Wall Street Beragam, Indeks S&P 500 Cetak Rekor Berkat The Fed

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,1 persen menjadi 4.079,95.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Apr 2021, 05:47 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2021, 05:47 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan saham Rabu, 7 April 2021. Indeks saham S&P 500 menguat terbatas tetapi mencapai rekor tertinggi didorong risalah dari pertemuan terakhir the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS.

Dari rapat itu menunjukkan the fed  berkomitmen untuk kebijakan akomodatif sehingga mendukung pemulihan ekonomi penuh.

Pada penutupan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,1 persen menjadi 4.079,95. Indeks saham Dow Jones menguat 16,02 poin atau 0,1 persen menjadi 33.446,26. Indeks saham Nasdaq tergelincir 0,1 persen menjadi 13.668,84. Indeks saham Nasdaq turun bahkan saat saham teknologi mencatat keuntungan yang solid.

Saham Amazon, Apple dan Alphabet naik lebih dari satu persen. Sementara saham Facebook melonjak 2,2 persen. Sentimen the Federal Reserve mewarnai laju wall street.

Pejabat the Fed mengindikasikan pada pertemuan terakhirnya kalau laju pembelian aset akan tetap sama, dan sementara bank sentra juga mengejar tujuan ekonominya.

"Para peserta mencatat mungkin akan membutuhkan waktu sampai kemajuan substansial lebih lanjut menuju tujuan maksimum ketenagakerjaan dan stabilitas harga. Komite akan sesuai dengan pedoman, pembelian aset akan berlanjut setidaknya pada kecepatan saat ini,” demikian bunyi risalah rapat, dilansir dari CNBC, Kamis, (8/4/2021).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pemulihan Ekonomi AS

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Para pembuat kebijakan memperkirakan ekonomi pulih secara substansial pada 2021 di tengah pembukaan kembali ekonomi. Para pembuat kebijakan percaya pertumbuhan yang lebih kuat dari rata-rata pada tahun berikutnya akan terus fasilitasi pemulihan pasar tenaga kerja.

“Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan menjadi substansial tahun ini dan tingkat pengangguran diperkirakan menurun secara signifikan,” dikutip dari risalah itu.

“Pertumbuhan PDB riil akan turun pada 2022 dan 2023 tetapi masih melebihi potensinya selama periode ini yang mengarah pada penurunan tingkat pengangguran ke tingkat yang secara historis rendah, karena kebijakan moneter diasumsikan tetap sangat akomodatif,” tulis risalah itu.

Saham maskapai dan pelayaran memimpin kenaikan. Saham Carnival naik 1,4 persen, sementara Royal Caribbean dan Norwegian Cruise Line juga naik. Saham United Airlines menguat terbatas.

CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon optimistis kembalinya ekonomi AS dari pandemi COVID-19.

“Saya memiliki sedikit keraguan dengan tabungan berlebih, penghematan stimulus baru,pengeluaran defisit yang besar, lebih banyak QE, tagihan infrastruktur potensial baru, vaksin dan euforia yang berhasil pada akhir pandemi, ekonomi AS kemungkinan booming. Lonjakan ekonomi dapat dengan mudah tercapai pada 2023, karena semua pengeluaran dapat diperpanjang hingga 2023,” ujar Dimon.

Pelaku Pasar Optimistis

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Baru-baru ini Presiden AS Joe Biden mengungkapkan rincian rencana infrastruktur senilai USD 2 triliun yang mencakup kenaikan tarif pajak perusahaan menjadi 28 persen. Ia pun bersedia menegosiasikan kenaikan pajak yang diusulkan.

Di sisi lain, data ekonomi yang kuat termasuk laporan pekerjaan pada Maret dengan mudah mengalahkan ekspektasi telah memicu kenaikan saham dalam beberapa sesi terakhir.

"Ada banyak alasan untuk bersemangat hadapi bulan-bulan mendatang, dan kami umumnya optimistis untuk tahun ini,” ujar Chief Invesment Strategis Ally Invest, Lindsey Bell.

Ia menuturkan, momentum saham kuat tidak diragukan lagi. Akan tetapi, pasar mungkin siap untuk beristirahat karena investor mencerna semua kabar baik, menentukan berapa banyak dari itu yang diperkirakan dan menimbangnya dengan risiko yang tidak pasti seperti inflasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya