Didi Bakal Delisting di Bursa Efek New York, Pindah ke Hong Kong

Dewan direksi telah memberi wewenang kepada perusahaan Didi untuk mengajukan delisting di New York, Amerika Serikat.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Des 2021, 22:16 WIB
Diterbitkan 03 Des 2021, 22:16 WIB
Aplikasi Didi Chuxing
Aplikasi Didi Chuxing. Dok: Didi Chuxing

Liputan6.com, Hong Kong - Perusahaan ride-hailing asal China, Didi mengatakan akan “segera’ mulai proses delisting dari Bursa Efek New York dan pindah ke Hong Kong. Hal ini dilakukan Didi hanya beberapa bulan setelah mencatatkan saham perdana pada Juni 2021.

"Setelah studi yang cermat, perusahaan akan segera mulai delisting di New York Stock Exchange, dan memulai persiapan untuk listing di Hong Kong,” tulis perseroan pada akun terverifikasi di Weibo, dilansir dari CNN, Jumat (3/12/2021).

Didi mengatakan, dewan direksi telah memberi wewenang kepada perusahaan untuk mengajukan delisting di New York, Amerika Serikat.

Dewan akan menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk memberikan suara mengenai masalah tersebut pada waktu yang tepat dan ikuti prosedur yang diperlukan.

Pengumuman itu muncul hanya lima bulan setelah penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) senilai USD 4,4 miliar atau sekitar Rp 63,42 triliun (asumsi kurs Rp 14.413 per dolar AS) di Amerika Serikat. Ini menjadi keputusan yang berubah jadi kegagalan bagi perusahaan.

Harga saham Didi turun saat Beijing menindak perusahaan tersebut. Pemerintah China mengatakan akan larang Didi dari aplikasi di China karena melanggar undang-undang privasi dan menimbulkan risiko keamanan siber.

Saham Didi sekarang bernilai sekitar setengah dari harga IPO USD 14 per saham. Kapitalisasi pasar susut hampir USD 30 miliar atau sekitar Rp 432,41 triliun. Keputusan Beijing menargetkan Didi dilihat dari sanksi atas keputusannya untuk go public di luar negeri.

Perusahaan tersebut pun menjadi bagian dari upaya China untuk mengendalikan apa yang dilihat pemerintah sebagai perusahaan kapitalisasi besar yang nakal.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tekanan terhadap Perusahaan China

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Beberapa minggu setelah IPO, otoritas China mengusulkan agar perusahaan dengan data lebih dari satu juta pengguna meminta persetujuan sebelum pencatatan di luar negeri.

Tanda-tanda Didi akan meninggalkan New York seiring pekan lalu Bloomberg melaporkan dari sumber, Cyberspace Administration China meminta eksekutif tertinggi Didi untuk menyusun rencana itu.

Keputusan Didi untuk menghapuskan saham melalui media sosial China membuat kejutan. Pada Jumat siang, hal itu salah satu treding di Weibo dengan unggahan tentang perusahaan yang menarik lebih dari 120 juta pengguna.

Terkait hal itu, saham Softbank turun 0,7 persen pada Jumat pekan ini. Softbank salah satu investor global Didi. Pada pekan lalu, saham Softbank anjlok lima persen setelah Bloomberg melaporkan potensi delisting Didi.

Tekanan terhadap perusahaan China yang mencatatkan saham di Amerika Serikat bukan hanya dari Beijing. Pemerintah AS juga memperketat perusahaan-perusahaan dari China.

Pada Kamis, 2 Desember 2021, Komisi Sekuritas dan Bursa AS menyelesaikan aturan yang memungkinkan untuk hapus perusahaan asing yang menolak membuka pembukuannya kepada regulator AS. China telah bertahun-tahun menolak audit AS terhadap perusahaannya, dengan alasan masalah keamanan nasional.

 

Konsekuensi

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Aturan baru itu memiliki konsekuensi luas bagi banyak perusahaan China yang berdagang di AS, termasuk Alibaba, JD.com, dan Baidu. Tiga perusahaan itu juga sudah tercatat di Hong Kong.

Adapun perusahaan teknologi China terguncang dengan kabar tersebut. Saham JD.com anjlok lebih dari 5 persen, Alibaba susut 3 persen, dan Baidu tergelincir 3 persen. Sedangkan perusahaan game NetEasa merosot 5,4 persen.

"Ini hanyalah sentimen negatif untuk saham teknologi China yang terus hadapi banyak tantangan regulasi baik di dalam negeri dan global,” ujar Direktur Pelaksana Wedbush Securities.

Ia menuturkan, situasi Didi ini menjadi kisah peringatan lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya