Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Niaga Jakarta menggelar sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) terhadap PT Harmas Jalesveva (Harmas) pada Senin, 17 Maret 2025. Agenda persidangan berfokus pada penyerahan alat bukti dari pihak Harmas.
Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana menyampaikan dalam sidang tersebut, BUKA menyoroti bukti-bukti yang diajukan oleh Harmas tidak cukup kuat untuk membantah fakta bahwa perusahaan tersebut masih memiliki kewajiban pengembalian dana deposit terkait perjanjian sewa-menyewa ruang perkantoran di gedung One Belpark yang belum diselesaikan.
Baca Juga
"Ada tiga poin utama yang menjadi perhatian dalam persidangan kali ini," kata Kurnia dalam keterangan tertulis diterima, Jumat (21/3/2025).
Advertisement
Pertama, dalam daftar alat bukti yang diajukan, Harmas berupaya menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi ketentuan dalam Letter of Intent (LoI) yang disepakati pada Desember 2017. Namun, berdasarkan bukti yang telah diserahkan oleh BUKA dalam persidangan sebelumnya, justru sebaliknya—Harmas gagal memenuhi kewajibannya untuk menyediakan ruang perkantoran sesuai perjanjian pada periode Maret hingga Juni 2018.
Kedua, lanjut Kurnia, Harmas kembali mengklaim bahwa tindakan BUKA membatalkan LoI secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum. Namun, BUKA menegaskan bahwa berdasarkan Butir 39 LoI, penyewa (BUKA) memiliki hak untuk mengakhiri perjanjian jika pihak pemberi sewa (Harmas) gagal memenuhi kewajibannya.
"Dengan demikian, keputusan BUKA bukan merupakan pembatalan sepihak, melainkan pengakhiran yang sah secara hukum," jelas Kurnia.
Kurnia menambahkan, ketiga, Harmas mencoba membangun argumen bahwa BUKA memiliki tunggakan utang sebesar Rp107,4 miliar, dengan merujuk pada sejumlah putusan pengadilan.
"Berkaitan dengan hal ini Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menolak permohonan PKPU sehubungan dengan tunggakan utang yang diajukan oleh Harmas terhadap BUKA," ungkap Kurnia.
Bukalapak Akan Terus Perjuangkan Hak
Kurnia memastikan, kesimpulan yang disampaikan oleh Harmas terkait adanya utang ini dianggap prematur dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Sebaliknya, berdasarkan bukti yang telah diajukan oleh BUKA, justru Harmas masih memiliki kewajiban kepada BUKA, terutama terkait pengembalian uang deposit sebesar Rp 6,4 miliar yang hingga kini belum diselesaikan.
"Kewajiban ini muncul akibat kegagalan Harmas dalam menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai dengan kesepakatan awal," ungkap dia.
Kurnia menegaskan BUKA akan terus memperjuangkan hak-haknya melalui proses hukum berlaku. Dia mengatakan, pihaknya juga sudah menghadirkan bukti-bukti yang jelas dan kuat untuk menunjukkan bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi kepada BUKA.
"Kami berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang telah disampaikan dan mengabulkan permohonan PKPU ini. Kepastian hukum dalam bisnis sangat penting, dan kami akan terus memperjuangkan hak-hak kami untuk memastikan bahwa seluruh kewajiban yang disepakati dalam kontrak dapat ditegakkan," ujar Kurnia.
"BUKA tetap berkomitmen untuk menegakkan prinsip transparansi dan keadilan dalam setiap proses bisnisnya. Dengan adanya sidang lanjutan ini, perusahaan berharap majelis hakim dapat mengambil keputusan yang objektif dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat," imbuhnya menandasi.
Advertisement
