Bursa Karbon Bakal Dievaluasi, Ini Tanggapan OJK

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, menegaskan bahwa evaluasi bursa karbon ini perlu dilakukan secara menyeluruh.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Nov 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2024, 06:00 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang yang berlokasi di daerah Pluit, Jakarta Utara. Dok PLN
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang yang berlokasi di daerah Pluit, Jakarta Utara. PT PLN (Persero) akan segera melantai di Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), dan mengklaim bakal menjadi trader terbesar dengan membuka setara hampir 1 juta ton CO2.Dok PLN

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungan terhadap rencana evaluasi Bursa Karbon, atau IDX Carbon, sebagai upaya untuk memaksimalkan peran Bursa Karbon dalam mengurangi emisi karbon dan mendukung ekonomi berkelanjutan di Indonesia.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, menegaskan bahwa evaluasi ini perlu dilakukan secara menyeluruh.

Menurutnya, selain menilai kinerja Bursa Karbon, perlu juga diperhatikan ekosistem pendukung lainnya seperti pajak karbon (carbon tax) dan batas emisi (emission cap) yang berperan penting dalam skema perdagangan karbon.

"Evaluasi sebaiknya menyentuh seluruh ekosistem yang berhubungan dengan Bursa Karbon. Selain itu, juga perlu diskusi lebih lanjut terkait kebijakan batas atas emisi dan carbon tax, yang akan kita bahas bersama-sama," ungkap Inarno dikutip dari Antara, Senin (4/11/2024).

Tantangan Bursa Karbon di Tahun Pertama

Inarno menyadari bahwa rendahnya transaksi di Bursa Karbon selama ini dipengaruhi oleh usia platform yang masih sangat muda, yakni baru diluncurkan pada 26 September 2023.

Meski demikian, ia menilai evaluasi ini sebagai langkah yang positif dalam mengidentifikasi berbagai aspek yang perlu diperbaiki agar perdagangan karbon dapat lebih berkembang.

"Meski volume perdagangan masih rendah, evaluasi tetap penting untuk perbaikan. Ini memang baru berjalan satu tahun, dan tentunya banyak yang harus kita perbaiki agar Bursa Karbon bisa lebih optimal," jelasnya.

 

Kerjasama Antar-Stakeholder untuk Mendorong Perdagangan Karbon

Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2).
Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2) Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Inarno juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak untuk meningkatkan partisipasi perusahaan dalam perdagangan karbon di Bursa Karbon.

Ia menyebutkan bahwa perdagangan karbon memiliki komponen primer dan sekunder yang harus didorong bersama.

"Selain peran Bursa Karbon sebagai pasar sekunder, pasar primernya yang berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga perlu diperkuat," tambahnya.

Pertumbuhan Bursa Karbon di Tahun Pertama

OJK mencatat sejak peluncuran Bursa Karbon pada 26 September 2023 hingga 27 September 2024, nilai transaksi di Bursa Karbon telah mencapai Rp37,06 miliar, dengan total volume perdagangan karbon sebesar 613.894 ton CO2 ekuivalen (tCO2e).

Dari transaksi tersebut, pembagian kontribusi pasar mencakup 26,75% dari Pasar Reguler, 23,18% dari Pasar Negosiasi, 49,87% dari Pasar Lelang, dan 0,21% dari marketplace.

 

Dorongan Kementerian Lingkungan Hidup dalam Percepatan Perdagangan Karbon

Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan urgensi untuk mempercepat pengembangan perdagangan karbon di Indonesia. Menurut Hanif, Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon yang sayang jika tidak dimanfaatkan secara optimal.

“Kami tengah mengevaluasi sistem perdagangan karbon agar tidak mengalami stagnasi. Potensi kita sangat besar, dan penting bagi kita untuk memastikan manfaatnya tidak hilang begitu saja,” ujar Hanif.

Dengan evaluasi menyeluruh ini, diharapkan perdagangan karbon di Indonesia dapat berkembang secara signifikan, mendukung target pengurangan emisi nasional, sekaligus mendorong terciptanya ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya