OJK Beberkan Kondisi Pasar Modal RI di Tengah Pandemi COVID-19

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, berbagai indikator pasar bergerak cukup positif di tengah pandemi COVID-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 15 Okt 2021, 10:47 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2021, 10:47 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen (Dok: BEI)
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen (Dok: BEI)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan sejumlah capaian pasar modal tanah air hingga 8 Oktober 2021.

Pada periode tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, berbagai indikator pasar bergerak cukup positif.

Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat 8 Oktober 2021, IHSG berada di level 6481 poin, meningkat 8,41 persen ytd. Kapitalisasi pasar juga meningkat menjadi Rp 7,945 triliun, atau naik 14,01 persen ytd.

"Hingga 8 Oktober 2021, OJK juga mengeluarkan pernyataan efektif pendaftaran penawaran umum untuk 136 emisi senilai Rp 266,82 triliun,” ungkap Hoesen dalam CMSE Expo 2021, Jumat (15/10/2021).

Terdiri dari 35 IPO senilai Rp 30,99 triliun. Kemudian 26 PUT senilai Rp159,7 triliun, 6 PU EBUS senilai 6,97 triliun. Serta 33 PUB EBUS Tahap 1 senilai Rp 31,06 triliun dan 36 PUB EGUS Tahap 2 Rp 38,09 triliun.

Sementara dari sisi permintaan, hingga 7 Oktober 2021, OJK mencatat jumlah investor yang mengalami pertumbuhan hingga 69,07 persen. Menjadi sebanyak 6,56 juta SID dibandingkan posisi per akhir 2020 sebanyak 3,88 juta SID.

“Beberapa indikator pasar modal yang positif khususnya perkembangan investor saat ini di pasar modal Indonesia memberikan optimisme terhadap perkembangan pasar modal Indonesia pada tahun 2021,” kata Hoesen.

Hoesen menambahkan, sentimen positif juga didorong dari pencatatan perusahaan unicorn. “Apalagi sentimen positif atas listing beberapa perusahaan unicorn Indonesia ke bursa turut mendukung optimisme tersebut,” ujar dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kapitalisasi Pasar BEI Tembus Rp 8.123 Triliun

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Layar komputer menunjukkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) makin perkasa.  Hal itu mendorong kapitalisasi pasar saham menembus posisi Rp 8.123 triliun.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menguat 1,36 persen ke posisi 6.626,11 pada perdagangan Kamis, 14 Oktober 2021. Hal itu membawa kinerja IHSG tumbuh 10,82 persen secara year to date 10,82 persen.

Sementara itu, indeks LQ45 naik 1,26 persen ke posisi 972,66. Secara year to date, indeks LQ45 sudah tumbuh 4,04 persen.

Investor asing pun masih melanjutkan aksi beli saham di pasar modal Indonesia. Pada perdagangan Kamis, 14 Oktober 2021, aksi beli investor asing tercatat Rp 1,58 triliun. Dengan demikian, aksi beli saham oleh investor asing mencapai Rp 31,64 triliun hingga 14 Oktober 2021.

Dengan kenaikan IHSG tersebut, kapitalisasi pasar bursa menembus Rp 8.123 triliun.  Kapitalisasi pasar bursa naik Rp 108 triliun dari perdagangan sebelumnya Rp 8.015 triliun.

Head of Equity Trading PT MNC Sekuritas, Frankie Prasetio menuturkan,  kapitalisasi pasar BEI tembus Rp 8.000 triliun dengan IHSG naik melampaui proyeksi banyak kalangan investor di atas level 6.500. Kenaikan IHSG tersebut ditopang sektor komoditas antara lain crude palm oil (CPO), minyak dan gas (migas), dan batu bara.

“Saham-saham komoditas ini terbilang cukup lesu di semester I mengingat banyak investor lebih tertarik pada saham-saham yang bersentuhan dengan digitalisasi,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, dikutip Jumat (15/10/2021).

Frankie menilai, investor rotasi saham ke sektor saham komoditas pada semester II sehingga turut menopang IHSG. “Namun, semenjak memasuki semester II akibat sentimen krisis energi dunia, investor beralih pada saham-saham komoditas,” ujar dia.

Adapun sentimen yang perlu diwaspadai pada akhir kuartal IV ini, Frankie menilai kekhawatiran efek tapering atau pengurangan stimulus dan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. “Hal ini bisa saja membaut sektor perbankan tertahan bila dana investasi banyak kembali ke Amerika Serikat,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya