Uber Rugi USD 5,9 Miliar Gara-gara Investasi Saham Perusahaan di Asia Turun

Uber melaporkan hampir semua kerugian disumbang dari kejatuhan nilai investasi dalam bisnisnya, di Didi China dan Grab di Asia Tenggara.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 05 Mei 2022, 13:45 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2022, 13:45 WIB
Kantor Taksi Uber di Amsterdam Digerebek Jaksa
Uber.

Liputan6.com, Jakarta Uber, perusahaan transportasi dan pengiriman Uber merugi USD 5,9 miliar (£4,7 miliar). Kerugian yang ditanggung sebagian besar karena saham dari perusahaan lain.

Perusahaan melaporkan jika hampir semua kerugian disumbang dari kejatuhan nilai investasi dalam bisnisnya, termasuk dua raksasa ride-hailing di Asia. Keduanya yakni Didi di China dan Grab di Asia Tenggara.

Melansir laman BBC, Kamis (5/5/2022), saham Didi dan Grab tercatat anjlok sejak listing di New York pada tahun lalu.

Meski demikian, Bos Uber masih menyoroti kemajuan perusahaan dalam upaya pulih dari dampak pandemi Covid-19.

"Hasil kami menunjukkan seberapa banyak kemajuan yang telah kami buat untuk keluar dari pandemi dan bagaimana kekuatan platform kami membedakan kinerja bisnis kami," kata Kepala Eksekutif Dara Khosrowshahi.

Itu terjadi karena perusahaan mengatakan jumlah perjalanan yang dilakukan kembali meningkat 18 persen selama tiga bulan hingga akhir Maret 2022, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Itu membantu pendapatan perusahaan naik 136 persen.

Secara bersih, kerugian kuartal pertama Uber melonjak menjadi USD 5,9 miliar dari USD 108 juta tahun lalu.

Hal ini didorong penurunan nilai saham di bisnis lain sebesar USD 5,6 miliar, terutama perusahaan ride-hailing China Didi.

"Namun, Uber memiliki cukup uang untuk mempertahankan saham yang merugi itu dan menunggu waktu yang lebih baik untuk menjualnya," kata Kepala Keuangan Nelson Chai.

Saham perusahaan berakhir lebih rendah pada sesi perdagangan Rabu di New York sebesar 4,65 persen.

 

 

Investasi Didi dan Grab

Ilustrasi Grab
Ilustrasi Grab

Pada 2016, saat menghadapi persaingan ketat di China, Uber menjual bisnisnya di ekonomi terbesar kedua di dunia itu kepada Didi dengan imbalan 18 persen saham di perusahaan yang berkantor pusat di Beijing.

Valuasi pasar AS Didi telah turun lebih dari 80 persen sejak debutnya senilai USD 4,4 miliar di New York Stock Exchange (NYSE) oada musim panas lalu.

Namun dalam beberapa hari setelah melantai, regulator internet China memerintahkan toko online untuk tidak menawarkan aplikasi Didi, dengan mengatakan aplikasi itu mengumpulkan data pribadi pengguna secara ilegal.

Pada bulan Desember, perusahaan mengumumkan rencana untuk melepas sahamnya dari NYSE dan memindahkan pencatatannya ke Hong Kong.

Pekan ini, Didi mengungkapkan menghadapi penyelidikan dari Pengawas Pasar Saham AS tentang penawaran umum perdana (IPO).

Pada tahun 2018, ketika kedua perusahaan masih dimiliki secara pribadi, Uber menjual bisnisnya di Asia Tenggara ke Grab untuk 27,5 persen saham di perusahaan yang berbasis di Singapura.

Kemudian saham Grab turun tajam dalam debut mereka di platform perdagangan Nasdaq New York pada Desember tahun lalu.

Valuasi pasar sahamnya telah turun hampir 75 persen sejak IPO, yang merupakan pencatatan AS terbesar yang pernah dilakukan oleh perusahaan Asia Tenggara.

Uber juga memiliki saham di perusahaan pengiriman makanan India Zomato, yang diperolehnya pada tahun 2020 sebagai imbalan atas operasi Uber Eats di India.

Nilai saham Zomato hampir setengahnya sejak membuat debut pasar saham yang luar biasa pada bulan Juli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya