Perusahaan Rintisan Bisa IPO dengan Skema MVS, Ini Syaratnya

OJK sedang minta tanggapan mengenai Rancangan POJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Jun 2021, 18:23 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2021, 18:23 WIB
IHSG Dibuka di Dua Arah
Layar informasi pergerakan harga saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun Rancangan POJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh Emiten atau multiple voting shares (MVS).

Aturan itu termasuk dalam POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas.

Penerapan dual class share dengan multiple voting shares merupakan praktik yang lazim diberlakukan untuk perusahaan rintisan di luar negeri. Sebagai contoh, diberlakukan juga oleh beberapa bursa efek seperti SGX, HKEX, NYSE, dan Nasdaq.

Beberapa Bursa seperti HKEX, NYSE, Nasdaq telah memiliki kebijakan pendukung perusahaan teknologi seperti dual class share dengan multiple voting shares mulai melirik perusahaan di kawasan ASEAN khususnya khususnya perusahaan teknologi untuk dapat tercatat di pasarnya.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, serta dalam rangka memberikan dasar hukum Penawaran Umum bagi perusahaan-perusahaan rintisan (start-up) yang memiliki inovasi teknologi, maka perlu mengatur mengenai Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten Dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas,” seperti dikutip dari RPOJK.04/2021, Jumat (18/6/2021).

Dalam beleid tersebut, ada setidaknya empat kriteria yang harus dipenuhi emiten untuk melakukan IPO dengan SHSM. Pertama, menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta memiliki kemanfaatan sosial yang luas.

"Inovasi produk adalah produk barang maupun jasa yang mengandung unsur kebaruan. Kemanfaatan sosial dari inovasi produk ini antara lain terkait dengan sedemikian luasnya masyarakat pengguna produk maupun mata rantai usaha yang terlibat dalam distribusi produk kepada masyarakat, yang secara tidak langsung berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja dan kemanfaatan sosial lainnya,” mengutip draft POJK.04/2021.

Kedua, memiliki pemegang saham yang mempunyai kontribusi signifikan dalam pemanfaatan teknologi.   Ketiga, yakni memenuhi sejumlah persyaratan seperti, total aset perusahaan paling sedikit Rp 2 triliun telah melakukan kegiatan operasional paling singkat 3 tahun, laju pertumbuhan majemuk tahunan dari total aset selama 3 (tiga) tahun terakhir paling sedikit 35 persen dan laju pertumbuhan majemuk tahunan dari pendapatan selama 3 tahun terakhir minimal 30 persen.

Kriteria keempat, yakni merupakan Emiten yang belum pernah melakukan Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas.

Berkaitan dengan itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) turut memberikan tanggapan dan masukan atas RPOJK SHSM dimaksud.

"Seiring dengan proses penyusunan RPOJK SHSM, tentunya apabila diperlukan, BEI akan merancang pengaturan pelaksana untuk RPOJK tersebut terkait hal-hal teknis seperti pengaturan pencatatan dan perdagangan,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada awak media.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

BEI Beberkan Lima Syarat Alternatif Pencatatan Startup di Papan Utama

Pergerakan IHSG Ditutup Menguat
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempersiapkan alternatif aturan baru untuk mengakomodir perusahaan rintisan (startup) unicorn untuk melantai di papan utama. Alternatif aturan tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Bursa I-A.

Secara garis besar, aturan yang diubah yakni terkait  persyaratan yang mewajibkan calon perusahaan tercatat untuk sudah membukukan laba usaha, paling tidak dalam kurun satu tahun terakhir untuk dapat tercatat di papan utama. 

Sementara, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan aturan tersebut tidak fit dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, termasuk namun tidak terbatas kepada tech companies. 

Misalnya, perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan market share atau pangsa pasar dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia. 

"Melalui peraturan I-A revisian ini nantinya Bursa akan memperkenalkan 5 (lima) alternatif persyaratan sebagai pintu untuk tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan. Dengan demikian, kami berharap peraturan ini lebih akomodatif bagi berbagai jenis industri di tanah air,” ujar Nyoman kepada awak media, ditulis Rabu (16/6/2021).

Saat ini BEI mempersyaratkan antara nilai minimum Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 100 miliar sebagai persyaratan pencatatan di papan utama.

"Dalam rancangan Peraturan Bursa I-A yang sedang dalam proses revisi, kami melakukan penyesuaian pengaturan sehingga Calon Perusahaan Tercatat, termasuk unicorn, dapat menggunakan 5 alternatif persyaratan,” kata Nyoman.

Lima Persyaratan

IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lima persyaratan tersebut yaitu:

1. Net Tangible Asset dan Laba Usaha

2. Agregat Laba Sebelum Pajak 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

3. Pendapatan dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

4. Total Aset dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

5. Operating Cashflow Kumulatif 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar.

"Alternatif-alternatif persyaratan tersebut kita sesuaikan dengan best practice yang diterapkan di Bursa lain dan harapan kami tentunya dapat membuka kesempatan yang lebih lebar bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk dapat tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan tetap mempertahankan kualitas perusahaan yang eligible untuk tercatat di Papan Utama,” pungkas Nyoman.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya