Liputan6.com, Jakarta Tingkat populasi di Indonesia serta prospek pertumbuhan yang kuat diyakini akan mendorong permintaan terhadap produk dan layanan keuangan.
Namun, meski jumlah investor di Indonesia bertumbuh sebesar 38 persen secara year on year (YoY) di 2022, tingkat penetrasi di pasar manajemen aset masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Baca Juga
Total aset kelolaan atau Asset Under Management (AUM) reksadana Indonesia masih berada di bawah angka 4 persen jika dibandingkan dengan total Produk Domestik Bruto (PDB). Ini berada jauh di bawah Malaysia, Thailand, dan India yang masing-masing telah mencapai angka 35,8 persen, 30,3 persen, dan 15,8 persen.
Advertisement
Menjawab hal tersebut, PT Stockbit Investa Bersama dan Fullerton Fund Management Company Ltd asal Singapura memulai kemitraan strategis untuk menjawab kebutuhan manajemen kesehatan (wealth management) bagi para investor di Indonesia.
Stockbit dan Fullerton telah merampungkan akuisisi terhadap PT Ayers Asia Asset Management, perusahaan manajemen aset Indonesia yang berbasis di Jakarta. Keduanya memaknai kemitraan ini sebagai kesempatan strategis untuk melayani salah satu pasar paling dinamis di Asia Tenggara.
Dukungan OJK
CEO dan Co-founder Stockbit Sigit Kouwagam berterimakasih atas dukungan keberlanjutan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait potensi pasar reksadana di Tanah Air.
"Kami juga antusias menyambut kemitraan dengan Fullerton, sebuah institusi yang telah mendapatkan pengakuan dan memiliki keahlian dalam hal investasi dan manajemen risiko. Kami percaya bahwa rekam jejak Fullerton akan memberikan manfaat positif bagi investor di Indonesia," ungkapnya, Selasa (30/5/2023).
Senada, CEO Fullerton Fund Management Jenny Sofian menilai, perkembangan pasar investor reksadana di Indonesia terhitung cepat dan dinamis.
"Fullerton sangat antusias untuk melayani pasar di Indonesia bersama Stockbit, platform yang berkembang pesat serta memiliki insight mendalam mengenai kebutuhan para investor di Indonesia," kata Jenny.
Perkuat Pengelolaan, OJK Rilis Penyesuaian Aturan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat aturan pengelolaan reksa dana terkait reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif.
OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (POJK 4 tahun 2023) yang diharapkan bisa mendukung upaya pengembangan reksa dana.
BACA JUGA:Erick Thohir Angkat Arief Setiawan Handoko Jadi Direktur Utama PGN, Simak Susunan Pengurus Terbarunya Ketentuan ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, dan diterbitkan sebagai upaya menyikapi isu likuiditas dalam pengelolaan reksa dana dan pengembangan reksa dana yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
POJK 4 tahun 2023 dilatarbelakangi bahwa diperlukan kebijakan strategis dalam upaya menyikapi isu likuiditas dalam pengelolaan reksa dana, kondisi yang mengakibatkan restrukturisasi reksa dana, dan sejumlah upaya pengembangan reksa dana di Indonesia.
Selain itu, dibutuhkan penguatan landasan hukum berkaitan dengan sejumlah isu strategis di industri reksa dana yang substansi pengaturan sebelumnya diatur dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.04/2021 tentang Kebijakan Stimulus Dan Relaksasi Ketentuan Terkait Pengelolaan Investasi Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Ketentuan yang disempurnakan dalam POJK 4 tahun 2023 meliputi penambahan dan atau penyesuaian substansi pengaturan, sebagai berikut:
- Kebijakan penyelesaian permasalahan sejumlah reksa dana melalui asset settlement dengan nasabahnya melalui mekanisme in kind redemption, serta pembubaran-likuidasi reksa dana.
- Ketentuan yang berkaitan dengan penerapan fitur “share class” dengan reksa dana
- Ketentuan yang berkaitan dengan perhitungan nilai aktiva bersih bagi reksa dana berbasis efek luar negeri.
- Penerapan redemption reksa dana melalui rekening Investor Fund Unit Account (IFUA) dan rekening lain sesuai peraturan perundangan.
- Penggunaan virtual account dalam transaksi elektronik reksa dana. Relaksasi penurunan peringkat portofolio investasi serta restrukturisasi reksa dana terproteksi dan reksa dana penyertaan terbatas.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Advertisement
Dana Kelolaan Reksa Dana Anjlok di Tengah Kenaikan Jumlah Investor
Sebelumnya, jumlah investor pasar modal melanjutkan tren pertumbuhan pada 2023. Meski tak sekencang pertumbuhan yang tercatat selama pandemi Covid-19, investor pasar modal secara keseluruhan masih tumbuh 4,36 persen hingga Maret 2023 mencapai 10,76 juta SID.
Sebagai perbandingan, terjadi kenaikan investor pasar modal sebesar 92,99 persen pada 2021 mencapai 7,48 juta SID dari 3,88 juta SID pada tahun sebelumnya. Berlanjut pada 2022 dengan kenaikan 37,68 persen mencapai 10,31 juta SID. Hal serupa juga terjadi pada investor reksa dana.
Hingga Maret 2023, investor reksa dana tumbuh 4,69 persen ytd menjadi sebanyak 10,05 juta investor. Sebagai perbandingan, pada 2021 terjadi kenaikan 115,41 persen pada investor reksa dana mencapai 8,84 juta investor dari sebelumnya 3,17 juta investor pada 2021.
Hal itu masih berlanjut pada 2022 dengan kenaikan 40,41 persen menjadi sebanyak 9,6 juta investor. Sayangnya, kenaikan jumlah investor ini tak sejalan dengan dana kelolaan reksa dana yang makin turun. Melansir data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), nilai aset reksa dana dalam pengelolaan turun 0,41 persen ytd atau tercatat sebesar Rp 794,01 triliun per Maret 2023 dibandingkan posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 797,31 triliun.
Adapun dana kelolaan tahun lalu juga turun 3,56 persen dibandingkan 2021 yang tercatat sebesar Rp 826,7 triliun. Bukan hanya dari sisi dana kelolaan, jumah produk investasi yang ditawarkan rupanya juga mengalami penyusutan.
Pada 2019, tercatat sebanyak 2.636 produk investasi reksa dana. Angka itu turun menjadi 2.544 produk investasi pada 2020. Kembali turun menjadi 2.407 pada 2021, dan sempat naik tipis menjadi 2.413 produk pada 2022. Sayangnya, hingga Maret 2023, jumlah produk investasi kembali turun menjadi 2.332 produk.