Begini Strategi Raup Cuan Lewat Obligasi

Dengan beragam jenis obligasi yang tersedia, mulai dari obligasi pemerintah hingga korporasi, investor memiliki banyak pilihan untuk menyesuaikan dengan tujuan finansialnya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Jan 2025, 14:04 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2025, 14:04 WIB
Begini Strategi Raup Cuan Lewat Obligasi
Di tengah fluktuasi pasar saham dan ketidakpastian ekonomi global, investasi obligasi semakin menarik perhatian para investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah fluktuasi pasar saham dan ketidakpastian ekonomi global, investasi obligasi semakin menarik perhatian para investor.

Obligasi, yang dikenal sebagai salah satu instrumen investasi berisiko rendah, menawarkan keuntungan berupa imbal hasil tetap (kupon) serta potensi stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi lainnya.

Dengan beragam jenis obligasi yang tersedia, mulai dari obligasi pemerintah hingga korporasi, investor memiliki banyak pilihan untuk menyesuaikan dengan tujuan finansialnya. Apalagi, kemudahan akses melalui platform digital semakin mempermudah masyarakat untuk mulai berinvestasi di instrumen ini.

Selain potensi keuntungan yang stabil, instrumen ini juga memberikan kontribusi langsung pada pembangunan ekonomi, terutama melalui obligasi pemerintah. Di saat suku bunga tinggi, obligasi kerap menjadi alternatif menarik untuk mengamankan aset sekaligus meraih keuntungan optimal.

Bagaimana prospek investasi obligasi ke depan?

Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke 5,75% cenderung menurunkan yield obligasi, yang berarti harga obligasi akan naik. Dengan demikian, obligasi menjadi lebih menarik bagi investor yang mencari keuntungan dari kenaikan harga. BI juga berkomitmen untuk mendukung likuiditas melalui pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder, sehingga dapat menekan volatilitas yield obligasi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pasar obligasi ke depan antara lain, ekspektasi pemotongan suku bunga lebih lanjut di 2025 (hingga 5,25%) dapat terus mendukung pasar obligasi. BI menjaga stabilitas Rupiah melalui intervensi di pasar valas dan perpanjangan tenor instrumen FX. Perubahan kebijakan The Fed dan prospek perlambatan ekonomi global akan memengaruhi arus modal asing ke pasar obligasi Indonesia.

"Dengan target defisit fiskal sekitar 2,8-2,9% dari PDB, kebutuhan pembiayaan pemerintah melalui penerbitan obligasi akan tetap tinggi," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Liputan6.com, Minggu (19/1/2025).

 

Strategi Investasi Obligasi

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Strategi investasi antara lain investor dapat mempertimbangkan obligasi dengan durasi lebih panjang untuk memanfaatkan potensi penurunan yield lebih lanjut. Selain itu, investor juga dapat mempertimbangkan untuk mengkombinasikan obligasi pemerintah (SBN) dengan instrumen pasar uang seperti SRBI untuk mengelola volatilitas.

"Selanjutnya, memilih obligasi berbasis fundamental kuat, terutama yang diterbitkan pemerintah atau BUMN, untuk mengurangi risiko terhadap fluktuasi pasar global.," kata Josua.

Terakhir, mengingat potensi pelemahan Rupiah, strategi lindung nilai (hedging) perlu dipertimbangkan untuk investor asing. Penurunan suku bunga BI menciptakan peluang investasi yang menarik di pasar obligasi Indonesia, tetapi tetap memerlukan kehati-hatian terhadap risiko eksternal seperti volatilitas Rupiah dan arus keluar modal.

Penerbitan Obligasi Korporasi 2025 Diproyeksikan Tembus Rp 144 Triliun

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan penerbitan baru surat utang 2025 berkisar Rp 139- Rp 155 triliun, dengn titik tengah pada Rp 144 triliun.

Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran menjelaskan, proyeksi itu merujuk pada tren kebutuhan pembiayaan atau refinancing yang masih tinggi. Kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar dengan proyeksi Rp 150,07- Rp 155,66 triliun, setelah tingginya penerbitan bertenor pendek di tahun 2024. Bersamaan dengan itu, aktivitas sektor riil diperkirakan relatif menguat.

"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terdorong oleh kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif, dengan inflasi yang diperkirakan masih terkendali," kata Irmawati.

 

Pertimbangkan Suku Bunga Acuan

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Peluang penerbitan surat utang baru pada 2025 juga mempertimbangkan suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter.

Di samping itu, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat mendorong perusahaan mencari alternatif dana yang relatif murah, seperti obligasi korporasi, untuk mendukung leverage keuangan dan permintaan bisnis.

"Ini juga menjadi dorongan bagi lembaga keuangan untuk mencari sumber dana baru untuk disalurkan menjadi kredit atau pembiayaan," kata Irmawati. Selain itu, premi diperkirakan relatif melandai, seiring dengan leverage keuangan yang membaik akibat suku bunga yang relatif lebih rendah.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya