Liputan6.com, Jakarta - Pasar obligasi menutup perdagangan mingguan yang paling bergejolak. Hal ini setelah aksi jual di pasar obligasi meningkat pada Jumat, 11 April 2025.
Aksi jual di pasar obligasi didorong kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sehingga menyebabkan imbal hasil obligasi melonjak dan investor meninggalkan aset safe haven.
Baca Juga
Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (12/4/2025), imbal hasil treasury atau surat berharga AS bertenor 10 tahun meroket. Imbal hasil obligasi naik ke level tertinggi sejak Februari hingga diperdagangkan 4,59% dari level terendah pada Senin pekan ini di posisi 3,87%. Tak lama setelah bel penutupan, imbal hasil turun kembali menjadi 4,49%.
Advertisement
Berdasarkan data yang dikumpulkan Yahoo Finance, obligasi 10 tahun mencatat imbal hasil mingguan terbesar sejak November 2001. Demikian pula imbal hasil obligasi 30 tahun naik tiga basis poin hingga diperdagangkan mendekati 4,88%, level tertinggi sejak Januari tetapi catat lonjakan mingguan terbesar untuk imbal hasil obligasi 30 tahun sejak 1982.
Imbal hasil dan obligasi berkorelasi terbalik. Artinya imbal hasil obligasi yang lebih tinggi sama dengan harga obligasi yang turun.
Pasar obligasi berfungsi sebagai semacam “agunan tunai” bagi investor yang kemudian dapat meminjam uang dan bertaruh pada aset berisiko seperti saham. Selain itu, pasar obligasi juga dipandang sebagai tempat berlindung aman selama masa ketidakpastian yang menjadi berita utama karena wall street tetap waspada kalau perubahan dinamika perdagangan dapat memicu resesi.
Analis wall street menyampaikan beberapa teori menjelaskan volatilitas imbal hasil baru-baru ini mulai dari inflasi tinggi hingga the Federal Reserve (the Fed) yang berhati-hati hingga peralihan investor dari obligasi ke dana tunai.
Selain itu, kekhawatiran yang lebih besar seiring investor asing jual treasury AS juga menjadi perhatian utama. Namun, kenaikan tajam itu juga dapat menjadi pergeseran fundamental yang meresahkan terutama jika dikombinasikan dengan kinerja aset safe haven lainnya, yakni dolar AS.
Indeks Dolar AS Merosot
Pada Jumat, indeks dolar AS yang mengukur nilai dolar AS terhadap sekeranjang mata uang yakni euro, yen, pound, dolar Kanada, krona Swedia dan franc Swiss, anjlok di bawah 100 yang mencapai titik terlemah sejak April 2022.
Seiring meningkatnya kekhawatiran atas kesehatan ekonomi AS, meningkatnya skeptisisme atas stabilitas aset safe haven tradisional dapat memicu gangguan yang lebih luas di seluruh sistem keuangan.
“Saya pikir ini parah. Orang-orang khawatir mungkin kita melihat modal yang terhenti terhadap AS, di mana Kumpulan modal besar jual aset AS dan membawa pulang uang mereka,” ujar Kepala Strategi Pasar Valuta Asing Global Bannockburn, Marc Chandler.
Dengan kata lain, kemungkinan perdagangan "jual Amerika" dapat terjadi. Presiden Trump telah memperhatikannya.
Menjelang perubahan kebijakan presiden mengenai tarif timbal balik, Trump secara khusus merujuk pada lonjakan tajam dalam imbal hasil: "Pasar obligasi sangat rumit. Saya memperhatikannya," katanya kepada wartawan tak lama setelah pengumuman.
Advertisement
Sumber Ketidakstabilan
Sementara itu, investor dinilai jual obligasi karena AS terus menciptakan keresahan dengan tarif tinggi.
"Pemerintah AS adalah sumber ketidakstabilan. Tidak ada yang percaya bahwa Gedung Putih tahu apa yang dilakukannya. Orang-orang menjauh dari sumber ketidakstabilan,” ujar Ekonom Concordia University di Montreal, Moshe Lander seperti dikutip dari CBS.
Kurangnya kepercayaan secara umum adalah alasan utama mengapa ekonom menunjuk kemerosotan di pasar obligasi. Namun, ada beberapa juga menunjuk ke China yang memiliki sejumlah besar obligasi AS. Profesor University of Toronto, Joseph Steinberg memperkirakan, China menjual sebagian dari obligasi untuk sengaja mempersulit pemerintah AS.
Namun, tanpa data waktu untuk melihat siapa yang menjual dan membeli obligasi, tidak jelas apakah ini benar-benar terjadi. Bahkan setelah Trump mengumumkan jeda untuk tarif resiprokal pada Rabu, Steinberg menuturkan, investor masih mengalihkan perhatian dari obligasi AS karena pengumuman itu hanya menunda tarif daripada menemukan solusi untuk menstabilkan.
Adapun kenaikan imbal hasil obligasi dapat pengaruhi pinjaman korporasi dan hipotek. Artinya apa yang terjadi di pasar obligasi dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada bisnis dan rumah tangga.
