Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengantongi daftar sejumlah perusahaan yang berencana go publik dengan penawaran umum perdana atau (Initial Public Offering/IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna membeberkan, hingga 16 Juni 2021, 23 perusahaan antre di pipeline pencatatan saham BEI.
Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya akan melakukan e-IPO, antara lain PT Bundamedik Tbk (BMHS), PT Bank Multiarta Sentosa Tbk (MASB), dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI).
Advertisement
Baca Juga
"Sementara 20 perusahaan lainnya, dapat kami sampaikan bahwa belum ada perusahaan BUMN yang melakukan permohonan pendaftaran pencatatan saham,” kata dia kepada awak media, ditulis Jumat (18/6/2021).
Merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017, berikut adalah klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline. Yakni, tiga Perusahaan aset skala kecil dengan aset aset di bawah Rp 50 miliar, 9 Perusahaan aset skala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar. Serta 11 Perusahaan aset skala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar.
Adapun rincian dari sisi sektornya adalah sebagai berikut:
1 Perusahaan dari sektor Basic Materials;
4 Perusahaan dari sektor Industrials;
1 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistics;
3 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals;
2 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals;
1 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate;
3 Perusahaan dari sektor Technology;
2 Perusahaan dari sektor Healthcare;
3 Perusahaan dari sektor Energy;
3 Perusahaan dari sektor Financials.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
BEI Beberkan Lima Syarat Alternatif Pencatatan Startup di Papan Utama
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempersiapkan alternatif aturan baru untuk mengakomodir perusahaan rintisan (startup) unicorn untuk melantai di papan utama. Alternatif aturan tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Bursa I-A.
Secara garis besar, aturan yang diubah yakni terkait persyaratan yang mewajibkan calon perusahaan tercatat untuk sudah membukukan laba usaha, paling tidak dalam kurun satu tahun terakhir untuk dapat tercatat di papan utama.
Sementara, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan aturan tersebut tidak fit dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, termasuk namun tidak terbatas kepada tech companies.
Misalnya, perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan market share atau pangsa pasar dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia.
"Melalui peraturan I-A revisian ini nantinya Bursa akan memperkenalkan 5 (lima) alternatif persyaratan sebagai pintu untuk tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan. Dengan demikian, kami berharap peraturan ini lebih akomodatif bagi berbagai jenis industri di tanah air,” ujar Nyoman kepada awak media, ditulis Rabu (16/6/2021).
Saat ini BEI mempersyaratkan antara nilai minimum Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 100 miliar sebagai persyaratan pencatatan di papan utama.
"Dalam rancangan Peraturan Bursa I-A yang sedang dalam proses revisi, kami melakukan penyesuaian pengaturan sehingga Calon Perusahaan Tercatat, termasuk unicorn, dapat menggunakan 5 alternatif persyaratan,” kata Nyoman.
Advertisement
Lima Persyaratan
Lima persyaratan tersebut yaitu:
1. Net Tangible Asset dan Laba Usaha
2. Agregat Laba Sebelum Pajak 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar;
3. Pendapatan dan Nilai Kapitalisasi Pasar;
4. Total Aset dan Nilai Kapitalisasi Pasar;
5. Operating Cashflow Kumulatif 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar.
"Alternatif-alternatif persyaratan tersebut kita sesuaikan dengan best practice yang diterapkan di Bursa lain dan harapan kami tentunya dapat membuka kesempatan yang lebih lebar bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk dapat tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan tetap mempertahankan kualitas perusahaan yang eligible untuk tercatat di Papan Utama,” pungkas Nyoman.