Liputan6.com, Jakarta Festival Film Cannes 2015 telah usai. Dewan juri yang diketuai Joel dan Ethan Coen telah memilih Dheepan, film Prancis tentang perjuangan pengungsi perang saudara di Sri Lanka menuju Paris, sebagai film terbaik yang berhak atas piala Palme d'Or atau Palem Emas.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada film Indonesia yang meraih juara. Padahal setiap penyelenggaraan Festival Film Cannes, media sini selalu ramai memberitakan film anu masuk Cannes.
Baca juga:Â Ini Para Pemenang Festival Film Cannes 2015
Advertisement
Tapi, saat festival, kok tak ada media luar yang mengkhususkan soal film menyebut film dari Indonesia. Apa yang sebetulnya terjadi?
Nah, di sini media kebanyakan sering salah kaprah. Filmmaker-nya bilang filmnya tayang di Festival Film Cannes langsung heboh, beritanya ditulis seolah filmnya ikut dilombakan.
Padahal, tak seperti Festival Film Indonesia atau FFI, kata "festival film" di Cannes betulan bermakna pesta bagi perfilman.
Festival film Cannes biasanya berlangsung bulan Mei selama seminggu lebih. Ada beragam jenis kompetisi di Cannes. Sesi kompetisi utama yang hadiah utamanya, piala Palme d'Or atau Palem Emas untuk film terbaik. Sesi kompetisi ini juga memberi piala pada kategori lain, seperti penyutradaraan, akting, skenario, piala pilihan juri, serta film pendek.
Selain itu ada sesi di luar kompetisi utama berupa piala Un Certain Regard untuk penghargaan bagi film dari sineas muda berbakat, karya inovatif, dan berani; piala Cinefondation bagi pelajar; serta Camera d'Or untuk film karya debut terbaik.
Di luar penyenggara festival, ada juga juara lomba yang diadakan FIPRESCI oleh federasi kritikus film internasional, piala Vulcain untuk aspek teknis, juara International Critic's Week, juara Ecumenical Jury, juara Francois Chalais, piala dokumenter L'Å’il d'or, Trophee Chopard, Palm Dog untuk penampilan anjing, hingga Queer Palm untuk film-film terkait isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Nah, selain sesi lomba, ada ajang perfilman lain di Cannes yang tak ada hubungannya dengan lomba-lombaan. Namanya, Marche du Film atau bahasa Inggris-nya Film Market.
Sebagai pasar film, ajang ini mempertemukan pemilik dan distributor film dari seluruh dunia. Ajang ini dimulai sejak 1959 dan berlangsung berbarengan dengan Festival Film Cannes. Di Film Market ini pula terdapat tempat yang dinamai Village International yang isinya adalah paviliun negara-negara dari seluruh dunia yang menjajakan film mereka masing-masing.
Biasanya film Indonesia banyak dibawa ke Film Market, dijajakan ke pasar internasional siapa tahu ada distributor luar negeri bersedia memutar film di negaranya.
Jadi, bila ada sineas atau produser film Indonesia bilang filmnya masuk Festival Film Cannes tanya lebih jelas lagi, masuk di sesi kompetisi yang mana atau cuma dijajakan di Film Market saja. (Ade/Fei)