Investor Global Lepas Obligasi Amerika Serikat, Ada Apa?

Aksi jual terjadi di pasar obligasi dan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sempat sentuh level tertinggi ke posisi 4,5%.

oleh Agustina Melani Diperbarui 12 Apr 2025, 10:31 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2025, 10:31 WIB
Investor Global Lepas Obligasi Amerika Serikat, Ada Apa?
obligasi adalah ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pasar obligasi menutup perdagangan mingguan yang paling bergejolak. Hal ini setelah aksi jual di pasar obligasi meningkat pada Jumat, 11 April 2025.

Aksi jual di pasar obligasi didorong kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sehingga menyebabkan imbal hasil obligasi melonjak dan investor meninggalkan aset safe haven.

Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (12/4/2025), imbal hasil treasury atau surat berharga AS bertenor 10 tahun meroket. Imbal hasil obligasi naik ke level tertinggi sejak Februari hingga diperdagangkan 4,59% dari level terendah pada Senin pekan ini di posisi 3,87%. Tak lama setelah bel penutupan, imbal hasil turun kembali menjadi 4,49%.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Yahoo Finance, obligasi 10 tahun mencatat imbal hasil mingguan terbesar sejak November 2001. Demikian pula imbal hasil obligasi 30 tahun naik tiga basis poin hingga diperdagangkan mendekati 4,88%, level tertinggi sejak Januari tetapi catat lonjakan mingguan terbesar untuk imbal hasil obligasi 30 tahun sejak 1982.

Imbal hasil dan obligasi berkorelasi terbalik. Artinya imbal hasil obligasi yang lebih tinggi sama dengan harga obligasi yang turun.

Pasar obligasi berfungsi sebagai semacam “agunan tunai” bagi investor yang kemudian dapat meminjam uang dan bertaruh pada aset berisiko seperti saham. Selain itu, pasar obligasi juga dipandang sebagai tempat berlindung aman selama masa ketidakpastian yang menjadi berita utama karena wall street tetap waspada kalau perubahan dinamika perdagangan dapat memicu resesi.

Analis wall street menyampaikan beberapa teori menjelaskan volatilitas imbal hasil baru-baru ini mulai dari inflasi tinggi hingga the Federal Reserve (the Fed) yang berhati-hati hingga peralihan investor dari obligasi ke dana tunai.

Selain itu, kekhawatiran yang lebih besar seiring investor asing jual treasury AS juga menjadi perhatian utama. Namun, kenaikan tajam itu juga dapat menjadi pergeseran fundamental yang meresahkan terutama jika dikombinasikan dengan kinerja aset safe haven lainnya, yakni dolar AS.

 

Indeks Dolar AS Merosot

Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Pada Jumat, indeks dolar AS yang mengukur nilai dolar AS terhadap sekeranjang mata uang yakni euro, yen, pound, dolar Kanada, krona Swedia dan franc Swiss, anjlok di bawah 100 yang mencapai titik terlemah sejak April 2022.

Seiring meningkatnya kekhawatiran atas kesehatan ekonomi AS, meningkatnya skeptisisme atas stabilitas aset safe haven tradisional dapat memicu gangguan yang lebih luas di seluruh sistem keuangan.

“Saya pikir ini parah. Orang-orang khawatir mungkin kita melihat modal yang terhenti terhadap AS, di mana Kumpulan modal besar jual aset AS dan membawa pulang uang mereka,” ujar Kepala Strategi Pasar Valuta Asing Global Bannockburn, Marc Chandler.

Dengan kata lain, kemungkinan perdagangan "jual Amerika" dapat terjadi. Presiden Trump telah memperhatikannya.

Menjelang perubahan kebijakan presiden mengenai tarif timbal balik, Trump secara khusus merujuk pada lonjakan tajam dalam imbal hasil: "Pasar obligasi sangat rumit. Saya memperhatikannya," katanya kepada wartawan tak lama setelah pengumuman.

Sumber Ketidakstabilan

Hiruk Pikuk Perjalanan Warga AS Sambut Libur Natal dan Tahun Baru
Seorang wanita berjalan ke konter tiket Southwest di Bandara Internasional Los Angeles, Los Angeles, Amerika Serikat, 19 Desember 2022. Liburan Natal dan Tahun Baru bagi sebagian warga Amerika Serikat dan Eropa tahun ini menghadirkan kekhawatiran karena tekanan ekonomi. (AP Photo/Jae C. Hong)... Selengkapnya

Sementara itu, investor dinilai jual obligasi karena AS terus menciptakan keresahan dengan tarif tinggi.

"Pemerintah AS adalah sumber ketidakstabilan. Tidak ada yang percaya bahwa Gedung Putih tahu apa yang dilakukannya. Orang-orang menjauh dari sumber ketidakstabilan,” ujar Ekonom Concordia University di Montreal, Moshe Lander seperti dikutip dari CBS.

Kurangnya kepercayaan secara umum adalah alasan utama mengapa ekonom menunjuk kemerosotan di pasar obligasi.  Namun, ada beberapa juga menunjuk ke China yang memiliki sejumlah besar obligasi AS. Profesor University of Toronto, Joseph Steinberg memperkirakan, China menjual sebagian dari obligasi untuk sengaja mempersulit pemerintah AS.

Namun, tanpa data waktu untuk melihat siapa yang menjual dan membeli obligasi, tidak jelas apakah ini benar-benar terjadi. Bahkan setelah Trump mengumumkan jeda untuk tarif resiprokal pada Rabu, Steinberg menuturkan, investor masih mengalihkan perhatian dari obligasi AS karena pengumuman itu hanya menunda tarif daripada menemukan solusi untuk menstabilkan.

Adapun kenaikan imbal hasil obligasi dapat pengaruhi pinjaman korporasi dan hipotek. Artinya apa yang terjadi di pasar obligasi dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada bisnis dan rumah tangga.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya