Ada Invasi Rusia ke Ukraina, Ini Dampaknya ke Surya Esa Perkasa

Chief Financial Officer PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), Prakash Bumb mengatakan, 2022 akan jadi tahun bagus bagi perseroan, tetapi akan sulit untuk menentukan patokan target.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 20 Mar 2022, 14:07 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2022, 11:05 WIB
Pastikan Distribusi BBM & LPG ke Masyarakat Aman, PT Kilang Pertamina Internasional Unit Balongan Tetap Beroperasi Selama Nataru
(Foto:Dok.Pertamina)

Liputan6.com, Jakarta - PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), perusahaan yang telah mengoperasikan Kilang LPG dan Pabrik Amonia swasta terbesar di Indonesia mengungkapkan 2022 akan menjadi tahun bagus bagi perusahaan. 

Chief Financial Officer PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), Prakash Bumb mengatakan, 2022 akan jadi tahun bagus bagi perseroan, tetapi akan sulit untuk menentukan patokan target.

"Tahun 2022 akan jadi tahun baik, tetapi kami belum bisa menentukan patokan untuk target revenue di 2022, salah satunya karena perang Rusia Ukraina. Jadi sangat sulit menentukan panduan. Namun, sejak perang di Rusia Ukraina dimulai, harga dari Amonia masih bagus,” ujar Prakash, saat webinar Indonesia Investment Education, ditulis Minggu (20/3/2022). 

Selain itu, Prakash mengatakan, berkaca dari performa Surya Esa Perkasa dalam beberapa tahun terakhir yang memiliki hasil baik, dirinya tetap optimistis selama 2022 perseroan akan mendapatkan hasil baik.

Director dan Deputy CEO ESSA, Kanishk Laroya juga mengungkapkan hal yang sama. Dia menuturkan, semenjak perang terjadi, pasokan Amonia global menurun sekitar 4 juta ton. 

“ESSA hanya bisa produksi 700 ribu ton per tahun, sedangkan saat ini pasokan Amonia global menurun 4 juta ton karena perang Rusia-Ukraina. Hal tersebut, ESSA kesulitan memenuhi pasokan global karena tingkat produksi yang terbatas,” kata Kanishk. 

Kanishk menjelaskan, penurunan pasokan itu membuat harga amonia jadi naik. Sampai sejauh mana harga itu akan naik dan berapa lama itu sangat sulit untuk diprediksi. 

“Kalau pasokan menurun, tapi demand masih ada, maka akan berpengaruh ke harga,” jelas Kanishk. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pencapaian Dua Tahun Terakhir

Ilustrasi Laporan Keuangan
Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

Berkaca pada pencapaian ESSA selama dua tahun terakhir, margin laba ESSA pada 2020 sempat alami loss sebesar USD 19 juta atau sekitar Rp 272,5 miliar dan kemudian pada 2021 kembali naik sebesar 173 persen ke angka USD 14 juta. 

Kanishk menuturkan, pada 2020 hampir keseluruhan harga apapun alami penurunan signifikan. 

“2020 harga-harga paling rendah di mana LPG dan Amonia 10-12 year low, atau paling rendah selama 10-12 tahun terakhir. Kemudian 2021, ada pemulihan di harga kedua produk yaitu LPG naik 20 persen sedangkan Amonia naik hampir 100 persen,” ungkap Kanishk.

Adapun Kanishk menjelaskan, seharusnya margin laba  pada 2021 bisa lebih bagus dari USD 14 juta, tetapi karena perusahaan melakukan refinancing dan mengeluarkan one time cost sebesar Rp 47 juta, margin laba yang diperoleh selama 2021 hanya USD 14 juta. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya