Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan rintisan AI buatan China SenseTime Group kembali gelar proses initial public offering (IPO) atau penawaran umum perdana di Bursa Hong Kong senilai USD 767 juta atau setara Rp 1,03 triliun) pada Senin (20/12/2021) setelah sepekan masuk daftar hitam investasi AS.
SenseTime targetkan penjualan saham sebanyak 1,5 miliar dengan kisaran harga 3,85 – 3,99 dolar Hong Kong per saham. Menurut pengajuan peraturan, perusahaan akan menetapkan harga akhir pada Kamis, 23 Desember 2021.
Baca Juga
Regulasi ini masih bergantung pada investor fundamental untuk membeli saham senilai USD 511 juta, setara Rp 7,3 triliun (estimasi kurs Rp 14.309 per dolar AS), semula hanya seharga USD 459 juta (atau Rp 6,4 triliun). Jumlah tersebut setara dengan 67 persen dari yang sebelumnya hanya sekitar 58 persen.
Advertisement
Perusahaan rintisan kecerdasan buatan atau AI China mengatakan ketika masuk ke dalam daftar hitam AS, perusahaan tidak memberlakukan apapun terhadap operasi bisnisnya.
Efek yang ditimbulkan yakni mengurangi investor AS. Artinya akan menghambat kemampuan SenseTime untuk meningkatkan modal di masa depan dan mengurangi likuiditas perdagangan.
Departemen Keuangan AS menambahkan SenseTime ke daftar hitam pada 10 Desember 2021.
Perusahaan sebelumnya menyampaikan sangat menentang penetapan daftar hitam AS dan tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Saham SenseTime memulai perdagangan di Bursa Efek Hong Kong (Hong Kong Stock Exchange) pada Senin, 20 Desember 2021.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bantahan SenseTime
Kementerian Keuangan AS dan lembaga hak asasi memperkirakan China telah menahan lebih dari satu juta orang dalam beberapa tahun terakhir di area komp wilatah barat China, Xinjiang. Khususnya kalangan Uyghur dan anggota minoritas Muslim lainnya.
Beberapa anggota parlemen telah mengklaim perlakuan terhadap Uyghur sebagai genosida, mengutip bukti sterilisasi paksa dan kematian di dalam kamp itu. China membantah klaim ini dan mengatakan tingkat pertumbuhan penduduk Uyghur berada di atas rata-rata nasional.
"Produk dan layanan grup kami ditujukan untuk penggunaan sipil dan komersial, bukan untuk aplikasi militer apa pun," ujar SenseTime dalam pengajuan revisi, dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (20/12/2021).
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement