Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat merosot ke zona merah seusai libur Lebaran. IHSG melemah 147,96 poin atau minus 2,18 persen ke posisi 6.645,44 per 19 Mei 2022.
Hal ini dipengaruhi oleh tingginya inflasi yang terjadi di Amerika Serikat. Presiden Federal Reserve (The Fed) Cleveland Loretta Mester mengatakan ada potensi kenaikan suku bunga 75 basis poin ke depannya.
Baca Juga
Meskipun IHSG melemah, Direktur PT Insight Investments Management Ria M. Warganda mengungkapkan, ia yakin dan tetap positif, ini karena nilai mata uang rupiah relatif stabil, angka inflasi relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain, serta naiknya harga komoditas akan membuat neraca perdagangan Indonesia semakin surplus ditopang dari sisi penjualan ekspor yang semakin meningkat.
Advertisement
Ria menyarankan agar investor untuk tidak panik menanggapi gejolak yang berlangsung selama situasi penurunan nilai IHSG. Bahkan menurut Ria, melihat peluang di atas justru saat ini menjadi momentum yang tepat berinvestasi para investor.
"Investor dengan profil risiko agresif dapat memanfaatkan momen ini untuk menambah investasi dengan reksa dana indeks saham, investor dapat mempertimbangkan untuk berinvestasi pada reksa dana tersebut yang dibuat untuk meniru pergerakan dan kinerja dari suatu tolok ukur yang telah ditentukan,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).
Ia menambahkan, Insight merekomendasikan reksa dana Insight Indeks IDX30 (iIDX30) yang mengacu kepada konstituen Indeks Saham IDX30 dan memiliki kinerja YTD per 24 Mei 2022 sebesar 7,63 persen dan Reksa Dana Indeks Insight Sri Kehati Likuid (ISL) yang mengacu kepada konstituen indeks saham SRI-Kehati dan memiliki kinerja secara YTD sebesar 12,02 persen.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kinerja Reksa Dana
Adapun kinerja YTD hingga akhir April 2022 RD IDX30 dan ISL sempat mencapai 15,84 persen dan 18,87 persen artinya sepanjang Mei 2022, ia menuturkan, kedua reksa dana Indeks tersebut sudah terkoreksi masing-masing 8,21 persen dan 6,85 persen.
"Hal tersebut bisa jadi faktor menarik bagi Investor yang memanfaatkan momentum koreksinya market, didukung dengan fundamental ekonomi Indonesia yang masih solid kami lihat saat ini merupakan momentum yang baik untuk nasabah menambah lagi investasi di reksa dana indeks saham,” tutur dia.
Selain itu pada kondisi seperti saat ini, Ria juga menambahkan diversifikasi investasi sangat diperlukan guna meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan para investor, misalnya dengan reksa dana pasar uang karena pergerakannya yang cenderung stabil tetapi memiliki potensi imbal hasil yang menarik.
Insight merekomendasikan Insight Money (I-Money) yang memiliki kinerja YTD per 24 Mei 2022 sebesar 2,24 persen YTD, jauh lebih tinggi 1,21 persen bila dibandingkan dengan benchmark-nya. Sejak peluncurannya, I-Money memiliki pertumbuhan sebesar 55,00 persen.
“Selain memberikan potensi imbal hasil yang optimal, investasi dengan produk Reksa Dana Insight para investor juga berkesempatan untuk berkontribusi dalam beragam kegiatan sosial untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan,” ujar Ria.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Investor Pasar Modal Sentuh 8,62 Juta hingga April 2022
Sebelumnya, investor di pasar modal terus meningkat. Ini ditunjukkan dari tambahan investor di saham dan reksa dana.
Mengutip data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), ditulis Minggu (22/5/2022), jumlah investor pasar modal mencapai 8,62 juta hingga April 2022. Jumlah investor ini mengalami kenaikan 15,11 persen dari periode 2021 sebesar 7,48 juta.
Sementara itu, jumlah investor tercatat di C-Best mencapai 3,82 juta hingga April 2022. Jumlah investor ini bertambah 10,93 persen dari periode 2021.
Jumlah investor reksa dana naik 16,19 persen menjadi 7,94 juta hingga April 2021. Pada periode 2021, investor reksa dana mencapai 6,84 juta. Selain itu, jumlah investor surat berharga negara (SBN) tercatat 686.511 hingga April 2022 atau mengalami kenaikan 12,33 persen dari periode 2021 sebesar 611.143.
Dilihat dari usia, investor berusia di bawah 30 tahun mendominasi. Tercatat kontribusi investor berusia di bawah 30 tahun mencapai 60,29 persen. Disusul investor berusia 31-40 tahun sebesar 21,59 persen. Lalu investor berusia 41-50 tahun mencapai 10,37 persen, investor berusia 51-60 tahun berusia 5,01 persen, dan investor yang berusia lebih dari 60 tahun mencapai 2,74 persen.
Aset
Sedangkan dilihat dari aset, investor berusia di 60 tahun memiliki kontribusi mencapai Rp 566,04 triliun. Diikuti investor berusia 51-60 tahun mencapai Rp 247,62 triliun. Kemudian investor berusia 41-50 tahun mencapai Rp 162,58 triliun, investor berusia 31-40 tahun mencapai Rp 100,08 triliun dan investor berusia di bawah 30 tahun sebesar Rp 52,18 triliun.
Di sisi lain, dari jenis kelamin, investor pria masih mendominasi dengan kontribusi mencapai 62,97 persen dengan aset Rp 817,99 triliun. Lalu investor perempuan dengan kontribusi 37,03 persen dengan aset Rp 262,61 triliun.
Kalau dilihat dari pekerjaan, pegawai termasuk swasta, negeri dan guru berkontribusi 32,4 persen dengan aset Rp 347,67 triliun. Disusul pelajar dengan kontribusi 27,97 dan aset Rp 22,01 triliun.
Selanjutnya lainnya berkontribusi 19,43 persen Rp 281,83 triliun. Kemudian pengusaha berkontribusi 14,17 persen dan aset Rp 347,70 triliun dan ibu rumah tangga mencapai 6,01 persen dengan aset Rp 72,29 triliun.
Advertisement
Dana Kelolaan Reksa Dana Syariah Merosot pada 2021, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, hingga akhir 2021, terdapat 28 reksa dana syariah baru sehingga totalnya menjadi 289 atau setara 13 persen dari total reksa dana.
Sementara nilai aktiva bersih (NAB) tercatat Rp 44 triliun atau 8 persen terhadap total reksa dana di pasar modal.
Besaran ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 74 triliun. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh mengatakan, penurunan tersebut lantaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memangkas investasinya di reksa dana.
"Kenapa 2021 anjlok dari Rp 74 triliun menjadi Rp 44 triliun? BPKH narik dana dari reksa dana syariah. Jadi amblas,” kata Irwan, ditulis Jumat (15/4/2022).
“Itulah sebabnya BPKH jadi peranan penting. Harus kita jaga biar mereka tetap jadi salah satu investor yang bisa gerakkan pasar modal syariah indonesia,” imbuh Irwan.
Pasar modal Indonesia memiliki beberapa produk syariah yang bisa dipertimbangkan untuk investasi. Adapun efek syariah yang utama ada saham syariah, sukuk dan reksa dana syariah.
“Kemudian ada EBA syariah dan KIK-DIRE syariah. Secara barangnya belum ada tapi regulasi OJK sudah ada. Keren, kan,” kata Irwan.
Lalu juga ada turunannya yakni wakaf saham syariah, zakat saham syariah, infak saham syariah, serta wakaf sukuk ritel. Di mana semuanya merupakan produk filantropi.
“Jadi Indonesia adalah salah satu negara yang mengembangkan filantropi Islam berbasis pasar modal syariah yang lengkap di dunia,” ujarnya.
Hingga Maret 2011, tercatat 478 saham syariah atau 61 persen dari total 778 perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi saham syariah tercatat 48 persen atau Rp 4.249 triliun dibandingkan total kapitalisasi pasar saham tercatat sebesar Rp 8.910 triliun.
Lalu untuk produk sukuk, terbagi menjadi sukuk korporasi yang mencatatkan outstanding Rp 35 triliun di 2021 atau setara 3 persen dari total sukuk korporasi. Kemudian sukuk negara mencapai Rp 1.157 triliun atau 73 persen dari total sukuk korporasi.