Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street berjuang untuk menguat pada perdagangan Selasa, 21 September 2021. Akan tetapi, indeks Dow Jones cenderung melemah pada sesi perdagangan dan ditutup di zona merah.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 50,63 poin atau 0,15 persen menjadi 33.919,84. Indeks S&P 500 susut 0,1 persen menjadi 4.354,19 setelah alami penurunan tajam sejak Mei. Namun, indeks Nasdaq naik 0,2 persen menjadi 14.746,40 seiring investor membeli sejumlah saham teknologi utama seperti Apple.
Baca Juga
Saham sempat menguat di awal sesi dengan indeks Dow Jones naik lebih dari 300 poin pada satu titik. Namun, indeks berbalik arah melemah.
Advertisement
Bursa saham Asia yang stabil membantu sentimen di AS setelah kekhawatiran tumbuh pada Senin, 20 September 2021 kalau krisis likuiditas di pengembang China Evergrande akan menyebabkan penularan global. Indeks Hang Seng naik 0,5 persen setelah turun lebih dari tiga persen pada awal pekan ini.
Awalnya penurunan menarik investor pada pembukaan perdagangan Selasa, 21 September 2021. Akan tetapi, pasar tidak dapat kembali menahan. Indeks S&P 500 naik 0,9 persen pada level tertinggi pada Selasa, 21 September 2021. Investor juga berhati-hati menjelang keputusan the Federal Reserve tentang suku bunga dan rilis perkiraan ekonomi pada Rabu, 22 September 2021.
“Sudah ada pantulan tajam dari intraday low pada Senin, dan katalis untuk koreksi belum terselesaikan. Jadi kami memperkirakan sedikit lebih banyak gangguan dan mulai menambahkan kembali risiko ke pasar pada setiap pelemahan lebih lanjut saat proses penurunan dimulai,” ujar Chief Market Strategist Canaccord Genuity Tony Dwyer dilansir dari CNBC, Rabu (22/9/2021).
Investor mencari informasi lebih lanjut dari ketua the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell tentang rencana bank sentral untuk mengurangi pembelian obligasi, terutama kapan itu akan terjadi. Powell menuturkan, the Federal Reserve (the Fed) memperlambat pembelian obligasi USD 120 miliar pada beberapa titik tahun ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sentimen Evergrande dan Menanti Pertemuan The Fed
The Fed akan merilis perkiraan ekonomi triwulanan yang disebut dot plot bersama dengan pernyataan suku bunga.
“Kita harus melihat bukti bahwa plot titik the Fed tidak keluar dengan cara yang menakuti pasar,” ujar Chief Investment Strategist BMO Wealth Management, Yung-Yu Ma.
Pengembang real estate China Evergrande Group yang sedang berjuang berada di ambang gagal bayar dan default. Berdasarkan S&P Global Ratings, Evergrande Group akan membayar bunga senilai USD 83 juta atau sekitar Rp 1,19 triliun (asumsi kurs Rp 14.242 per dolar AS) pada Kamis pekan ini.
Analis sebagian besar percaya Evergrande akan melewatkan pembayaran bunga. S&P melihat gagal bayar sebagai kemungkinan yang banyak dikhawatirkan dapat menyebarkan penularan keuangan seperti yang terjadi pada Lehman Brothers pada 13 tahun lalu.
“Pejabat pemerintah China sangat menyadari berita utama yang membandingkan Evergrande dengan Lehman,” ujar Ed Yardeni dari Yardeni Research.
Yardeni menuturkan, pemerintah China sangat menyadari konsekuensi dari membiarkan perusahaan gagal. “Jadi mereka akan turun tangan untuk merestrukturisasinya. Ketika mereka melakukannya, pasar saham di seluruh dunia harus menikmati reli terkait bantuan,” ujar Yardeni.
Advertisement
Saham Uber dan Johnson&Johnson Melonjak
Indeks S&P 500 turun 3,7 persen pada September 2021, dan turun 4,2 persen dari rekor baru-baru ini. Sentimen lain yang juga membebani pasar pada September 2021 adalah varian delta yang tetap menjadi ancaman kesehatan global karena cuaca dingin yang mendekat dan keraguan terhadap vaksinasi tetap ada di antara masyarakat AS.
Johnson&Johnson mengatakan, suntikan booster vaksin COVID-19 94 persen efektif. Saham J&J naik 0,4 persen pada Selasa pekan ini.
Selain itu, saham Uber melonjak 11 persen setelah dongkrak prospek untuk kuartal III 2021. Saham ConocoPhilips naik hampir 4 persen karena stok energi pada awalnya memantul menyusul penurunan harga minyak dari aksi jual yang terjadi pada awal pekan ini.
Sementara itu, saham Disney turun 4 persen seiring CEO Bob Chapek mengingatkan investor tentang potensi hambatan untuk pertumbuhan pelanggan Disney+ pada kuartal III.