Wall Street Beragam, Indeks Saham S&P 500 Kembali Cetak Rekor

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 menguat 0,33 persen ke posisi 4.141,59, dan mencatat posisi tertinggi baru

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Apr 2021, 06:04 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2021, 06:04 WIB
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan saham Selasa, 13 April 2021 setelah rilis data inflasi keluar tidak seperti yang ditakutkan pelaku pasar. Akan tetapi, AS hentikan sementara penggunaan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson menahan optimisme.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 menguat 0,33 persen ke posisi 4.141,59, dan mencatat posisi tertinggi baru.

Indeks saham Nasdaq menanjak lebih dari satu persen ke posisi 13.996,1. Saham Apple dan PayPal yang masing-masing naik lebih dari dua perseroan topang penguatan indeks saham Nasdaq.

Saham produsen semikonduktor menanjak tiga persen dan Tesla mendaki 8,6 persen juga turut menopang indeks saham Nasdaq.

Namun, indeks saham Dow Jones melemah 68,13 poin atau 0,2 persen ke posisi 33.677,27 setelah melemah lebih dari 150 poin pada awal sesi perdagangan.

Wall street tertekan setelah the US Food and Drug Administration merekomendasikan untuk hentikan sementara penggunaan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson setelah ada laporan pembekuan darah.

FDA mengatakan, ada enam kasus pembekuan darah yang langka setelah menerima vaksin COVID-19 Johnson & Johnson. FDA meminta menghentikan sementara vaksin COVID-19 Johnson & Johnson hingga Centers for Disease Control and Prevention menyimpulkan hasil investasi terhadap kasus tersebut.

“Sampai proses itu selesai, kami merekomendasikan jeda ini. Ini penting untuk memastikan komunitas penyedia layanan Kesehatan menyadari potensi kejadian buruk ini dan dapat merencanakan karena perawatan unik yang diperlukan untuk kasus pembekuan darah ini,” kata FDA, dilansir dari CNBC, Rabu (14/4/2021).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Saham Johnson and Johnson Turun

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Pejabat Komisaris FDA Janet Woodcock mengharapkan, jeda itu akan berlangsung “hitungan hari”. Lebih dari 6,8 juta dosis vaksin dosis tunggal telah diberikan di AS. Saham Johnson & Johnson turun 1,3 persen.

Juru Bicara Koordinator COVID-19 Jeff Zients mengatakan, pengumuman FDA seharusnya tidak berdampak material pada upaya nasional untuk program vaksinasi COVID-19.

"Selama beberapa minggu terakhir, kami telah menyediakan lebih dari 25 juta dosis Pfizer dan Moderna setiap minggu, dan pada kenyataannya minggu ini kami akan menyediakan 28 juta dosis vaksin tersebut,” ujar dia.

Zients menambahkan, pasokan lebih dari cukup untuk melanjutkan kecepatan vaksinasi saat ini yaitu 3 juta suntikan per hari. "Dan memenuhi target Presiden (Biden-red) 200 juta suntikan pada hari ke-100 dia menjabat,” kata dia.

Namun, saham perusahaan yang akan dirugikan paling parah jika peluncuran vaksin melambat berkinerja buruk. Saham Alaska Air dan American Airlines turun 1,5 persen. Saham perusahaan rental mobil Avis Budget merosot hampir satu persen. Saham Moderna melonjak 7,4 persen menyusul kabar dari J&J.

"Saya tidak berpikir akan ada reaksi besar di pasar selain reaksi spontan yang didapatkan di sini sekarang. Kami optimistis, sangat optimistis ekonomi akan dibuka kembali penuh pada paruh kedua tahun ini,” kata Chief US Equity Strategy Morgan Stanley, Mike Wilson.

Inflasi Naik

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Di sisi lain, inflasi naik 0,6 persen pada Maret 2021 dan menguat 2,6 persen dari periode sama tahun lalu. Sebelumnya ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memproyeksikan inflasi naik 0,5 persen month over month (MoM) dan 2,5 persen year over year (yoy).

Inflasi inti yang tidak termasuk biaya makanan dan energi meningkat 0,3 persen secara bulan dan 1,6 persen YoY.

Pejabat pemerintah termasuk Ketua the Federal Reserve Jerome Powell dan ekonom pemerintahan Biden menekankan meski inflasi diperkirakan melonjak dalam beberapa bulan mendatang, perubahan tersebut dapat terbukti sementara.

Para pengamat dan ekonom juga mengatakan, angka tersebut mungkin bukan ukuran sebenarnya dari kenaikan harga. Pejabat the Federal Reserve mengatakan bersedia membiarkan inflasi menjadi panas untuk jangka waktu tertentu tanpa mengubah sikap kebijakan akomodatif termasuk pembelian aset dan suku bunga acuan mendekati nol.

"Saham AS sedikit lebih tinggi pada Selasa karena investor mencerna inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dalam laporan inflasi dan posisi menjelang pendapatan pada kuartal I 2021, yang dimulai Rabu,” tulis Direktur Goldman Sachs, Chris Hussey dalam sebuah catatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya