Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada 14 temuan yang memuat 29 permasalahan dari hasil pemeriksaan atas pengawasan sektor pasar modal pada 2018-2020.
Permasalahan BPK tersebut meliputi 16 kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) dan 13 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian mengutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020 yang dikutip Minggu, (27/6/2021).
Baca Juga
Pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) mengungkapkan 14 temuan pemeriksaan dan pembatasan pemeriksaan, BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup atas pengawasan terhadap transaksi saham dan reksa dana sehingga BPK tidak dapat menguji pengawasan atas risiko adanya transaksi semu dalam perdagangan saham dan portofolio reksa dana.
Advertisement
Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan, kecuali atas temuan pemeriksaan dan pembatasan pemeriksaan tersebut, pengawasan terhadap sektor pasar modal 2018-2020 oleh OJK telah dilaksanakan sesui ketentuan yang digunakan sebagai kriteria pemeriksaan, dalam semua hal yang material.
Permasalahan signifikan yang ditemukan berkaitan dengan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain:
-Pemberian rekomendasi oleh pemeriksa OJK atas indikasi tindak pidana pasar modal, penanganan temuan transaksi portofolio efek reksa dana dengan harga di luar rentang harga Bursa Efek Indonesia (BEI), pengawasan on-site atas kasus penyalahgunaan dana nasabah oleh oknum pegawasai perusahaan efek, dan penanganan pelanggaran penempatan satu portofolio efek reksa dana yang melebihi 10 persen dari nilai aktiva bersih (NAB) tidak dilakukan secara konsisten.
BPK menyebutkan, hal itu mengakibatkan ada kurangnya akuntabilitas proses penanganan indikasi pelanggaran UU Pasar Modal dan tindak pidana pasar modal termasuk reksa dana yang melanggar ketentuan dan penyelesaiannya.
Selain itu, potensi kerugian nasabah reksa dana atas transaksi yang dilakukan manajer investasi (MI) dengan harga di luar rentang harga BEI. "Nasabah tidak dilindungi kepentingannya dan mengalami kerugian minimal sebesar Rp 2,74 miliar,” tulis BPK.
Kemudian penyelenggaraan pengawasan kegiatan perusahaan efek (PE) dan WPPE tidak adil dan akuntabel.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Hasil Rekomendasi BPK
BPK pun merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan kepala eksekutif pengawas pasar modal antara lain agar:
1.Melengkapi, mengidentifikasi dan menganalisis transaksi di luar rentang harga BEI yang dilakukan oleh 19 MI, penanganan penyalahgunaan dana nasabah yang terdapat di tiga LHP, penanganan pelanggaran batas penempatan satu portofolio efek reksa dana termasuk dasar pertimbangan tidak melimpahkan ke Direktorat Pemeriksaan Pasar Modal dan selanjutnya menyampaikan hasilnya kepada BPK.
2. Menetapkan pedoman quality assurance dan quality control dalam proses pemeriksaan termasuk penilaian risiko pasar modal.
3.Segera mengambil keputusan atas rekomendasi hasil pemeriksaan terkait dengan pembubaran reksa dana yang melanggar batas penempatan satu portofolio efek reksa dana.
BPK juga menyebutkan hasil pengawasan off-site atas transaksi efek saham serta efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) belum memadai, antara lain OJK tidak menghentikan transaksi bursa atas saham yang mengalami perubahan harga signifikan, serta beberapa transaksi EBUS tidak dilakukan review.
“Hal tersebut mengakibatkan OJK tidak dapat segera mendeteksi apabila terdapat transaksi yang tidak wajar dan indikasi pelanggaran UU Pasar Modal dan atau tindak pidana pasar modal dari kenaikan/ penurunan harga saham yang signifikan tidak dapat diidentifikasi,” tulis BPK.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal antara lain agar menyempurnakan Pedoman Review Alert Efek dan Pedoman Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Off-Site yang dikaitkan dengan seluruh kewenangan OJK, serta mengembangkan aplikasi dalam penentuan status alert EBUS.
-OJK tidak segera mengambil langkah-langkah penyelesaian atas pelanggaran pengelolaan RD MCMIX. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya akuntabilitas dalam proses penanganan pelanggaran MI termasuk perlindungan hak para investor reksa dana yang belum dibubarkan/dilikuidasi dan terdapat potensi kerugian nasabah karena penurunan NAB di tiga reksa dana yang sudah diperintahkan dibubarkan oleh OJK tetapi belum dibubarkan oleh MCMIX sebesar Rp 1,12 triliun.
“Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan kepala eksekutif pengawas pasar modal antara lain agar menetapkan pedoman yang mengatur penyelesaian permasalahan reksa dana termasuk pemberian perintah tertulis pembubaran reksa dana sampai dengan pengembalian dana kepada nasabah,” tulis BPK.
Advertisement