Sambut Rilis Data Ekonomi China, Bursa Saham Asia Bervariasi

Bursa saham Asia beragam pada perdagangan saham Selasa, 20 April 2021 seiring wall street yang tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Apr 2021, 08:39 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2021, 08:38 WIB
Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik cenderung beragam pada perdagangan saham Selasa pagi (20/4/2021). Investor menunggu rilis data ekonomi China terkait tingkat bunga pinjaman.

Di Jepang, indeks saham Nikkei 225 melemah 1,31 persen. Sementara itu, indeks saham Topix tergelincir 1,22 persen.

Indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,11 persen. Sementara itu, indeks saham ASX 200 melemah 0,14 persen. Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang menguat. Demikian dilansir dari CNBC, Selasa, 20 April 2021.

Untuk data ekonomi, China umumkan tingkat bunga pinjaman untuk satu tahun. Di sisi lain, kasus COVID-19 meningkat tajam di India. Kasus infeksi COVID-19 capai 273.810 dalam sehari pada Senin, 20 April 2021.

Di wall street, indeks saham acuan turun dari level tertinggi. Indeks saham Dow Jones melemah 123,04 poin ke posisi 34.077. Indeks saham S&P 500 melemah 0,53 persen ke posisi 4.163,26. Sementara itu, indeks saham Nasdaq tergelincir 0,98 persen ke posisi 13.914.

Indeks dolar AS berada di kisaran 91,06. Angka ini turun dari posisi 91,6. Yen Jepang diperdagangkan di kisaran 108,13 per dolar Amerika Serikat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Wall Street Merosot dari Posisi Tertinggi

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, memulai awal pekan ini, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot dari rekor tertingginya. Hal ini dipicu sektor saham teknologi yang melemah di pasar.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones melemah 123,04 poin atau 0,4 persen ke posisi 34.077,63. Indeks saham Dow Jones turun dari level tertingginya pada sesi perdagangan sebelumnya.

Indeks saham S&P 500 susut 0,5 persen ke posisi 4.163,26 setelah sentuh rekor tertinggi baru pada Jumat. Indeks saham Nasdaq susut satu persen ke posisi 13.914,77.

Sementara itu, bitcoin tergelincir setelah sentuh posisi tertinggi sepanjang masa di kisaran USD 64.841 pada Rabu pekan lalu. Hal itu berdasarkan data dari Coin Metrics. Bitcoin susut sekitar 19 persen sebelum stabil. Mata uang kripto tersebut berada di posisi USD 55.866 pada awal pekan ini.

Saham Tesla, pemegang bitcoin turun lebih dari tiga persen. Coinbase, platform perdagangan uang kripto susut 2,6 persen.

“Setiap kali aset utama melihat penurunan besar pada saat pasar yang luas berada pada posisi mahal, biasanya berdampak negatif pada pasar saham meski pun hanya berumur pendek,” ujar Chief Market Strategist Miller Tabak, Matt Maley, dilansir dari CNBC, Selasa, 20 April 2021.

Saham Coca Cola naik 0,6 persen setelah raksasa konsumen itu melaporkan pendapatan dan laba lebih baik. Perseroan menyatakan permintaan telah kembali ke tingkat sebelum pandemi COVID-19 pada Maret 2021.

Saham turun dari keuntungan selama sepekan karena pendapatan melampaui perkiraan dan data ekonomi yang kuat mengangkat indeks saham acuan. Indeks saham S&P 500 dan Dow Jones masing-masing naik 1,4 persen dan 1,2 persen pada pekan lalu. Indeks saham acuan tersebut naik untuk empat minggu berturut-turut. Indeks saham Nasdaq menguat dalam tiga minggu berturut-turut.

Musim laporan laba kuartal pertama dimulai dengan awal yang kuat dipimpin oleh hasil kuat dari bank. Laba sektor keuangan telah melampaui harapan sebesar 38 persen. Sementara di S&P 500 telah mengejutkan naik 12 persen. Hal itu berdasarkan data dari Credit Suisse.

“Kami tetap bullish di pasar saham ekuitas secara keseluruhan dan melihat kekuatan berkelanjutan di sektor siklikal yang akan mendapatkan keuntungan dari pemulihan ekonomi berbasis luas yang sedang berlangsung,” ujar Direktur D.A Davidson, James Ragan.

Ia menambahkan, pihaknya mencari kinerja perusahaan yang sangat kuat pada kuartal I dan II 2021. Pihaknya percaya estimasi laba dapat  direvisi lebih tinggi.

Pada Jumat pekan lalu, UBS menaikkan perkiraan indeks saham S&P 500 pada 2021 di tengah data terbaru yang menandakan pemulihan ekonomi yang kuat. Indeks saham S&P 500 diperkirakan di posisi 4.400 pada akhir 2021.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya