Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade menyebut Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ke bursa bukan privatisasi.
Menurut dia, hanya sebagian kecil saham PGE yang dilepas di bursa saham, sehingga pengendalian operasi PGE masih di tangan Pertamina.
Baca Juga
"Bukan. Ini bukan privatisasi. Saham yang dilepas ke publik kan hanya sekitar 25 persen sehingga kepemilikan terbesar masih di tangan Pertamina. Kendali operasi terhadap PGE juga masih di bawah BUMN tersebut," ujar dia melansir Antara di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Advertisement
Selain itu, Komisi VI tetap melakukan pengawasan terhadap proses IPO PGE sehingqa proses berjalan sebagaimana mestinya, termasuk proporsi saham yang dilepas kepada publik.
Dikatakan IPO memang dibutuhkan sebab investasi panas bumi memang sangat mahal. Melalui IPO, PGE akan memperoleh dana besar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja, bukan dalam bentuk pinjaman. Dengan demikian tidak ada kewajiban PGE untuk mengembalikan dana tersebut.
Dikatakannya, IPO, merupakan mekanisme yang lazim dilakukan perusahaan dan sudah banyak contoh "success story", baik di Indonesia maupun di dunia.
Dalam konteks ini, menurut dia, IPO akan memiliki banyak manfaat, tidak hanya untuk perusahaan, tetapi juga untuk Negara dan masyarakat. "Jadi, sebenarnya IPO memang memiliki banyak benefit,” kata dia.
Dengan IPO, masyarakat akan berpeluang memiliki saham, di sisi lain, PGE sebagai perusahaan terbuka wajib memenuhi prinsip keterbukaan kepada publik.
"Hal ini akan mendorong penerapan Good Corporate Governance. Di dalamnya termasuk prinsip transparansi dan akuntabilitas, yakni menjadikakan PGE lebih baik dan tentu akan berdampak pada peningkatan citra perusahaan," katanya.
Kinerja Perusahaan
Dengan keterbukaan, imbuhnya, juga dapat memperoleh valuasi yang akan berdampak pada kinerja perusahaan. Hal ini tentu positif dalam rangka meningkatkan daya saing perusahaan dan pertumbuhan PGE dan seluruh karyawan.
"IPO juga bisa membuat growth bagi PGE dan meningkat daya saing perusahaan," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, melalui IPO pula kemampuan PGE untuk mempertahankan kelangsungan hidup akan jauh lebih baik karena berbagai kendala yang dihadapi perusahaan akan menjadi permasalahan banyak pihak yang menjadi pemegang saham perusahaan.
Sementara benefit bagi negara, tak lepas dari posisi geothermal yang merupakan salah satu backbone meningkatkan bauran energi di Indonesia.
Dengan IPO, PGE akan berinvestasi lebih besar untuk pengembangan geothermal dan meningkatkan kapasitas terpasang, lanjutnya, pada akhirnya, hal ini akan mendorong percepatan transisi energi serta pencapaian Net Zero Emission (NZE) Indonesia.
Sedangkan manfaat bagi masyarakat, menurut Andre, karena dengan meningkatnya kapasitas terpasang, PGE dapat mendukung kelistrikan nasional sehinggta diharapkan pula dapat berdampak pada tarif dasar listrik.
Advertisement
Meneropong Prospek IPO Pertamina Geothermal Energy
Anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk menggelar penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) dengan lepas 10,3 miliar saham ke publik. Pada IPO tersebut, Pertamina Geothermal Energy (PGE) menawarkan harga di kisaran Rp 820-Rp 945 per saham.
Dengan demikian, perusahaan ini berpeluang meraup dana Rp 9,78 triliun dari IPO. Lantas, bagaimana prospek IPO Pertamina Geothermal Energy?
Analis Henan Putihrai Sekuritas Ezaridho Ibunatama menuturkan, Pertamina Geothermal Energy memiliki prospek bisnis yang menjanjikan karena bergerak di bidang energi baru terbarukan (EBT) yang trennya akan tumbuh pada masa depan.
Ditambah lagi, PGE didukung Credit Suisse Indonesia sebagai underwriter. Sebagai institusi asing, kehadiran Credit Suisse akan mendorong minat investor luar negeri untuk berpartisipasi dalam IPO PGE.
"Ada potensi investor asing akan membeli saham PGE karena punya rating ESG yang tinggi," kata Ezaridho saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (5/2/2023).
PGE dinilai memiliki daya tarik tersendiri bila dibandingkan dengan emiten di sektor serupa seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Kedua emiten tersebut memang memiliki bisnis pembangkit panas bumi, tetapi hanya sebagai bagian dari diversifikasi bisnis. Baik MEDC dan BRPT pada dasarnya masih terafiliasi dengan bisnis fosil.
"PGE memang anak perusahaan Pertamina yang bisnis intinya adalah energi fosil. Tapi, sebagai entitas sendiri, PGE tidak bergerak di bidang energi fosil," kata dia.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.