan pelabuhan dan penundaan lebih lanjut ke rantai pasokan yang sudah terkendala tidak dapat dihindari,"dikutip dari laporan itu.

Sementara itu, moda transportasi alternatif tidak masuk akal seiring kapasitas angkutan udara sudah ketat karena kurangnya perjalanan udara global. Sementara transportasi kereta api antara China dan Eropa terbatas dan sudah mendekati kapasitas.

Menteri Transportasi Singapura mengatakan, penyumbatan di Terusan Suez dapat menganggu pasokan sementara ke wilayah itu dan berpotensi menyebabkan penarikan persediaan.

“Pandangan saya adalah hal ini akan menimbulkan masalah bagi banyak negara dan industri di seluruh dunia dalam jangka pendek,” ujar Ekonom National University of Singapore Sumit Agarwal.

Lanjutkan Membaca ↓

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya