Liputan6.com, Jakarta Kekayaan bos Louis Vuitton, Bernard Arnault susut usai perusahaan mengumumkan penurunan penjualan di AS. Melansir data real time billionaires Forbes per hari ini, Rabu 26 Juli 2023, kekayaan Bernard Arnault turun USD 949 juta, menjadi sebesar USD 232,9 miliar atau sekitar Rp 4.389,8 triliun (kurs Rp 15.033,55 per USD).
Dengan kekayaan tersebut, Bernard harus merelakan posisinya sebagai orang terkaya di muka bumi digeser oleh bos Tesla, Elon Musk yang memiliki kekayaan USD 239,9 miliar.
Baca Juga
Padahal, belum lama ini Bernard Arnault berhasil mengungguli kekayaan Elon Musk usai saham perusahaan pembuat kendaraan listrik itu mencatatkan penurunan cukup signifikan pekan lalu.
Advertisement
Pada saat yang sama, Saham LVMH milik Bernard Arnault yang menaungi Louis Vuitton, Christian Dior, Tiffany, dan sejumlah merek kelas atas lainnya, telah turun sekitar 3 persen selama pekan lalu. Penurunan yang cukup kecil bagi Arnault, yang memiliki sekitar 48 persen bisnis.
Namun perusahaan pada Selasa, 25 Juli kemarin mengumumkan penurunan penjualan signifikan di AS. Penjualan LVMH di AS turun 1 persen yoy pada kuartal II tahun ini.
CFO LVMH, Jean Jacques Guiony mengatakan penjualan turun di AS karena konsumen tidak lagi membelanjakan uang untuk produk entry-level. Meskipun dia tidak mengungkapkan pasti apa sebabnya, namun pembayaran stimulus yang memudar setelah Covid-19 disebut andil pada susutnya penjualan produk perusahaan.
CFO LVMH, Jean Jacques Guiony mengatakan, perlambatan juga terjadi ketika orang Amerika berlibur di Eropa dan membeli barang-barang mewah di Paris, Roma atau London, bukan di AS, kata Guiony.
Jualan di Tempat Lain
Sehingga dapat dilihat penjualan LVMH di Eropa meningkat 18 persen pada kuartal II. Guiony mengatakan, turis menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan itu.
Sementara, pasar China menawarkan perbedaan besar dari AS. Secara keseluruhan, LVMH melaporkan penjualan naik 17 persen pada kuartal tersebut, dibantu oleh peningkatan 34 persen di Asia tidak termasuk Jepang.
Guiony menambahkan, meski ada tanda-tanda perlambatan ekonomi China yang lebih luas, belanja barang mewah di sana rupanya cukup kuat setelah lockdown dicabut akhir tahun lalu.
Merek perhiasan perusahaan Bulgari, yang berkinerja baik di Asia, memiliki kuartal yang solid, sementara Tiffany, yang lebih bergantung pada AS, lebih lemah.
Dia mengatakan bahwa meskipun sebagian besar pembelian barang mewah China biasanya dilakukan di Eropa, sekarang sebagian besar dilakukan di China dan Jepang.
Advertisement