Pefindo Sebut Prospek Surat Utang Korporasi Masih Menarik pada 2024

Hingga November 2023, Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 148,3 triliun.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 11 Des 2023, 19:09 WIB
Diterbitkan 11 Des 2023, 19:08 WIB
Pefindo Sebut Prospek Surat Utang Korporasi Masih Menarik pada 2024
Surat utang korporasi masih menjadi opsi menarik sebagai alternatif pembiayaan. (Photo created by rawpixel.com on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Surat utang korporasi masih menjadi opsi menarik sebagai alternatif pembiayaan. Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo, Suhindarto menuturkan, kupon pada 2023 meningkat seiring dengan lingkungan bunga yang lebih tinggi.

Hal itu mendorong kenaikan biaya pendanaan dan menjadi risiko bagi kinerja penerbitan surat utang korporasi 2023. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan likuiditas yang semakin ketat.

"Surat utang korporasi dapat menjadi pilihan menarik untuk diversifikasi pendanaan karena menerbitkan surat utang korporasi relatif lebih murah daripada mengambil pinjaman bank, terutama untuk emiten dengan kualitas kredit yang lebih tinggi," beber Suhindarto dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).

Hingga November 2023, Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 148,3 triliun. Paling banyak dari sektor multifinance senilai Rp 26,3 triliun dan perbankan 24,7 triliun.

Sementara, penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun. Beberapa faktor pendorong proyeksi penerbitan surat utang korporasi tahun depan, antara lain kebutuhan refinancing yang lebih tinggi. Terjaganya aktivitas sektor riil seiring gelaran pemilu serentak.

Bersamaan dengan itu, kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung. Suhindarto menambahkan, korporasi juga melakukan adaptasi strategi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek.

 

 

 

Likuiditas Makin Ketat

IHSG Menguat
Seorang pria mengambil gambar layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Seiring berjalannya perdangan, penguatan IHSG terus bertambah tebal hingga nyaris mencapai 1,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Likuiditas lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang," kata dia.

Meski begitu, ada pula beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai utamanya terkait suku bunga. Seperti lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dengan periode yang lama seiring narasi higher for longer. Kemudian risiko geopolitik yang tinggi membuat yield bertahan tinggi. Konsumsi mungkin akan melemah dibandingkan perkiraan seiring dengan suku bunga yang lebih tinggi, Bersamaan dengan itu, premi risiko naik karena leverage naik akibat bunga lebih tinggi, meningkatkan spread yield obligasi korporasi. "Potensi keluar arus modal, mendorong penyerapan penerbitan lebih rendah," pungkas Suhindarto.

Penerbitan Surat Utang Korporasi 2024 Diprediksi Sentuh Rp 169,05 Triliun

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo memperkirakan penerbitan surat utang korporasi pada tahun depan mencapai Rp 169,05 triliun.

Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran menuturkan, angka penerbitan surat utang dapat diprediksi dengan mengacu pada nilai surat utang yang akan jatuh tempo.

"Total jatuh tempo tahun depan cukup tinggi, sebesar Rp 148,3 triliun. Kita berharap tahun depan penerbitan surat utangnya lebih tinggi karena berdasarkan data historis biasanya penerbitan surat utang baru lebih tinggi dari surat utang jatuh tempo," kata Irmawati dalam Media Forum PEFINDO, Senin (11/12/2023).

Hingga November 2023, nilai surat utang korporasi jatuh tempo mencapai Rp 148,3 triliun. Sektor multifinance mendominasi dengan nilai Rp 26,3 triliun atau setara 17,8 persen dari seluruh nilai surat utang jatuh tempo 2024. Disusul sektor perbankan 16,7 persen atau 24,7 triliun. Telekomunikasi Rp 14,1 triliun, lembaga keuangan khusus Rp 14 triliun, dan pembiayaan non multifinance Rp 12,1 triliun.

 

Faktor Pendorong Lainnya

Indeks Harga Saham Gabungan Akhir Tahun 2022 Ditutup Lesu
Layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Penerbitan baru surat utang 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 148,15-169,05 triliun, dengan titik tengah pada Rp 155,46 triliun," imbuh Ekonom sekaligus Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto pada kesempatan yang sama. Beberapa faktor yang menjadi landasan proyeksi penerbitan surat utang tahun depan.

Antara lain kebutuhan refinancing lebih tinggi, terindikasi dari nilai surat utang yang jatuh tempo pada 2024 yang lebih tinggi dibanding 2023. Di sisi lain, aktivitas sektor riil terjaga di dorongan aktivitas kampanye menjelang pemilu serentak. Hal itu membuat permintaan tetap kuat dan stabil, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berkisar pada 4,8-5,2 persen dengan inflasi pada rentang 2,0-3,5 persen.

"Kondisi wait and see yang cenderung menurun, seiring kepastian kontestasi pemilu serta program prioritas yang diusung," kata Suhindarto.

Faktor pendorong lain, adaptasi strategi bagi korporasi untuk menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer. Terlihat dari semakin maraknya penerbitan dengan tenor pendek. Likuiditas Lembaga keuangan semakin ketat membuat bunga pinjaman yang ditawarkan menjadi semakin mahal dan mendorong permintaan akan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui penerbitan surat utang.

 

Pefindo Tangani Penerbitan Surat Utang Rp 37,67 Triliun pada Kuartal III 2023

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Layar komputer menunjukkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengungkapkan secara nasional ada sekitar Rp 45,8 triliun penerbitan surat utang di Indonesia hingga kuartal tiga 2023. Dari jumlah tersebut, PEFINDO, telah menangani penerbitan surat utang sebesar Rp 37,67 triliun.

Kepala Divisi Pemeringkatan Non Jasa Keuangan PEFINDO, Niken Indriasih mengatakan sebagian besar penerbitan surat utang dilakukan oleh perusahaan non BUMN.

"Jumlah penerbitan surat utang perusahaan non BUMN Rp 30,2 triliun dan Rp 7,4 triliun untuk perusahaan BUMN,” kata Niken dalam konferensi pers Pefindo, Rabu (25/10/2023).

Niken menambahkan pangsa pasar PEFINDO dalam pemeringkatan penerbitan surat utang hingga kuartal tiga 2023 sebesar 74,9 persen. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja (62,7 persen) dan refinancing (31,9 persen).

Selain itu, PEFINDO juga telah mengantongi mandat pemeringkatan surat utang korporasi sebesar Rp 49,54 triliun hingga kuartal tiga 2023. Perusahaan dari sektor perbankan sebagai sektor dengan penerbitan terbesar mencapai Rp 12,9 triliun, ini berasal dari 3 perusahaan. 

Adapun, Niken mengatakan total penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal tiga 2023 mencapai Rp 91,8 triliun. Penerbitan obligasi korporasi & sukuk tercatat sebesar Rp 89,3 triliun, turun dibandingkan Rp 127,4 triliun per kuartal tiga 2022. 

“Penerbitan efek utang lainnya yaitu sekuritisasi menunjukkan tren peningkatan. Namun, penerbitan MTN hingga kuartal tiga 2023 masih menunjukkan penurunan yaitu mencapai Rp 1,7 triliun dibandingkan Rp 4,7 triliun per kuartal tiga 2022.” pungkas Niken.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya